Isyarat Dibalik Mimpi
Suatu ketika aku sedang duduk termenung di depan
jendela kamar sambil memandangi pantai. Ombak bergulung-gulung sesekali
menghamparkan ombaknya ke batu karang, sore hari menjelang magrib nampak
matahari yang terbenam menambah keindahan di pantai ini. Seakan perasaan cemas mimpi
semalam hilang begitu saja. Lalu Ibu datang menghampiriku yang sedang termenung
di depan jendela kamar yang sedang memandangi pantai.
“Apa yang sedang kau pikirkan Nak? Apakah kau
sedang punya masalah? Cobalah berbagi cerita dengan Ibu.”
“Emm..emm.. tidak Bu aku tidak memikirkan
apa-apa dan aku tidak punya masalah, tenang saja Bu aku baik-baik saja kok.”
”Jangan bohong ya Nak, jika kamu punya masalah
jangan sungkan cerita dengan Ibu.”
“Baik bu…” katanya sambil tersenyum manis.
“Yasudah kalau begitu Ibu mau merapikan
barang-barang Ayah yang akan dibawa keluar kota esok hari. Oh iya Ratna hari
sudah malam tutuplah jendela kamarmu.”
“Baik Bu.”
*****
Setelah aku tutup jendela kamar, aku segera ke
kamar Ibu, terlihat Ibu sedang sibuk mengemas barang-barang yang akan dibawa
oleh ayah keluar kota esok hari.
“Bu sini aku bantu mengemas barang-barang yang
akan dibawa ayah esok. Ibu sedang sakit ya? sebaiknya Ibu istirahat saja, biar
yang mengemas barang-barang aku.”
“Tidak Nak, Ibu baik-baik saja,” dengan wajah
pucat dan batuk-batuk.
“Tuhkan benar kataku Ibu sedang sakit muka Ibu
terlihatpucat sekali.”
“Ini hanya kecapaian saja Nak.”
“Kalau begitu aku ambilkan obat dan air dulu
ya Bu, Ibu berbaring saja di tempat tidur.”
Ketika Ibu sudah meminum obat, aku kembali
mengemas barang. Ketika aku sedang mengemas barang-barang yang akan dibawa ayah
esok hari, sepulang kerja Ayah langsung menghampiri Ibu yang sedang terbaring
di kasur dengan wajah pucat.
“Ibu ada apa dengan mu? tubuhmu terlihat lemas
sekali.”
“Tidak
Ibu tak apa-apa kok yah, Ibu hanya butuh istirahat sebentar saja.”
“yasudah kalau begitu Ibu istirahat saja! Oh
iya bu, anak kita yang cantik itu kemana ya? (Ayah belum mengetahui keberadaan
Ratna). Aku ada hadiah untuk Ratna.”
“Coba ayah menoleh ke sebelah kanan.”
Ayah menolehkan kepala ke sebelah kanan dan
berkata,“ waaah.. rupanya anak kesayangan Ayah ada di sana. Sedang apa kamu
Nak?”
“Em… ini Yah, aku sedang mengemas
barang-barang yang akan ayah bawa ke luar kota esok.”
“Waaah rajin sekali anak Ayah, sini sayang Ayah
ada hadiah ulang tahun untukmu”.
Dengan wajah bingung dan bertanya,” Yah kan ulang
tahunku masih dua hari lagi, kenapa ayah memberikan hadiahnya sekarang?”
”Maafkan Ayah Nak, Ayah tak bisa menemanimu
saat kau ulang tahun nanti. Ayah harus melaksanakan tugas ke luar kota.” Kemudian
ayah memberikan kadonya kepadaku.
“Baiklah Ayah, terimakasih ya Ayah atas hadiah
dan doanya, semoga di ulang tahunku berikutnya kita dapat merayakan dan
berkumpul bersama ya.” Dengan nada sedih.
Ayah dan Ibu tersenyum dan memeluk erat putri
semata wayangnya. Karena hari semakin malam, aku pamit kepada Ayah dan Ibu
untuk kembali ke kamarku.
*****
Pukul 04.30 pagi aku, Ibu, dan Ayah sudah
bangun. Ayah segera mandi, sedangkan Ibu merapikan dan memeriksa kelengkapan
barang yang akan dibawa ayah. Sementara
aku pun mandi agar tidak terlambat ke sekolah. Jarak rumah ke bandara yang jauh
yaitu dengan membutuhkan waktu empat jam. Tepat pukul 06.00 pagi Ayah segera
pamit dan tak lupa Ayah menasihatiku untuk selalu jaga Ibu dengan baik karena belakangan
ini Ibu kurang sehat. Ibu harus jaga diri, pola makannya dijaga, dan rawat
baik-baik anak semata wayang ini,” kata ayah kepada Ibu. Begitu sebaliknya aku
dan ibu pun memberikan nasihat untuk Ayah dan jangan lupa selalu kabari keadaan
Ayah. Senyuman Ayah saat keluar rumah begitu tersirat di wajahku. Aku takut
akan mimpiku menjadi kenyataan karena ini pertama kalinya Ayah kerja keluar
kota. Aku mencoba memalingkan pikiranku dari mimpi yang belakangan ini hadir
dalam tidurku. Aku segera bergegas pamit dengan Ibu untuk berangkat sekolah.
Ayah bekerja keluar kota selama seminggu.
Ketika ayah sudah sampai di Bandara Soekarno Hatta, Ayah segera memberi kabar
kepada aku dan Ibu. Pukul 10.00 pagi ayah take of dari Bandara Soekarno
Hatta menuju Kalimantan. Ayah tiba di Bandara Tjilik Riwut kurang lebih dua jam
dan langsung melanjutkan perjalanan ke hotel. Pada saat Ayah berangkat sampai
ayah tiba di hotel Ayah selalu memberi kabar kepada aku dan Ibu. Siang itu
sekitar jam 13.00 Ayah SMS aku dan Ibu untuk memberi kabar.
Sehari sudah ku lewati tanpa sosok seorang Ayah
di rumah, suasana rumah di malam hari terasa begitu sunyi. Aku rindu akan
kehadiran canda, tawa, dan sapaan manja ayah. Tepat pukul 00.00 kotak musik
hadiah ulang tahun dari ayah berbunyi. Lantunan lagu dari kotak musik begitu
indah tapi aku sangat sedih di ulang tahunku kali ini tidak dapat merayakan
dengan Ayah.
Sudah tiga hari Ayah tidak memberikan kabar
kepada aku dan Ibu. Aku mulai resah dengan keadaan Ayah. Ayah setiap kali aku
telpon nyambung namun tidak ada jawaban darinya dan aku coba untuk SMS
tapi Ayah tidak juga membalas SMSku. Aku takut mimpi aku menjadi
kenyataan. Ibu pun terlihat cemas dan mulai jatuh sakit memikirkan keadaan
Ayah. Hati kecilku bertanya-tanya,” apakah Ayah sudah lupa dengan keluarga
kecilnya ini, apakah sesibuk itu Ayah tidak mengabari aku dan Ibu di rumah,
apakah Ayah tidak merasakan ikatan batin yang aku dan Ibu rasa selama kepergian
Ayah bertugas?” lagi-lagi aku teringat akan mimpiku, aku berharap mimpiku tak
kenyataan.
Menurut
perhitungan waktu seharusnya Ayah sudah pulang ke rumah, bahkan waktu
itu sudah terlewat tiga hari, Ayah sudah meninggalkan rumah selama sepuluh
hari. Mengapa sampai saat ini belum ada kabar dari Ayah. Tiba-tiba saja ketika
aku sedang di kamar handphone aku berdering, kukira Ayah meneleponku, rupanya
yang meneleponku teman dekat Ayah, ia merupakan orang kepercayaan keluargaku.
“Hallo selamat sore, apakah ini Dek Ratna
anaknya Pak Muis,?,” tanyanya.
“Sore Pak, iya benar saya Ratna anak Pak Muis.
Ada apa ya Pak?’’ jawab dengan nada lembut.
“Ratna ini Pak Galuh, Bapak hanya ingin
menyampaikan keadaan Ayahmu.”
“Iya Pak aku kenal sekali kok dengan suara
Bapak, ada apa dengan Ayah Ratna?’’ tanyaku dengan nada cemas.
“Maaf sebelumnya Ratna, Bapak baru memberi
tahumu, Bapak melihat Ayahmu datang ke hotel dan keluar hotel dengan wanita
cantik yang jauh lebih muda dari Ayahmu, tidak hanya itu saja Bapak sering melihat
Ayahmu pergi bersama, mereka terlihat mesra sekali.”
“Apa Pak? Gak-gak mungkin Ayahku seperti itu.”
Bentakku.
“Kalau kamu tidak percaya Bapak akan ngirim
foto-foto Ayahmu bersama wanita itu.”
“Yasudah Pak aku tunggu ya buktinya! maaf jika
aku kurang sopan. Oh ya Pak, jika Bapak sedang dengan Ayahku sampaikan Aku dan
Ibu rindu. Ibu sedang jatuh sakit memikirkan keadaan Ayah yang tidak ada kabar
selama seminggu lebih.”
“Baik Dek Ratna akan Bapak sampaikan,
sebaiknya cerita ini jangan diceritakan ke Ibumu dulu ya?”
“Iya Pak tenang saja.’’ Kataku mulai malas.
“Selamat sore Ratna.” Sambil menutup teleponnya.
Setelah selesai berbincang-bincang ditelepon
dengan Pak Galuh, sekitar lima menit terdengar dering WhatsApp. Rupanya
Pak Galuh memberikan bukti-bukti itu. Tak sanggup aku melihat foto-foto itu,
akupun menjatuhkan air mata dan hati seperti tangan yang terpotong pisau (perih
atau sakit). Aku tidak menyangka Ayahku seperti ini. Aku harus menjaga rahasia
ini dari Ibu, aku tidak ingin sakit ibu tambah parah. Aku harus menjaga,
merawat Ibu dengan sungguh-sungguh agar Ibu lekas sembuh dan bisa menemani
hidupku. Ternyata mimpi yang sering hadir dalam tidurku belakangan ini benar terjadi
dalam kehidupanku sekarang ini. Jam 20.00 Ayah meneleponku.
“Hallo apa kabar anakku?’’ tanya Ayah ditelpeon
dengan lembut.
“Baik.” Jawabku dengan singkat.
“Nak Ayah dengar Ibu sedang sakit ya? Bolehkah
Ayah berbicara dengan Ibu?’’
“Iya Ibu sedang sakit. Maaf Yah, Ibu sedang
istirahat tidak bisa diganggu. Ayah kemana aja baru telpon aku? Aku SMSin,
aku telponin tak pernah ada jawaban dari Ayah? Apakah Ayah sudah melupakan
Aku dan Ibu? Atau jangan-jangan Ayah punya perempuan simpanan di sana sehingga
lupa dengan Aku dan Ibu?” tanya aku dengan nada ketus dan nada tinggi.
‘’Nak Ayah tidak seperti itu dan memberikan
alasan lain…..”
“Tidak Aku sudah tau semuanya yang Ayah
lakukan di sana.”
“Kamu kenapa bisa berprasangka seperti itu
kepada Ayah?” tanya Ayah.
“Aku berani ngomong seperti ini karena
sudah ada bukti Yah, ternyata mimpi dan kecurigaan aku ini benar. Sebaiknya
Ayah segera cepat pulang Ibu sedang sakit karena memikirkan Ayah yang tak
pernah ada kabar selama seminggu ini.
“Iya Ayah besok pagi akan pulang ke rumah.
Maafkan Ayahmu ini Nak, Ayah khilaf aku sangat berdosa sekali denganmu dan
Ibumu.”
“Iya, sudah ya Yah aku mau tidur selamat
malam.”
“Malam anakku Ratna.”
*****
Keesokan harinya ketika aku pulang dari
sekolah, Ayah sudah tiba di rumah sedang merawat Ibu yang sedang sakit. Rasa
benci, kesal, dan marah aku kepada Ayah hilang ketika melihat Ayah sedang
merawat Ibu. Tapi jika teringat akan kejadian itu hatiku sakit sekali. Tapi aku
tidak boleh membencinya, bagaimana pun Ayah adalah orang tuaku yang harus aku
hormati. Aku berharap semoga kejadian ini tidak terulang lagi dan Ayah dapat mengambil
hikmah dari perbuatan yang ia lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar