Rabu, 23 April 2014

Cerpen: "Aru"


Aru

Sore hari di sebuah desa di tanah Jawa hidup sebuah keluarga yang terdiri oleh seorang ibu dan 3 orang anaknya, memakai pakaian yang terlihat lusuh. Sore itu di sawah dekat rumah.
            “Bu, dimana parit yang akan ku gunakan untuk memotong padi-padi ini?” Tanya sang Aru kepada ibunya. Seorang anak sulung dari 3 bersaudara di keluarga ini.
            “Di dekat situ nak, barusan ibu telah bawa dari rumah, coba periksa lagi di dekatmu.” Jawab sang Ibu kepada anaknya.
Pada saat itu musim panen baru saja dimulai, keluarga ini yang baru saja genap 1 tahun ayah mereka meninggal. Maka dari itu mereka harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Tak kadang Aru sang sulung yang bekerja lebih keras dibandingkan oleh adik-adiknya karena adiknya yang lain masih sangat kecil untuk bekerja.
            “Apa harus dipotong semua padi yang ada disini bu?” Tanya Aru kembali kepada Ibunya.
            “Iya nak yang ada di depan mu dan semua itu kamu potong dan jangan lupa kamu tumpuk diujung sana.” Jawab Ibu Wosa sedikit berteriak kepada anaknya yang berada di seberang jauh di depannya.
            Nanti setelah kamu selesai potong, bersihkan padi itu menjadi gabah dialat ini.” Lanjut Ibu Wosa menyuruh anaknya kembali seraya menunjuk alat pemisah gabah padi.
Sedangkan kedua adiknya Rubi dan Woro bermain dengan lumpur, mereka cukup bahagia bermain dengan lumpur kotor yang ada, tak sedikitpun terlihat beban dari kedua muka bocah yang terlihat belum mempunyai dosa itu. Sepertinya tak ada seorangpun yang menghiraukan tentang keadaan kedua anak ini yang berlumuran lumpur. Karena sang kakak dan ibu mereka sibuk bekerja dengan parit mereka memotong batang-batang padi yang ada di sawah.
Sebelum kepergian sang ayah keluarga ini cukup bahagia dan berkecukupan, hidup bahagia dengan kondisi yang lengkap tanpa kekurangan. Sang ayah ialah seorang petani yang cukup mampu dan dikenal sebagai orang yang ulet. Hingga tidak heran keluarga ini hidup bahagia meskipun tak kaya tetapi keluarga ini cukup bahagia.
Sebelum peristiwa naas datang menimpa keluarga ini, waktu itu tepat setelah panen pada tahun lalu, hendak pulang dari sawah bersama sepeda ontel kesayangan Ayah, ketika ayah sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, di jalan beliau tertabrak mobil dan tewas di tempat. Sebelum kepergiannya sang ayah telah memberi amanat dan berwasiat kepada sang istri.
            “Bu tak terasa waktu telah cepat berlalu, waktu itu sepertinya kita masih berpacaran.” Bilang sang Ayah kepada istrinya.
            “Iya yah, waktu tak terasa begitu cepat bergulir dan sekarang kita terlah memiliki 3 orang anak yang lucu-lucu, dan mulai beeranjak dewasa.” Jawab sang Istri kepada suaminya dengan tersenyum.
            “Bila suatu hari Ayah telah tiada, tolong rawat anak baik-baik dan sekolahkan mereka sampai dengan sarjana.” Jawab ayah.
Kata-kata itu seketika terlintas dari mulut sang suami. Dan ternyata inilah yang menjadi kalimat terakhir Ayah sebelum kepulangannya ke rahmatullah.
Ibu pun sempat tak begitu menghiraukan perkataan suaminya tersebut dan melanjutkan memasak, saat itu obrolan terjadi di dapur rumah.
            Ngomong apa ayah ini, nglantur saja.” Jawab sang Istri kepada suaminya.
Dari situlah mungkin pesan terakhir sang suami kepada istrinya sebelum terjadi peristiwa kecelakaan yang merenggut tulang punggung keluarga ini.
Hari pun berlalu Aru dan ketiga adiknya berangkat sekolah pagi ini, berboncengan dengan adiknya woro yang paling kecil, dan Rubi mengayuh sepedanya sendiri.
“Selamat pagi anak-anak!” Sahut Ibu Guru kepada para muridnya.
            “Pagi buuu..” Dengan serentak semua murid di kelas 6 menjawab.
            “Bagaimana dengan tugas yang ibu kasih kemarin, sudah kalian kerjakan?” Tanya kembali ibu guru kepada muridnya.
            “Sudah bu.” Jawab para murid itu dengan semangatnya.
            “Ayo kumpulkan biar Ibu periksa.” Jawab Ibu Guru, seraya memanggil absen para muridnya.
Sekolah SD 1 Wonogiri ini merupakan salah satu sekolah yang ada di desa Wonogiri, sekolah yang lain letaknya sangat jauh dari desa ini jadi terpaksalah anak-anak yang berada di desa wonogiri bersekolah disini. Termasuk keluarga alm. Pak Rono, Ayah dari Aru.
Matahari mulai menyingsing dan saat itu jam menunjukan pukul 15.00, saatnya Aru dan adiknya berangkat mengaji di langgar dekat rumah. Kegiatan mengaji dilakukan sampai dengan pukul 17.00.
Semenjak kepergian sang Ayah, Aru dan kedua adiknya tetap melakukan aktivitas seperti biasanya akan tetapi saat ini dia harus bekerja membantu Ibunya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tak jarang setelah pulang sekolah dan setelah berganti pakaian, Aru pergi ke sawah tak jarang hanya sekedar untuk memeriksa keadaan sawah. Kini setiap sabtu dan minggu Aru pergi ke pasar untuk berjualan kue yang dibuatkan oleh Ibunya sebelum ia pergi ke pasar. Ia menjajakan barang dagangannya di sudut pasar.
            Dek, berapa harganya kue ini?” Tanya seorang Ibu kepada Aru.
            “Seribu rupiah bu.” Jawab Aru.
            “Ibu beli lima buah ya nak, tolong diplastikin.” Pinta Ibu kepada Aru.
            “Baik bu.” Jawab Aru sambil tersenyum.
Tak jarang ada pula Ibu-ibu yang hanya sekedar bertanya tanpa membelinya, tapi tak sedikit pula yang membeli kuenya entah mungkin karena iba atau memang benar sedang menginginkan kue yang dijajakan Aru dan terkadang ada pula pembeli yang masih menawar kuenya. Aru tidak malu berjualan beragam jenis kue hasil dari Ibunya tersebut. Karena dia berpikir bahwa kalau bukan dia siapa lagi yang akan membantu Ibunya dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Di rumah Ibu membuat rajutan berbentuk sebuah tas jinjing kerajinan ini Ibu buat untuk menambah pemasukan keluarga ini. Setelah rajutan tas tersebut telah selesai dibuat, kemudian Ibu sendiri yang menjualkannya di pasar Segarjaya.
Keteguhan anak 12 tahun itu terus tumbuh hingga Aru tumbuh dewasa dan melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, dan mampu menyekolahkan adik-adiknya serta mengangkat keuangan keluarga ini. Ini membuktikan bahwa kerja keras yang dibalut dengan tekad kuat mampu menghasilkan sebuah kesuksesan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar