Rabu, 23 April 2014

Cerita Pendek




KAMU PANTAS, BUKAN PELAMPIASAN
Nur Sabila Istiana

    “Hai Tov, apa kabar?” Ucapku lirih tersapu angin. Aku duduk termenung sendiri di pantai. Seharusnya liburan bersama keluarga ini menjadi sangat menyenangkan, mengingat rutinitas seminggu ini padat sekali dan saatnya sekarang melepas penat. Tapi entahlah, seketika aku teringat tentang tiga tahun lalu ditempat ini kamu mengajakku bertemu, lalu aku menolak kemudian aku menyesal dan selalu berharap kau akan mengucapkan kalimat yang sama untuk bertemu lagi. Setelah tolakanku, kamu bagai karang ditepi pantai yang digulung ombak ke tengah laut sampai menghilang, aku mencarimu tapi tak dapat. Ingatan itu menjadikan aku ingin buru-buru meloncat ke hari esok dan meninggalkan tempat ini, sungguh.

Beginilah rutinitasku diluar hari libur, berangkat dan pulang kantor pada jam yang sama yang menurutku terlalu membosankan. Tapi tak apa, ditempat yang membosankan ini aku mendapat hadiah menyenangkan yaitu bisa bertemu sahabatku Claudy yang luar biasa bawel tetapi tetap menjadi manusia kesayanganku. Claudy adalah orang yang paling semangat menjodohkanku dengan berbagai macam model pria dari yang kemayu sampai yang tegap berdada lapang. Ya aku tau maksud dari semuanya, dia tidak ingin aku terus memikirkan Tovi lelaki yang menurutnya terlalu memuakkan.
“Apa yang kamu lamunkan Ra?" Jangan- jangan kamu memikirkan akan membayarkan kredit motorku bulan depan. Ngaku!!! baik sekali hahaa.” Claudy mendahulukan bicara saat makan malam di resto favorit mereka.
“Duh gajiku saja masih balapan di sirkuit untuk memenangkan pertandingan melawan kebiasaan belanjaku yang bikin tekor tiap bulan, sudah yuk balik.” sambil berdiri lalu meninggalkan tempat duduk.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku, kau melamunkan apa?”
tanpa aku menjawab pasti Claudy tahu bahwa Tovilah yang selalu memenangkan fikiran dan hatiku sampai detik ini.
Aku dapat meraih prestasiku dikantor, jabatanku naik dan aku dipindahkan bekerja ke Singapore sejak sebulan lalu, rasanya berat meninggalkan Bandung ditambah harus juga berjauhan dengan Claudy si master penghilang stres. Dengan niat mengejar karierku di negeri rantauan ini tak sengaja Aku bertemu sosok lain dari Tovi, sangat lain tapi terlalu menyedot perhatianku. Mereka sama tapi berbeda, yang membuatnya sama adalah bagaimana cara mereka menebar pesonanya. tanpa banyak kata bahkan tanpa aku mengenal mereka sebelumnya, aku juga heran mengapa aku bisa jatuh cinta tanpa terlebih dahulu berkomunikasi hanya batinku yang merasa sudah teralu dekat mengenalnya. “Ahh terlalu cepat” fikirku. Aku melihat ada sosok pengganti Toviku yang dulu dalam dirinya, oh ya aku pernah melihat name tag nya dia bernama Mavin. Mereka bagai Langit dan Bumi, cara berbicara, cara bersosialisasi, bentuk  tubuhnya, dan semua hal yang kuperhatikan dari Mavin membuatku tidak dapat melupakan Tovi. “Bagaimana aku harus menyikapi ini semua. Tuhan?” Aarrgggh aku tak bisa mengendalikan perasaanku sendiri, cerutukku.
Kali kedua aku bertubrukan dengan Mavin didepan lift. Ada terselip bahagia yang harus kututupi agar tidak ketahuan, Haruss!!” Mavin sekarang bukan lagi orang asing, aku sudah cukup mengenalnya karena kami satu kantor hanya saja berbeda lantai. Aku tak pernah menyangka kita dari negeri yang sama karena muka Mavin kebule-bulean. Kita jadi lebih sering bertemu dan mengobrol di acara silaturahmi teman-teman satu Negara, setidaknya kita merasa senasib seperjuangan.
Aku teridur pulas diruang tamu pagi itu karena kelelahan membereskan apartemenku, hanya hari liburlah waktu lenggang untuk memanjakan gubuk tercinta ini dengan memberikan perawatan ekstra. Hapeku bergetar kulihat nomer tak dikenal. Lalu, ku angkat.
“Pagi ra, kamu harus mandi sekarang ya… segera aku sampai disana” ----tut tuut tuttt----
Apa apaan ini ada orang menyuruhku seenaknya, tapi tak apalah aku memang harus segera mandi karena sudah hampir siang. Seusai mandi bel apartemenku berbunyi, saat membuka pintu aku langsung seperti kekurangan oksigen. Mavin berada di depanku dengan pesonanya yang tak perlu dipertanyakan, dia langsung menarikku menuju lift sambil berkata bahwa dia ingin aku menemaninya hari ini. Aku tak sempat membawa tas atau apapun itu. Dia membawaku kesuatu tempat yang akupun tak perna  h kesana.Tempat yang begitu romantis.
 “Ini terlalu romantis vin.” “apa ra?” “tidak, maaf, aku hanya mengigau.”Aku malu kalimat apa yang barusan aku ucapkan padahal dia hanya mengajakku pergi layaknya teman.
****
Aku berdiri melamun dijendela kantor saat sudah larut malam karena lembur,dan mulai menerka-nerka kemana lagi aku akan diajaknya pergi setelah berberapa kali dia menculikku untuk menemaninya jalan-jalan. Aku terlalu bahagia dengan keadaan sekarang bahkan Aku lupa kapan terakhir kali aku sebahagia ini semenjak kepergian Tov.... ah sudahlah aku tak ingin mengingatnya. Timbulah fikiran anehku bahwa jangan-jangan dia mulai menyukaiku dan ingin aku selalu ada untuknya. Disisi lain ada sedikit raguku akan semua ini, ragu kalau dia juga  akan meninggalkanku tanpa jejak suatu hari nanti.
Lamunanku buyar ketika ada seorang yang mengagetkanku dari belakang. “hai ra apa yang sedang kamu fikirkan? Malam-malam begini bengong dijendela?” kata Mavin dengan nada datar.
“aah..emm..gak apa-apa ko cuma mau ngadem aja disini, sumpek liat kerjaan terus ga ada abisnya,” jawab maira gugup,wajahnya menyiratkan bahagia karena orang yang tidak disangka muncul dihadapannya  malah datang untuk menjemputnya.
Di perjalanan pulang tanpa basa-basi mavin membelokan mobilnya ke salah satu restoran ternama di Singapore,tempat favorit mavin namanya Restoran Asian  ‘KU DE TA’. ”Loh kok?” kata Maira sedikit bingung.
“kau lapar kan? Kita makan saja dulu disini sambil ngombrol-ngobrol. Tak keberatan kan?”
“yaa sebenarnya sih aku sudah lelah, tapi tak apalah berhubung perutku sudah tidak sabar untuk diisi makanan.” Sambil tersenyum manis ala bintang sinetron.
Merekapun mengobrol asyik tentang berbagai hal, ketika mavin ingin bercerita tentang sahabatnya obrolanpun teputus ketika hidangan disajikan oleh pelayan yang sangat ramah di tempat mereka duduk. ”Hidangannya sangat menggugah selera sampai akupun tak bisa berkedip melihatnya, rasanya ingin cepat-cepat menghabiskan semua makanan yang ada di depanku. Apalagi  makanan ini gratis,” kataku dalam hati.
Hari-haripun berjalan menyenangkan, aku dan mavin seperti terikat batin. Dia sering menghabiskan waktunya denganku diluar jam kerja, kami mulai mengerti dan memahami satu sama lain.Aku juga terasa nyaman ketika ada didekatnya, begitupun sebaliknya. Hingga saat itupun tiba, mavin mengajakku untuk bertemu kliennya di daerah dekat dataran tinggi yaitu Bukit Timah yang ada di Singapore.
Sesampainya disana aku terkejut melihat alam Bukit Timah yang begitu indah yang belum pernah aku lihat selama aku tinggal di Singapore ini, jam menunjukan pukul 17.00 sore. Terlihat awan orens dan abu-abu terang yang menghiasi langit sore itu, Bukit yang terbentang luas dan sangat tinggi rasanya aku ingin menggapainya, terlihat bebatuan yang menjulang tinggi tidak beraturan namun enak dipandang, hutan-hutan, danau dan keajaiban lainnya begitu indah.
Kita langsung mencari 2 kamar villa disana untuk menginap satu malam, karena mavin bilang kalau ia akan bertemu kliennya malam nanti dan pastinya mereka tidak akan bisa pulang saat itu juga karena selesainya pasti sudah larut malam.
Jam menunjukan pukul 19.00. Kami bersipa- siap untuk pergi keluar bertemu klaen. Lalu, mavin menjalankan mobilnya cukup pelan, iya terlihat sedikit pendiam saat ini.
“Vin kau kenapa sudah cukup lama kita diperjalanan dan kau hanya diam?” Maira memecahkan suasana hening.
“eeeh ngga ga apa-apa kok, aku lagi males aja ngomong sama orang bawel kaya kamu.”
“iih aku ga bawel tau kamu aja yang tiba-tiba aneh, jangan jutek gitu dong ntar kliennya pada kabur looh.” ucap Maira sambil meledek.
Tiba-tiba mobil yang dikendarai Mavin berhenti, tak sadar ia sudah sampai. Betapa tekejutnya Maira ketika meliha ke arah jendela pemandangannya begitu indaah seperti ada di atas bintang,  melebihi pemandangan yang ia lihat diawal sesampai tadi. Lalu, ia diajak keluar mobil oleh Mavin. Sebelum keluar, Mairan bertanya heran dan polosnya.“Looh Vin ko kita ketemu klien ditempat kaya gini? emang klien kamu sukanya yang romantis-romantis gitu ya?”
“udaah turun aja dulu sini jangan banyak nanya bawel,” jawab Mavin so’ cool sambil menarik lengan Maira.
“Waaaah bagus banget aku belum pernah seperti ada di atas bintang kaya gini, walaupun ternyata itu hanya lampu-lampu rumah dan jalanan yang tersusun tak beraturan di bawah sana, karena gelapnya malam penerang itu seperti bintang-bintang yang berkedip,” kata Maira.
“Ia kamu bener disini tuh tempat terindah yang pernah aku temui. Aku bisa melepas segala penat kalau sedang libur kerja.”kata Mavin. “Ra sebenarnya aku bohong sama kamu, tidak ada klaen yang mau aku temui.” Lanjut Mavin dengan raut wajah yang tak berdosa.
“Haah, terus ngapain kamu ajak aku kesini vin?”
Mavinpun duduk di tepi jembatan sambil melihat langit yang dipenuhi bintang, suasana menjadi hening entah apa yang difikirkan mereka.
“Ra aku mau ngomong serius sama kamu.” kata Mavin
Maira menghampiri Mavin dan duduk disebelahnya dengan raut wajah yang sedikit tegang, “serius? ngomong aja aku dengerin kok Vin.”
“Akuuu, eemmm, akuu sayang  kamu Ra, setelah aku kenal kamu hidup ini semakin berwarna, setelah lihat senyum kamu rasanya hati ini tenang banget, dan semakin lama aku kenal kamu hidup ini begitu Indah, boleh ga kalau aku ingin menjaga senyum kamu selama hidup di dunia ini?”ucap Mavin sambil menatap ke arah Maira.
Matanya sangat tulus, menatap tajam kearahku. Hembusan nafasnya sangat terasa diwajahku, rasanya jantung ini tidak sangup lagi mengatur detak jantung yg semakin kencang. Tapi, ada perasaan sakit di dada ini. Suasana hening sesaat. “Maaf, aku tidak bisa Vin.” air matapu menetes dengan sendirinya. “aku takut kalau aku terima kamu rasa ini gak tulus untuk kamu, kalau melihat kamu aku selalu inget sama pacarku yang dulu hilang tanpa jejak, aku takut kalau aku terima kamu karena dihatiku kamu seperti pacarku itu Vin. Maaf kalau aku sudah memberi harapan banyak sama kamu.”katanya lirih tak sanggup berbicara seperti itu.
****
Aku tidak menyangka ternyata dia mengutarakan isi hatinya malam itu. Setelah kejadian itu, aku dan dia melupakan segala hal yang telah terjadi. Kami tetap menjadi sahabat dekat yang selalu berbagi satu sama lain walau ada sedikit kecanggungan yang terlintas di benakku. Tapi, dia memahami kisah masa laluku.
Kontrak kerjaku pun selesai di Singapore dan aku akan pulang ke tempat asal di Bandung. Sebelum keberangkatanku ke Indonesia aku pamit dengan Mavin, kita bertemu di Apartemen. Matanya tidak bisa berbohong terlihat jelas bahwa ia sedang merasakan kesedihan. Entahlah, apa yang harus aku lakukan saat ini, aku bingung. Tuhan.
“Vin makasih ya udah mau nemenin aku selama aku tugas di sini, udah mau jagain aku, udah mau dengerin cuhatku kalo lagi seneng atau sedih, selalu ngertiin dan perhatian sama aku, makasiiih banget kamu udah jadi yang terbaik dalam hidupku.” tak sadar air matapun menentes lagi dan langsung bergegas pergi meninggalkan Mavin.”
Mavin tak tahu mau berkata apa lagi, air matanya sudah berlinang, dengan cepat iya menarik tangan Maira dan memeluknya erat.”Maira jangan pergi, aku mohon, aku sayang banget sama kamu, aku gak bisa terus membohongi  perasa ini Ra, terlalu sakit untuk dipendam. Tangisan Mairapun pecah dan semakin sesak di dada.
Maira mulai berpikir dalam hati, Memang sudah saatnya ia melupakan masa lalunya yang tak jelas berada dimana, tak pernah memikirkannya pula, tidak baik terpuruk dalam masa lalu yang tak pantas diingat. Toh, sekarang sudah ada orang yang benar-benar menyayanginya dengan amat tulus. Akhirnya Maira sadar bahwa ia harus melihat masa depan bersama orang yang mencintainya serta ia cintai untuk hidup lebih baik lagi.
“Akuu, aku juga sayaang banget sama kamu Vin, aku gak mau kehilangan kamu.”kata Maira dengan bibir bergetar tetapi hatinya begitu lega dan senang.
Mavin merasakan bahagia yang tak terkalahkan oleh apapun, merekapun akhirnya pulang bersama dengan sebercik senyuman ke Indonesia, tepatnya ke kota Bandung tempat Maira dilahirkan untuk meminta izin kepada kedua orang tua Maira untuk menjaga Maira selama masa hidupnya di Dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar