Rabu, 23 April 2014

Cerpen untuk UTS: Jika Ini Hari Terakhir Nenek

Jika Ini Hari Terakhir Nenek
Hari pertama masuk sekolah  menjadi hal yang dinanti para siswa. Kelak canda dan tawa menghiasi sudut sekolah. Siti adalah gadis berusia 12 tahun yang hanya bisa menahan keinginannya untuk melanjutkan sekolahnya. Dia tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke bangku SLTP lantaran keluarganya yang tidak mampu lagi untuk membiayainya. Siti pun mulai belajar untuk memerima kenyataan, dirinya paham bahwa kondisinya ini berbeda dengan teman-temanya yang lain. Sementara sang ibu bersusah payah mengadu nasib di ibu kota, Siti kini tinggal bersama neneknya di sebuah kampung, sementara sang ayah sudah lama meninggal dunia, kini Siti hanya tinggal berdua bersama neneknya. Keduanya jarang sekali menerima uang kiriman dari ibunnya di kota. Setiap hari  Siti selalu membantu sang nenek menjualkan nasi uduk di kampungnya, beruntung sang nenek memiliki keterampilan bisa membuat nasi uduk. Semenjak putus dari sekolah Siti sering sekali menghabiskan waktu di dapur untuk membantu sang nenek membuat nasi uduk. Walaupun sudah tidak sekolah tapi Siti tak pernah ketingggalan mengikuti pengajian di suatu Surau yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya.
Jauh dari orang tua membuat Siti merasa rindu, tapi apa mau dikata kenyataannya Siti harus berpisah. Dia sangat ingin bertemu dengan ibunya yang tinggal di kota. Sesekali Siti pun mencoba untuk menyisihkan uang supaya bisa menyusul ibunya di kota karena sudah sekian lama tidak berjumpa dengan sang bunda tercinta.
Beberapa bulan kemudian Siti pun mulai memecahkan celengan ayamnya itu, dan memberitahukan pada nenek bahwa dia ingin mengajak nenek menyusul ibunya di kota karena rindunya yang sudah tak terbendung lagi pada sang ibu.
“Nenek aku rindu ibu, aku ingin bertemu ibu, kini aku sudah punya uang cukup untuk kita bisa menyusul ibu di kota Nek.” Ujar Siti. Akan tetapi entah mengapa ketika nenek diajak Siti untuk menyusul ibunya di kota, dengan tegas nenek malah menolaknya tanpa memberikan alasan kepada Siti, wajah Siti pun langsung mengkerut, dan kecewa.
“Kenapa nenek tidak mau bertemu dengan ibu, emang apa salah ibu?”
“Maafkan nenek Nak, nenek belum bisa mengatakan hal ini padamu.”
“Memang apa yang nenek sembunyikan dariku?” (sambil memaksa nenek supaya bicara dan memberi tahukan yang sebenarnya terjadi). Tapi nenek tetap bersikeras tidak memberi tahukan alasannya kepada Siti.
   Keesokan harinya seperti biasa setiap menjelang maghrib Siti selalu pergi ke Surau untuk ikut pengajian dan sepulang Siti dari Surau dia masih penasaran akan rahasia sang nenek kepadanya. Di perjalanan dia masih terus memikirkan akan alasan nenek yang belum terungkap itu. Di perjalanannya yang lumayan jauh itu Siti pun merasakan haus yang sangat luar biasa, kebetulan di perjalanan dia melihat sebuah warung, Siti pun meraba saku celananya berharap masih ada sisa uang di dalam sakunya, yang kemudian didapatlah uang koin lima ratus perak di dalam sakunya. Dia pun masih bersyaukur karena walaupun hanya dengan uang koin lima ratus perak dia masih bisa membeli air mineral kemasan gelas yang harganya lima ratus perak. Setibanya di warung, kemudian teman Siti yang bernama Jaka datang, dan menghampirinya. “Hay Siti belanja nih, lagi banyak duit kayaknya,,, hehe, aku haus banget nih, beliin aku air minum ya satu, terimakasih ya Siti yang baik hati”(Siti belum sempat menjawab) sementara temannya berkata terimakasih sambil berjalan dan pergi lagi begitu saja.
 “Mau beli apa De?” Tanya ibu pedagang di  warung itu.
“Maaf Bu, saya mau bayar minuman yang tadi teman saya beli saja Bu”. (sambil menampakan wajah melasnya).
              Siti pun melanjutka perjalanannya sambil menampakan wajah sedihnya itu, kemudian ada seorang wanita setengah baya yang datang menghampiri Siti. “Minumlah air ini Nak.” Kaget siti dengan kedatangan ibu yang tiba-tiba memberinya minum itu
“Terimakasih Bu.” Kemudian Siti pun mengambilnya dan meminumnya.
“Jika boleh saya tahu apa yang sedang ku pikirkan di sini Nak, ini sudah menjelang malam, kenapa kamu ada di sini, rumahmu dimana?”
“Rumah saya di kampung sebelah Bu, dekat sungai panjang.”
“lohh,, rumah yang di dekat sungai panjang itu kan bukannya rumah Sumi ya?”
“Iya ibu benar, ko ibu kenal Sumi ibu saya?”
“Jadi kamu ini anaknya Sumi ya, sumi itu teman saya sewaktu kita masih kerja di kota, dulu saya dan almarhum ibumu tinggal satu kostan” (belum selesai bicara kemudian Siti langsung memotong pembicaraan).
“Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang kalau ibu saya itu almarhum?”
“Memangnya kamu tidak tahu kalau ibumu telah tiada?”
“Jangan sembarangan ya kalau ngomong, ibu saya itu masih hidup, besok saya akan menjemput ibu saya dan membuktikannya bahwa apa yang ibu katakan barusan itu tidak benar.” Ujar Siti dengan kesal, sambil pergi.
Setibanya di rumah Siti langsung menemui neneknya dan menanyakan akan kebenarna bahwa ibunya itu masih hidup.
“Nenek, aku mau naya sesuatu, tapi nenek harus jawab dengan jujur.”
“Apa yang mau kamu tanyakan pada nenek Nak?”
“Apa benar ibu sudah meniggal Nek?”
“Siapa yang berkata seperti itu padamu Nak?”
“Jawab sajalah Nek, benar atau tidak?”
Nenek pun terdiam sejenak, sehingga dia pun mengeluarkan air mata.
“Maafkan nenek Nak, karena sebelumnya nenek tidak memberitahukan hal ini kepadamu, nenek tidak kuat untuk menceritakan hal ini padamu Nak, sebenarnya ibu kamu sudah lama meninggal dunia Nak.”
“Maksud nenek apa?” Memotong pembicaraan neneknya
“Sebenarnya sewaktu ibumu bekerja di kota, ibumu mengalalami siksaan dari majikannya sehingga ibumu jatuh sakit dan meninggl dunia. Itulah sebabnya kamu tidak bisa melanjutkan sekolah Nak, di samping keadaan kita yang serba kekurangan ini dan nenek pun sudah tidak sanggup untuk membiayai kamu sekolah lagi, ada untuk makan saja sudah sangat bersyukur Nak.”
 “Tapi mengapa nenek tidak berterus terang padaku?”
“Maafkan nenek Nak, nenek hanya tidak ingin melihatmu bersedih.”
“Tapi tidak seharusnya nenek merahasiaka ini padaku, nenek jahat……” (Siti sambil merasa kecewa dan lari ke luar).
Kemudain Siti pun langsung pergi meninggalkan neneknya karena rasa kecewanya itu.
“Maafkan nenek Nak, dengarkan dulu penjelasan nenek.” (kata nenek sambil menangis dan mengejar siti). Siti tetap lari dan pergi meningglkan nenek. Nenek pun seketika itu langsung merasakan sakit didadanya, akan tetapi Siti tidak mengetahui bahwa neneknya itu telah jatuh sakit.  Nenek yang sedang sakit itu pun terjatuh dan tergeletak tak berdaya. Sementara Siti yang tak mengetahui keadaan nenek terus berlari sekencang-kencangnya, tanpa mempedulikan apapun. Hingga akhirnaya Siti pun berhenti di bawah pohon yang besar dan berteriak “Tuhan kenepa Kau ambil ibukuuuuuu.” Siti pun terus menangis dan dia pun pingsan karena tak kuat menerima kenyataan.
               Keesokan harinya, Siti mulai tersadar dan dia pun pulang ke rumahnya, di perjalanan Siti melihat banyak orang yang keluar masuk dari arah jalan menuju rumahnya, Siti pun bingung dan langsung segera menuju kerumahnya, setibanya di depan rumah ternyata benar bahwa orang-orang yang lewat di jalanan itu baru saja dari rumahnya, Siti mulai bertanya-tanya dalam hatinya apa yang terjadi.
Ketika Siti masuk kedalam rumah Siti melihat seseorang yang sedang berbaring, seluruh tubuhnya ditutupi sebuah kain, dan dia pun semakin bertanya-tanya “siapakah yang sedang berbaring ini?” (badannya bergetar dan tegang).
“Kuatkanlah hatimu Nak, ini adalah nenekmu.” (ujar ibu Wati tetangganya).
“Ini ga benar kan Bu? Ibu becanda kan?”
“Sabarlah Nak, kamu harus bisa menerima kenyataan ini.”
Siti pun mulai mendekati jasad neneknya dan membuka bagian atas kain tersebut, Siti pun langsung menangis dan sangat terlihat wajah penyesalan pada dirinya.
“Ya Tuhan mengapa Engkau memberikan cobaan seberat ini secara bertubi-tubi, mengapa orang-orang yang aku saying Engkau ambil satu persatu? Maafkan Siti Nek, Siti menyesal telah meninggalkan nenek, Maafkan siti Nek semua ini salah Siti.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar