Kamis, 10 April 2014

Jaka Tarub

Pada jaman dahulu hidup seorang pemuda bernama Jaka Tarub di sebuah desa di daerah Jawa Tengah. Ia tinggal bersama ibunya yang biasa dipanggil Mbok Milah. Ayahnya sudah lama meninggal. Sehari hari Jaka Tarub dan Mbok Milah bertani padi di sawah.
Pada suatu malam, ditengah tidurnya yang lelap, Jaka Tarub bermimpi mendapat istri seorang bidadari nan cantik jelita dari kayangan. Begitu terbangun dan menyadari bahwa itu semua hanya mimpi, Jaka Tarub tersenyum sendiri. Walaupun demikian, mimpi indah barusan masih terbayang dalam ingatannya. Jaka Tarub tidak dapat tidur lagi. Ia keluar dan duduk di ambengan depan rumahnya sambil menatap bintang bintang di langit. Tak terasa ayam jantan berkokok tanda hari sudah pagi.
Siang hari ketika Mbok Milah sedang berada di sawah, tiba tiba datang Pak Ranu pemilik sawah sebelah menghampirinya. “Mbok Milah, mengapa anakmu sampai saat ini belum menikah juga ?”, tanya Pak Ranu membuka percakapan. “Entahlah”, kata Mbok Milah sambil mengingat kejadian tadi pagi. “Ada apa kau menanyakan itu Pak Ranu ?”, tanya Mbok Milah. Ia sedikit heran kenapa Pak Ranu tertarik dengan kehidupan pribadi anaknya. “Tidak apa apa Mbok Milah. Aku bermaksud menjodohkan anakmu dengan anakku Laraswati”, jawab Pak Ranu.
Mbok Milah terkejut mendengar niat Pak Ranu yang baru saja diutarakan. Ia sangat senang. Laraswati adalah seorang gadis perparas cantik yang tutur katanya lemah lembut. Ia yakin kalau Jaka Tarub mau menjadikan Laraswati sebagai istrinya. Walaupun demikian Mbok Milah tidak ingin mendahului anaknya untuk mengambil keputusan. Biar bagaimanapun ia menyadari kalau Jaka Tarub sudah dewasa dan mempunyai keinginan sendiri. “Aku setuju Pak Ranu. Tapi sebaiknya kita bertanya dulu pada anak kita masing masing”, kata Mbok Milah bijak. Pak Ranu mengangguk angguk. Ia pikir apa yang dikatakan Mbok Milah benar adanya.
Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang berburu. Ia juga seorang pemburu yang handal. Keahliannya itu diperolehnya dari mendiang ayahnya. Jaka Tarub seringkali diajak berburu oleh ayahnya sedari kecil. Pagi itu Jaka Tarub telah siap berburu ke hutan. Busur, panah, pisau dan pedang telah disiapkannya. Iapun pamit pada ibunya.
Tak memakan waktu lama di tengah hutan, Jaka tarub berhasil memanah seekor menjangan. Hatinya senang. Segera saja ia memanggul menjangan itu dan bermaksud segera pulang. Nasib sial rupanya datang menghampiri. Tengah asyik berjalan, tiba tiba muncul seekor macan tutul di hadapan Jaka Tarub. Macan itu mengambil ancang ancang untuk menyerang. Jaka tarub panik. Ia segera melepaskan menjangan yang dipanggulnya dan mencabut pedang dari pinggangnya. Sang macan bergerak sangat cepat. Ia segera menggigit menjangan itu dan membawanya pergi.
Nasib sial belum mau meninggalkan Jaka tarub. Setelah berjalan dan menunggu beberapa kali, tak seekor hewan buruanpun yang melintas. Matahari makin meninggi. Jaka Tarub merasa lapar. Tak ada bekal yang dibawanya karena ia memang yakin tak akan selama ini berada di hutan. Akhirnya Jaka Tarub memutuskan untuk pulang walau dengan tangan hampa.
Sesampai nya dekat rumah, Jaka Tarub melihat banyak orang yang sedang berada di rumah nya. Pak Ranu teman dekat Mbok Milah segera menghampiri Jaka Tarub dan menepuk pundaknya. Jaka Tarub semakin panic sebenarnya apa yang sedang terjadi, ternyata terjawab sudah. Ia melihat Ibunya yg berada di atas kursi sudah tidak bernafas lagi, Terjawab sudah mengapa Jaka Tarub mengalami hal sial yang terus-menerus terjadi saat itu.
Setelah kepergian Ibunya, Jaka tarub setiap hari pergi berburu, dan selalu memberikan hasil buruannya kepada warga sekitar, karena hanya hal itu yang hanya ia bisa perbuat saat ini. Suatu saat Jaka Tarub pergi berburu di hutan yang bernama Wanawasa. Jaka Tarub berburu hingga siang, dan karena ia berburu, Jaka Tarub pun kehausan. Ia pun pergi ke danau dekat hutan yang bernama Danau Toyawening. Sesampainya disana, Jaka Tarub mendengar suara para gadis yang seding tertawa satu sama lain. Jaka Tarub berfikir “ah, mana mungkin ada perempuan di sekitar sini, apalagi di dekat hutan belantara seperti ini.” Ujarnya. Merasa tidak yakin ia mengikuti suara itu dan sampai ke titik dimana suara itu terdengar. Terkejut, Jaka Tarub melihat tujuh gadis cantik yang sedang mandi di danau tersebut.
Jaka Tarub mulai berangan-angan, mungkin ini mimpi yang dimaksud sewaktu Jaka Tarub tidur,melihat sesosok bidadari. Dalam hari berkata “jika aku mencuri salah satu pakaian mereka, pasti mereka tidak akan bisa pulang ke kayangan.” Tanpa berpikir panjang, Jaka Tarub mengambil selendang berwarna merah mencolok,dan segera bersembunyi. Sore pun tiba, ketujuh gadis itu pun segera berpakaian dan bersiap-siap untuk pulang ke kayangan. Tetapi ada satu gadis yang merasa pakaiannya hilang dan merasa panik akan hal itu, Nawangwulan namanya.”dimana selendangku? Aku tidak dapat melihatnya, apakah diantara kalian ada yang melihat selendangku?” dengan nada pelan dan mulai menangis Nawangwulan berkata. Teman-temannya pun terlihat bingung karena mereka pun tidak tahu dimana letak selendang Nawangwulan berada. Lama mereka mencari selendang tersebut, nihil hasilnya. Hari mulai gelap dan para bidadari harus kembali ke kayangan. “maaf Nawangwulan, kami harus pergi sekarang,sudah larut.” Ujar para bidadari. Nawangwulan hanya bisa mengangguk dan menerima nasibnya, mungkin memang takdirnya aku hidup di bumi.
Nawangwulan bernazar jika perempuan yang menemukan selendangku, akan aku jadikan saudara, dan apabila itu laki-laki, akan ku jadikan suamiku. Jaka Tarub yang bersembunyi pun mendengar suara Nawangwulan dan segera memberikan pakaian kepada Nawangwulan. “pakailah pakaian itu, hari sudah malam, kelak seluruh langit akan gelap gulita.” Ujar Jaka Tarub. Tidak lama setelah itu Nawangwulan memakai pakaian yang diberikan dari Jaka Tarub, dan sesuai dengan perkataannya, Nawangwulan menyediakan dirinya menjadi istri Jaka Tarub.
Hari demi hari, bulan berganti bulan. Jaka Tarub dan Nawangwulan dikaruniai seorang putri yang mereka beri nama Nawangsih, semakin lengkap keluarga mereka. Suatu hari Nawangwulan hendak membeli pangan untuk keperluan sehari-hari dan berkata “mas, aku pergi dulu sebentar, tempat nasi yang sedang dimasak jangan dibuka sebelum aku pulang.” Kata Nawangwulan. Jaka Tarub pun mengangguk. Siang hari Jaka Tarub mengecek sawah dekat rumahnya, berpikir kenapa padi disini tidak pernah habis dan berkurang, tetapi semakin banyak dan lebat. Sehabisnya berburu,  Jaka Tarub merasa lapar dan tidak sengaja membuka tempat nasi yang sedang dibuat Nawangwulan. Kaget dibuka nya, tempat nasi itu berisikan hanya setangkai padi, sepulangnya Nawangwulan, dia melihat Jaka Tarub yang sudah membuka tatakan nasi itu.”mengapa engkau membuka nya mas?sudah kubilang untuk tidak membukanya. Sekarang aku tidak bisa lagi menggunakan kekuatanku, kita harus bertanam padi sendiri mulai sekarang”. Dengan nada sedikit kesal. Jaka Tarub pun merasa bersalah dan tidak tahu harus berbicara apa.
Keesokan harinya, suami istri itu pun mulai bekerja di sawah lebih giat dari hari sebelumnya, mengetahui Nawangwulan tidak bisa lagi menggunakan kekuatan yang ia punyai dari kayangan. Semakin hari padi yang mereka punyai semakin berkurang dan sedikit, sampai-sampai rata terlihat oleh mata. Suatu saat Nawangwulan mencabuti padi yang berada di sawah, tetapi saat itu ia memegang suatu yang berbeda, lebih halus rasanya. Tak lama kemudian ia menarik objek tersebut, dan tak tersangka benda halus tersebut adalah selendang kayangannya. Sungguh panik dan terkejut ekspresi Nawangwulan saat itu, pria yang menjadi suami nya saat ini adalah seorang yang menipu nya, dan menyembunyikan selendangnya selama ini. Sesampai nya Nawangwulan di rumah dan bertemu Jaka Tarub, ia berkata “ini selendangku yang aku temukan di sawah sore hari ini, kenapa engkau tega melakukannya Jaka Tarub?”. Kaget melihatnya, Jaka Tarub lagi-lagi tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya terdiam. Lanjutnya Nawangwulan berkata “mulai saat ini kita bukan lagi suami istri, aku akan kembali ke kayangan.” Diam dan tak terucap, Jaka Tarub tidak membalas ucapan yang dikatakan oleh Nawangwulan, hanya anggukan sedih dan sesal saja yang ia hanya bisa perbuat. Dan terkahir Nawangwulan berkata, “Nawangsih juga anakku, dan aku mencintainya, jika suatu saat ia ingin bertemu ibunya, bakarlah seikat padi di tengah sawah, dan aku akan turun dari kayangan untuk bertemunya, tetapi hanya dia sendiri, jangan lah engkau mengikutinya.”. sekejap pun Nawangwulan terbang kembali ke kayangan dan meninggalkan Jaka Tarub serta Nawangsih, anak semata wayangnya.
Tahun demi tahun pun berganti, Jaka Tarub sudah semakin tua dan Nawangsih berubah menjadi perempuan yang sangat cantik dan rupawan. Suatu saat Jaka Tarub kembali berburu ke hutan Wanawasa di pagi hari, dan di siang hari ia pergi lagi ke danau Toyawening untuk beristirahat sekaligus memulihkan badannya yang letih sehabis berburu. Sesampai nya di danau Toyawening, Jaka Tarub memasukkan dirinya ke danau dan mulai mengingat kembali waktu-waktu dimana ia bertemu oleh mantan istrinya sewaktu itu, Nawangwulan. Sedih dan menyesal jika ia mengingat-ingat nya kembali. “seharusnya tidak ku lakukan semua itu” dengan nada menyesal diucap oleh Jaka Tarub. Tak lama kemudian sesosok siluman ular keluar dari tengah-tengah danau dengan ukuran yang sangat besar. Panik sangat terlihat oleh raut muka Jaka Tarub dan beranggapan bahwa dia akan dijadikan santapan ular tersebut.
Menatap balik Jaka Tarub, siluman ular itu pun berkata “wahai manusia, jika engkau diberikan kesempatan kedua, apakah engkau akan menebus kesalahan yang telah engkau perbuat di waktu itu?” Jaka tarub pun dengan gagap nya berbalas “i-i-iya, pasti akan aku tebus semua kesalahanku di waktu itu”. Siluman ular itu pun terdiam dan berkata “engkau adalah pemburu bukan? Bunuh lah aku dan buktikan lah kejantanan mu, sesungguhnya tidak ada hal yang bisa engkau dapat tanpa pengorbanan wahai manusia, dan gunakanlah sisikku sebagai bahan untuk membuat sabuk yang akan mengantarkan mu ke kayangan, jika engkau bisa membunuhku.”. Jaka Tarub yang awalnya gugup dan panik mulai terdiam dan berfikir, “mungkin ini sudah jalannya, dan ini saudah takdirku. Ular itu atau aku yang akan mati di danau ini.” Jaka Tarub pun mengeluarkan semua peralatan berburunya dan menerima tantangan dari ular tersebut.
Sore pun datang, Danau Toyawening di hari itu penuh dengan darah akibat dari perkelahian antara Jaka Tarub dan siluman ular, nyaris terambil nyawanya Jaka Tarub kembali kerumah dengan membawa sisik ular dan berjalan pincang karena terkena gigitan sang ular. Nawangsih pun terkejut dan menyegerakan diri untuk menolong ayahnya yang sudah tua itu. Tanpa mengucapkan sepatah kata, ia mengobati seluruh luka sang ayah. Keesokan harinya Jaka Tarub membuat sabuk yang dikatakan oleh siluman ular, dan berpikir di dalam hati “mungkin ini saatnya, untuk memberitahu Nawangsih, siapa Ibu dia yang sebenarnya.”. Jaka Tarub pun memanggil anak perempuannya tersebut dan berbicara jujur kepadanya, tentang Ibu dari Nawangsih itu sendiri. Kaget dan agak tidak masuk akal, Nawangsih pun percaya ucapan ayahnya bahwa Ibunya dahulu adalah seorang bidadari yang hidup di kayangan sampai saat ini.
Jaka Tarub pun berkata, “Nawangsih, apakah engkau mau ikut aku ke kayangan, untuk bertemu ibumu?.” Tanpa berpikir panjang Nawangsih menganggukan kepala nya dan bersiap-siap untuk pergi ke kayangan bersama ayahanya. Sesudah sabuk ular itu selsai dibuat oleh Jaka Tarub, ia pun menyegerakan diri berangkat ke kayangan bersama anaknya dan ternyata betul, sabuk itu bisa membawa mereka ke atas tanpa adanya masalah. Sesampainya di atas awan terlihat sebuah bangunan megah dengan pilar-pilar yang tersusun rapih dan pagar mewah di depannya. Jaka Tarub dan Nawangsih terpesona melihat pemandangan sekitar, tetapi mereka tahu mereka tidak mempunya waktu untuk bermain-main di tempat seperti ini. Terlihat di depan pagar sesosok makhluk yang tak terlihat mukanya karena ditutupi oleh jubbah hitam di sekujur tubuhnya. Jaka Tarub pun berbicara “apakah disini tempat Nawangwulan tinggal?”. Makhluk itu pun tersenyum dan menjawab “ya, engkau pasti Jaka Tarub, si pencuri selendang bukan” ujarnya dengan nada meledek. Jaka Tarub pun kesal dengan ejekannya itu dan sesegera nya menghampiri makhluk tersebut. “apakah engkau yakin jauh-jauh datang kesini hanya untuk memukulku manusia?” kata makhluk itu, dan berkata lagi “masuklah ke gedung itu, dan bertemulah dengan Nawangwulan, aku ingin tahu apa yang akan engkau lakukan jika engkau sudah bertatapan dengannya sekarang.” Tanpa membalas perkataan makhluk tersebut, Jaka Tarub dan Nawangsih langsung masuk ke gedung yang megah itu.
Rasanya sudah berjam-jam mereka berjalan di gedung megah itu tetapi tidak terlihat arah tujuan mereka, atau bisa dibilang sudah tersesat di gedung tersebut. Jaka Tarub merasa kesal dan lelah dengan keadaan yang terus-menerus seperti ini. Nawangsih pun berkata “ayah, kita harus tulus dan ikhlas jika ini menghadapi semua ini, semua pasti ada jalan keluarnya dan pasti kita bisa bertemu Ibu jika kita tenang dan sungguh-sungguh ingin bertemunya.”. Sesudah mendengar ucapan anak perempuannya itu, Jaka Tarub pun kembali tenang dan mengetahui apa maksud ia datang kemari. Tak lama setelah itu mereka berhadapan dengan satu pintu yang berada di sudut lorong. Jaka Tarub pun membuka dengan perlahan. Sesudahnya dibuka, mereka melihat seorang perempuan dengan selendang merah yang sedang duduk melihat kearah jendela ruangan. Tanpa berpikir panjang Jaka Tarub mengetahui bahwa orang itu adalah Nawangwulan.
Berbeda dengan manusia biasa, bidadari kayangan terlihat sama saja seperti dulu sewaktu Jaka Tarub bersama Nawangwulan, gadis muda yang sangat cantik rupawan dan indah itu tidak berubah sedikitpun. Nawangsih pun langsung berkata “ibuuuuu?!”. Dan Nawangwulan dengan kaget menoleh ke arah Jaka Tarub dan Nawangsih.”Nawangsih??” kata Nawangwulan, dan berlari memeluk anak nya itu. Jaka Tarub tersenyum melihat mantan istri nya bertemu anaknya saat ini. Waktu pun berjalan, sang ibu dan anak bercerita sampai Nawangsih tertidur lelap di kamar tempat Nawangwulan saat itu. “Ada apa engkau datang kemari? Dan bagaimana caranya?” ucap Nawangwulan. Jaka Tarub bercerita upaya dia untuk sampai ke atasa kayangan demi bertemu dengan Nawangwulan, dan terbesit ucapan siluman ular “kesempatan kedua” yang dikatakannya. “Nawangwulan, aku kesini untuk meminta maaf kepadamu atas segala kesalahan yang telah pernah aku perbuat, dan aku ingin kita kembali bersama lagi, memulai semuanya dari awal, tanpa adanya rasa saling membohongi dan menipu di awal kita memulainya.”. Nawangwulan pun terdiam dan menatap Jaka Tarub detik itu, membuka mulutnya dan berkata “aku salut dengan upaya mu datang kesini, dan aku memaafkanmu atas apa yang telah engkau perbuat selama aku di muka bumi, tapi maaf kita tidak bisa bersama lagi, disini lah tempat ku tinggal, di kayangan, bukan di muka bumi.” Dengan nada lemah lembut. Terasa sedih dan sedikit kesal perasaan Jaka Tarub saat itu, tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur dan maksud tujuan dia datang ke atas kayangan sudah dilakukan, “aku akan menjaga Nawangsih di kayangan” ucap Nawangwulan. Terkesan egois tetapi Jaka Tarub melihat Nawangwulan untuk terakhir kalinya dan bersenyum kecil. “baiklah, jaga anak kita baik-baik dan jadikanlah Nawangsih bidadari kayangan sepertimu kelak.” Nawangwulan pun tersenyum, dan tak lama kemudian Jaka Tarub meninggalkan ruangan itu.
Kini Jaka Tarub hidup sendiri di rumahnya, tanpa orang-orang terdekat di sisi nya dan menyadari apa kesalahan yang telah dia perbuat di hari yang lampau. Jaka Tarub melakukan kebiasaannya berburu setiap hari sesampai hidup nya berakhir, dan Nawangwulan serta Nawangsih hidup di atas kayangan selamanya.

Nilai moral: Jangan pernah menipu atau berbohong kepada seseorang atau sesuatu yang harusnya tidak kita lakukan. Karena harga diri dan kepercayaan itu tidak ada harganya, sekali dilakukan, seringkali bekasnya tidak akan pernah bisa hilang. 

1 komentar: