Senin, 14 April 2014

Roro Jonggrang



Roro Jonggrang

        Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteram dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
        Bandung Bondowoso, seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Roro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.
        Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang.
        Roro Jonggrang tersentak mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan?” Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.                                                                                                              “Bagaimana, Roro Jonggrang?” desak Bondowoso.                                                      Akhirnya Roro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya.                                                                                                                 “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau istana yang megah?”.                      “Bukan itu, tuanku, kata Roro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, dan jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso.                                                                    “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.”                                                 Bandung Bondowoso menatap tajam Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi.
                                  ************************************
        Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Wahai penasehatku, aku ingin meminang Roro Jonggrang  menjadi permaisuriku, namun ia memintaku untuk membuatkan seribu candi. Bagaimana menurutmu?”                                                                                                         “Saya percaya tuanku bisa membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”
        Setelah perlengkapan di siapkan, Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.
        Sementara itu, diam-diam Roro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Dikarenakan  Bondowoso merupakan orang yang sakti, ia yakin bahwa dirinya tidak mampu melawan Bondowoso seorang diri. Akhirnya, dengan penuh keberanian Roro Jonggrang mendatangi rumah Prabu Angkasa, ia merupakan orang yang cukup sakti di daerahnya. Sesampainya Roro Jonggrang di rumah Prabu Angkasa dan menceritakan maksud kedatangannya, Prabu Angkasa memberinya mantra yang harus ia baca untuk melindungi dirinya. Kemudiana  Roro Jonggrang pun meminta para dayang kerajaan untuk berkumpul dan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Roro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.
         Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.
        Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Roro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Roro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Roro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Roro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Roro Jonggrang. Namun, sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada Roro Jonggrang, ia telah lebih dahulu membacakan mantra yang telah diberikan oleh Prabu Angkasa. Ajaib! Mantra itu pun membuat Bondowoso menjadi lemah, seakan kekuatannya pun raib. Lama kelamaan tubuhnya menjadi kaku dan berubah menjadi arca. Roro Jonggrang yang menyaksikan hal tersebut pun kebingungan. Tidak ada niat dalam dirinya untuk berbuat jahat pada Bondowoso. Ia membaca mantra itu semata-mata untuk melindungi dirinya dari Bondowoso yang kejam dan sakti, ia tidak menyangka bahwa mantra tersebut bisa sampai mengubah wujud Bondowoso menjadi arca.
        Waktu demi waktu, hari demi hari, dan bulan demi bulan Roro Jonggrang terus memikirkan nasib Bondowoso yang kini telah berubah menjadi arca. Ia terus menyesali perbuatannya yang telah berbuat jahat pada Bondowoso hingga membuatnya menjadi sebuah arca yang kaku dan tidak berdaya seperti saat ini. Ia terus mendoakan Bondowoso agar suatu hari nanti ada keajaiban yang mampu mengubahnya menjadi manusia normal seperti sedia kala. Hingga pada suatu waktu ketika Roro Jonggrang sedang berada di altar batu, di depan arca Bondowoso, ia berdoa dalam hati dengan penuh pengharapan bahwa pada hari itu akan ada keajaiban yang datang bagi Bondowoso. Sambil mengusap arca Bondowoso, tak terasa air matanya pun menetes. Namun, ia tetap melanjutkan doanya seraya menuturkan permohonan maaf pada Bondowoso untuk kesekian kalinya. Ketika mengusap arca Bondowoso, ia seakan menyentuh kulit manusia, bukan lagi seperti mengusap sebuah arca. Tanpa Roro Jonggrang sadari, arca Bondowoso yang ia usap itu telah berubah menjadi sosok manusia tampan yang berdiri di depannya. Kekuatannya  pun seolah telah kembali pada dirinya.                                                                                                      “Mengapa kau menitikkan air mata duhai Roro Jonggrang?”. Pertanyaan itu sontak membuat Roro Jonggrang kaget. Ia tidak menyadari bahwa sebuah arca yang berada di depannya sudah tidak ada, kini yang ada di depannya adalah sosok manusia tampan yang sudah tak asing bagi dirinya.
        Ketika menyadari bahwa yang berdiri di depannya adalah arca Bondowoso yang telah berubah menjadi manusia, Roro Jonggrang terlihat amat  gembira. Ternyata doa dan penantian panjangnya untuk melihat Bondowoso menjadi manusia normal seperti sedia kala terkabul. Ia mencoba untuk mencubit pipinya, seakan tak percaya dengan kejadian yang ia saksikan pada hari itu. Namun, setelah memastikan bahwa kejadian yang ia saksikan itu benar adanya, ia segera meminta maaf kepada Bondowoso atas apa yang telah ia perbuat. Ia juga menceritakan tentang pengharapan dan penantiannya selama ini untuk bisa bertemu kembali dengan Bondowoso. Melihat Roro Jonggrang yang begitu tulus meminta maaf dan menyesali perbuatannya, hati Bondowoso pun menjadi lunak. Ia kembali teringat pada perlakuannya yang kurang baik terhadap Roro Jonggrang. Ia meminta maaf dan mengakui kesalahnnya pada Roro Jonggrang. Suasana pun menjadi sangat haru.
        Untuk mencairkan suasana, Roro Jonggrang mencoba untuk memulai percakapan. “Aku bersedia untuk kau pinang sebagai permaisurimu, tegas Roro Jonggrang.”              Bondowoso yang mendengar hal itu pun terkejut karena ia tidak menyangka Roro Jonggrang akan secepat itu menerima pinangannya.                                                                                     “Aku melihat keseriusanmu untuk memperistriku duhai Bondowoso, sehingga aku pun kagum akan keseriusanmu dan diam-diam aku pun menaruh hati padamu. Siang malam kuberdoa agar suatu hari nanti dapat dipertemukan kembali denganmu.”                Bondowoso yang mendengarnya pun diliputi rasa bahagia ketika mengetahui bahwa kini Roro Jonggrang telah menaruh hati padanya. Bondowoso pun berjanji akan segera meminang Roro Jonggrang dan mengubah sifat buruknya. Ia berjanji akan berlaku baik dan adil terhadap rakyatnya. Ternyata ketulusan dan cinta kasihlah yang mampu merubah Bondowoso menjadi pribadi yang baik. Pesta pernikahan pun digelar untuk merayakan hari pernikahan mereka. Mereka berdua pun hidup bahagia selamanya.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar