Rabu, 23 April 2014

Cerita Pendek

Hewan Kurban si Nenek Pemulung
Siang itu aku dan saudaraku fajri berangkat dari stasiun Depok Baru menuju Stasiun Gambir untuk pergi ke rumah nenek. Aku dan fajri adalah santri yang belajar di Pesantren daerah Sawangan Depok. Kebetulan beberapa hari lagi ada hari raya ‘Idul Adha maka santri dipersilahkan mengambil jatah izin pulang untuk bertemu keluarga, dan aku serta saudaraku fajri mengambilnya.

Stasiun Depok Baru siang itu cuacanya sangat panas dan terik, aku sedikit pusing dibuatnya. Setelah sekian lama menunggu akhirnya kereta pun datang, kereta sangat penuh seperti biasanya. “Panas sekali udah gitu penuh ya, kamu yakin kita naik kereta ini gak mau nunggu yang agak kosongan aja ?” tanyaku. “Sudah ayo kita naik, justru karena panas aku sudah tak betah disini” seru Fajri yang langsung bergegas masuk kedalam sesak kerumunan gerbong kereta.

Sempit kami berdesak-desakan di dalam gerbong, satu sama lain tidak saling peduli, yang penting dapat tempat dan lebih bagus dapat tempat duduk. Alhamdulillah aku dan Fajri mendapat tempat duduk sehingga aku dapat meluruskan kaki yang sudah lama berdiri menunggu kereta. Kereta singgah di stasiun berikutnya, kereta semakin penuh. Kereta ini dipenuhi oleh macam-macam penumpang, dari penjual koran, ibu-ibu, lansia, mahasiswa dan para pekerja.

Mataku tertuju pada ibu-ibu yang menggendong balita dan lansia yang berdiri di depan tempat duduk yang penuh diduduki oleh sepasang kekasih yang sempat-sempatnya pacaran di dalam kereta. Ibu-ibu  dan lansia yang baru masuk ke gerbong terlihat letih, kami iba dan mengampiri dan menawarkan tempat duduk kami. “bu silahkan duduk disini” kataku sambil menatap kedua orang tersebut, dan ibu-ibu dan lansia itu tersenyum menatap kami  dan ibu-ibu mengucapkan “terima kasih nak” dan kami membalas dengan senyuman.

Tak seberapa lama kami sudah sampai di Stasiun Gambir, pegal kaki ini langsung bergegas mencari Bajaj untuk pergi kerumah nenek. fajri tampak muram, ia sodaraku yang sangat kritis terhadap segala sesuatu, aku tau ada yang tidak beres maka aku bertanya padanya. “Jri, ada apa mukamu muram ?” lalu dia menjawab “Ini loh aku masih tidak habis pikir bahwa orang zaman sekarang sudah tidak peduli satu sama lain, kau lihat kan orang pacaran tadi acuh sama kedua orang yg lebih butuh tempat duduk ? Aku sedikit emosi melihatnya”. Fajri adalah saudaraku dari kampung yang tidak biasa melihat hal seperti itu. “Sudah biasa Jri, jaman sekarang memang begitu mereka hanya mementingkan apa yang dapat menguntungkan mereka tanpa memerhatikan orang lain” jawabku. “Iya aku tak habis pikir,  nauzubillah min zalik ya Jak” lanjut Fajri.

Sampai kami di depan rumah, kami langsung bertemu nenek dan kakek serta sodara-sodara yang lain. ‘Idul Adha di keluarga kami memang sangat ramai, kami keluarga keturunan timur tengah yang merayakan hari raya ‘Idul Adha dengan berkumpul keluarga besar dan merayakan bersama semeriah ‘Idul Fitri yang notabene biasanya lebih meriah bagi masyarakat pribumi.

Sore hari, aku dan Fajri langsung membantu para ta'mir masjid dalam menyiapkan kebutuhan dan menjadi panitia ‘Idul Adha. Kebetulan Aku dan Fajri bertugas mendata hewan kurban yang masuk dan membeli hewan kurban melalui masjid. Karena masjid  di sini memberikan kemudahan dengan memberikan jasa untuk membelikan hewan kurban dengan hanya memberikan uang tunai ke masjid. Maka lebih banyak warga yang memberikan dengan sejumlah uang bukan dengan hwan. Jumlah hewan kurban disini tidaklah terlalu banyak, 2 sapi 22 kambing.

Aku dan fajri bekerja menunggu orang datang untuk menyalurkan hewan kurbannya sampai malam hari, tiba tiba datang seorang nenek yang  membawa bungkusan plastik hitam dengan pakaian lusuh mengampiri. “Ada yang bisa saya bantu nek ? kata Fajri. “Nenek mau bayar kurban nak” kata nenek sambil menyerahkan bungkusan plastik hitam yang ternyata berisi uang receh tersebut. Aku menghitung uang tersebut dan ternyata uang itu pas untuk membeli satu kambing. Subhanallah, aku dan Fajri terdiam dan bingung, siapakah nenek ini dengan pakaian lusuh dan renta sendirian menyerahkan kurbannya. Lalu kami tanyakan rumah nenek itu, ternyata cukup jauh dari masjid ini. Maka aku berniat untuk mengantarnya pulang karena penglihatan nenek yang kurang baik.

“Nek mari ku antar pulang dengan motorku, rumah nenek sangat jauh” kataku, lalu nenek mejawab “Tak usah nak, nenek setiap hari berjalan melewati jalan ini, sudah biasa” jawab nenek. Aku sedikit memaksa karena aku kasihan sekaligus penasaran siapakah nenek ini. “Mari nek tak apa, ini sudah larut malam, tidak baik menolak kebaikan orang lain kan nek hehe”  kataku sambil tersenyum dan nenek itu akhirnya mau naik motorku.

Akhirnya sampailah aku di depan tempat pembuangan sampah sementara, dan nenek meminta aku untuk berhenti. “Sudah nak, ini rumah nenek.. tidak jauh kan ?” kata nenek, aku hanya senyum dan membantu nenek masuk kedalam gubuk samping tempat pembuangan sampah sementara. Aku tanya kepada nenek, “nenek tinggal seorang diri di gubuk ini?” lalu jawabnya “Iya nenek tinggal sendiri, suami nenek sudah meninggal puluhan tahun lalu dan nenek tak punya sanak keluarga, namun alhamdulillah nenek masih bisa bekerja”. “Apa pekerjaan nenek ?” kataku. “Nenek mendorong gerobak sampah, dan nenek selalu melewati masjid tadi seraya berdoa agar nenek dapat suatu saat berkurban” nenek mengisahkan, aku pun menangis dan memeluk nenek itu. Lalu hari sudah semakin larut maka aku harus pulang.

Keesokan harinya, Fajri menanyakan tentang nenek itu dan kuceritakan semuanya. Fajri pun menangis “subhanallah, aku merasa malu pada diriku sendiri mengetahui kebaikan nenek itu, dengan segala keterbatasannya dia dapat bersyukur dan membeli hewan kurban” kata fajri. “Subhanallah masih ada orang sebaik nenek itu, di zaman yang seperti ini. kita anak muda harusnya malu ya jri” kataku.

Di balik keegoisan masyarakat sekarang yang hidup di zaman modern, Kami pun bersyukur atas nikmat Allah, hati terenyuh karena kisah nenek tadi. Lalu aku dan Fajri bersiap untuk solat ‘Id dan makan bersama, kami tak melihat nenek itu pada hari itu dan kami merayakan hari raya ‘Idul Adha dengan senang hati dan bersama.

1 komentar: