Selasa, 22 April 2014

Cerita Pendek



Panti Lansia
            “Papa, pokoknya aku mau Nenek dititipkan di Panti Lansia.” Paksa aku. “Jenny, kita masih bisa merawat Nenek di sini.” Papa menolak usulanku. Bukan aku tidak senang Nenek tinggal bersama kami tapi kadang Nenek terlalu suka ikut campur urusanku. Sejak Mama meninggal dunia, Papa meminta Nenek untuk tinggal bersama kami dan untuk menemaniku jika Papa dinas ke luar kota. Awalnya aku senang ada yang menemani dan mengurusku. Namun lama-kelamaan aku mulai kesal dengan sikap Nenek yang over protective.
            “Bu, maafkan sikap Jenny ya.” Papa tidak enak hati pada ibunya sendiri. “Tidak apa, Tom. Jenny cuma belum mengerti mengapa Ibu melakukan ini. Dia anak kamu satu-satunya. Ibu ingin dia bergaul dengan teman-teman yang baik.” Aku diam saja mendengar penjelasan Nenek. “Baiklah, kalau Jenny menginginkan Nenek dititipkan di Panti Lansia.” Akhirnya Nenek menyetujui keinginanku. Aku tersenyum senang. “Tapi ada satu hal yang harus kamu ingat, Jenny,” Senyumanku langsung menghilang. “kamu harus bisa menjaga diri kamu sendiri, jangan kecewakan Papamu ya, Jen. Tidak masalah jika Nenek tinggal di Panti Lansia. Nenek bisa melakukan kegiatan yang Nenek sukai dan berjumpa dengan teman-teman baru yang sebaya.” Nenek tersenyum kepadaku.
            Sore ini aku dan Papa mengantarkan Nenek ke Panti Lansia Yayasan Kasih Sejahtera di kawasan Bogor. Panti berlantai dua itu lebih mirip apartemen dengan fasilitas lengkap dengan lingkungan yang asri dan sejuk serta dikelilingi pepohonan hijau di sekitarnya. Pantas saja Nenek bersemangat sekali untuk tinggal di sini.
            Aku berjalan seorang diri mengelilingi Panti. Aku ingin tahu apa saja yang dilakukan para lansia di sini. Gedung bercat biru langit ini terawat dengan baik. Di tiap lorong terdapat bangku-bangku panjang yang menghadap ke taman. Tiap pagi dan sore hari para lansia duduk-duduk santai. Seperti sekarang, banyak lansia saling bercengkerama di bangku ini. Panti ini hanya menampung lansia wanita berusia 50 tahun ke atas. Terdapat 30 kamar yang setiap kamarnya bisa diisi maksimal dua orang. Aku tahu dari pihak administrasi kalau lansia di sini bukan dari keluarga yang mampu saja. Panti ini juga menerima lansia yang kurang mampu. Lansia yang berasal dari kalangan menengah ke atas melakukan sistem subsidi silang. Bagi mereka yang kurang mampu tidak dibebankan biaya apapun. Ada juga yang membayar maksimum 50 persen dari uang pensiun mereka. Sedangkan dari kalangan menengah ke atas wajib membayar 1,5-2 juta per bulan.
            Setelah puas berjalan-jalan, aku pun duduk di bangku panjang yang masih kosong. Lalu kuambil sebotol air mineral dari dalam tas dan meminumnya. Kuamati satu per satu lansia yang sedang bercengkerama. Mereka tampak bahagia tetapi siapa yang tahu bahwa sebenarnya mereka sangat kesepian. Mereka merindukan suasana rumah dan ingin menghabiskan masa tuanya dengan keluarga.
            Aku mulai bertanya pada diriku apakah Nenek juga akan merasakan hal yang sama seperti lansia lainnya? Aku merasa jahat sekali kepada Nenekku sendiri. Tidak seharusnya aku melakukan ini padanya. Aku harus melakukan sesuatu.
            Aku menghampiri Nenek dan Papa yang berada di kamar tempat Nenek beristirahat. “Nek, Jenny minta maaf. Nggak seharusnya Jenny ngusir Nenek dari rumah. Maafin Jenny ya Nek.” Aku memeluk Nenek sambil terisak. “Nenek sudah memaafkan kamu, sayang.” Ucap Nenek sambil membelai rambutku. “Nenek mau kan kembali ke rumah? Kita tinggal bersama lagi ya Nek.” Aku memohon pada Nenek. “Kalau untuk sekarang tidak bisa, Jen. Nenek mau tinggal di sini untuk sementara waktu.” Aku sedih mendengar keputusan Nenek. “Aku janji selama Nenek di sini, aku akan sering mengunjungi Nenek. Aku akan membantu petugas di sini untuk merawat Nenek dan teman-teman Nenek.” Nenek tersenyum bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar