KAMU PANTAS, BUKAN PELAMPIASAN
Nur Sabila Istiana
Beginilah rutinitasku diluar hari
libur, berangkat dan pulang kantor pada jam yang sama yang menurutku terlalu
membosankan. Tapi tak apa, ditempat yang membosankan ini aku mendapat hadiah
menyenangkan yaitu bisa bertemu sahabatku Claudy yang luar biasa bawel tetapi
tetap menjadi manusia kesayanganku. Claudy adalah orang yang paling semangat
menjodohkanku dengan berbagai macam model pria dari yang kemayu sampai yang
tegap berdada lapang. Ya aku tau maksud dari semuanya, dia tidak ingin aku
terus memikirkan Tovi lelaki yang menurutnya terlalu memuakkan.
“Apa yang kamu lamunkan Ra?" Jangan-
jangan kamu memikirkan akan membayarkan kredit motorku bulan depan. Ngaku!!! baik
sekali hahaa.” Claudy mendahulukan bicara saat makan malam di resto favorit
mereka.
“Duh gajiku saja masih balapan di sirkuit untuk memenangkan pertandingan
melawan kebiasaan belanjaku yang bikin tekor tiap bulan, sudah yuk balik.”
sambil berdiri lalu meninggalkan tempat duduk.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku, kau
melamunkan apa?”
tanpa aku menjawab pasti Claudy tahu
bahwa Tovilah yang selalu memenangkan fikiran dan hatiku sampai detik ini.
Aku dapat meraih prestasiku dikantor, jabatanku
naik dan aku dipindahkan bekerja ke Singapore sejak sebulan lalu, rasanya berat
meninggalkan Bandung ditambah harus juga berjauhan dengan Claudy si master
penghilang stres. Dengan niat mengejar karierku di negeri rantauan ini tak
sengaja Aku bertemu sosok lain dari Tovi, sangat lain tapi terlalu menyedot
perhatianku. Mereka sama tapi berbeda, yang membuatnya sama adalah bagaimana
cara mereka menebar pesonanya. tanpa banyak kata bahkan tanpa aku mengenal
mereka sebelumnya, aku juga heran mengapa aku bisa jatuh cinta tanpa terlebih
dahulu berkomunikasi hanya batinku yang merasa sudah teralu dekat mengenalnya.
“Ahh terlalu cepat” fikirku. Aku melihat ada sosok pengganti Toviku yang dulu dalam
dirinya, oh ya aku pernah melihat name tag nya dia bernama Mavin. Mereka bagai
Langit dan Bumi, cara berbicara, cara bersosialisasi, bentuk tubuhnya, dan semua hal yang kuperhatikan dari
Mavin membuatku tidak dapat melupakan Tovi. “Bagaimana aku harus menyikapi ini
semua. Tuhan?” Aarrgggh aku tak bisa mengendalikan perasaanku sendiri, cerutukku.
Kali kedua aku bertubrukan dengan
Mavin didepan lift. Ada terselip bahagia yang harus kututupi agar tidak
ketahuan, Haruss!!” Mavin sekarang bukan lagi orang asing, aku sudah cukup
mengenalnya karena kami satu kantor hanya saja berbeda lantai. Aku tak pernah
menyangka kita dari negeri yang sama karena muka Mavin kebule-bulean. Kita jadi
lebih sering bertemu dan mengobrol di acara silaturahmi teman-teman satu Negara,
setidaknya kita merasa senasib seperjuangan.
Aku teridur pulas diruang tamu pagi
itu karena kelelahan membereskan apartemenku, hanya hari liburlah waktu
lenggang untuk memanjakan gubuk tercinta ini dengan memberikan perawatan
ekstra. Hapeku bergetar kulihat nomer tak dikenal. Lalu, ku angkat.
“Pagi ra, kamu harus mandi sekarang ya…
segera aku sampai disana” ----tut tuut tuttt----
Apa apaan ini ada orang menyuruhku
seenaknya, tapi tak apalah aku memang harus segera mandi karena sudah hampir
siang. Seusai mandi bel apartemenku berbunyi, saat membuka pintu aku langsung
seperti kekurangan oksigen. Mavin berada di depanku dengan pesonanya yang tak
perlu dipertanyakan, dia langsung menarikku menuju lift sambil berkata bahwa
dia ingin aku menemaninya hari ini. Aku tak sempat membawa tas atau apapun itu.
Dia membawaku kesuatu tempat yang akupun tak perna h kesana.Tempat yang begitu romantis.
“Ini terlalu romantis vin.” “apa ra?” “tidak,
maaf, aku hanya mengigau.”Aku malu kalimat apa yang barusan aku ucapkan padahal
dia hanya mengajakku pergi layaknya teman.
****
Aku berdiri melamun dijendela kantor
saat sudah larut malam karena lembur,dan mulai menerka-nerka kemana lagi aku akan
diajaknya pergi setelah berberapa kali dia menculikku untuk menemaninya
jalan-jalan. Aku terlalu bahagia dengan keadaan sekarang bahkan Aku lupa kapan
terakhir kali aku sebahagia ini semenjak kepergian Tov.... ah sudahlah aku tak
ingin mengingatnya. Timbulah fikiran anehku bahwa jangan-jangan dia mulai
menyukaiku dan ingin aku selalu ada untuknya. Disisi lain ada sedikit raguku
akan semua ini, ragu kalau dia juga akan
meninggalkanku tanpa jejak suatu hari nanti.
Lamunanku buyar ketika ada seorang
yang mengagetkanku dari belakang. “hai ra apa yang sedang kamu fikirkan? Malam-malam
begini bengong dijendela?” kata Mavin dengan nada datar.
“aah..emm..gak apa-apa ko cuma mau
ngadem aja disini, sumpek liat kerjaan terus ga ada abisnya,” jawab maira gugup,wajahnya
menyiratkan bahagia karena orang yang tidak disangka muncul dihadapannya malah datang untuk menjemputnya.
Di perjalanan pulang tanpa basa-basi
mavin membelokan mobilnya ke salah satu restoran ternama di Singapore,tempat favorit
mavin namanya Restoran Asian ‘KU DE TA’.
”Loh kok?” kata Maira sedikit bingung.
“kau lapar kan? Kita makan saja dulu
disini sambil ngombrol-ngobrol. Tak keberatan kan?”
“yaa sebenarnya sih aku sudah lelah,
tapi tak apalah berhubung perutku sudah tidak sabar untuk diisi makanan.”
Sambil tersenyum manis ala bintang sinetron.
Merekapun mengobrol asyik tentang
berbagai hal, ketika mavin ingin bercerita tentang sahabatnya obrolanpun
teputus ketika hidangan disajikan oleh pelayan yang sangat ramah di tempat
mereka duduk. ”Hidangannya sangat menggugah selera sampai akupun tak bisa
berkedip melihatnya, rasanya ingin cepat-cepat menghabiskan semua makanan yang
ada di depanku. Apalagi makanan ini
gratis,” kataku dalam hati.
Hari-haripun berjalan menyenangkan, aku
dan mavin seperti terikat batin. Dia sering menghabiskan waktunya denganku
diluar jam kerja, kami mulai mengerti dan memahami satu sama lain.Aku juga
terasa nyaman ketika ada didekatnya, begitupun sebaliknya. Hingga saat itupun tiba,
mavin mengajakku untuk bertemu kliennya di daerah dekat dataran tinggi yaitu
Bukit Timah yang ada di Singapore.
Sesampainya disana aku terkejut
melihat alam Bukit Timah yang begitu indah yang belum pernah aku lihat selama
aku tinggal di Singapore ini, jam menunjukan pukul 17.00 sore. Terlihat awan
orens dan abu-abu terang yang menghiasi langit sore itu, Bukit yang terbentang
luas dan sangat tinggi rasanya aku ingin menggapainya, terlihat bebatuan yang
menjulang tinggi tidak beraturan namun enak dipandang, hutan-hutan, danau dan
keajaiban lainnya begitu indah.
Kita langsung mencari 2 kamar villa
disana untuk menginap satu malam, karena mavin bilang kalau ia akan bertemu kliennya
malam nanti dan pastinya mereka tidak akan bisa pulang saat itu juga karena
selesainya pasti sudah larut malam.
Jam menunjukan pukul 19.00. Kami
bersipa- siap untuk pergi keluar bertemu klaen. Lalu, mavin menjalankan mobilnya
cukup pelan, iya terlihat sedikit pendiam saat ini.
“Vin kau kenapa sudah cukup lama kita
diperjalanan dan kau hanya diam?” Maira memecahkan suasana hening.
“eeeh ngga ga apa-apa kok, aku lagi
males aja ngomong sama orang bawel kaya kamu.”
“iih aku ga bawel tau kamu aja yang
tiba-tiba aneh, jangan jutek gitu dong ntar kliennya pada kabur looh.” ucap
Maira sambil meledek.
Tiba-tiba mobil yang dikendarai Mavin
berhenti, tak sadar ia sudah sampai. Betapa tekejutnya Maira ketika meliha ke
arah jendela pemandangannya begitu indaah seperti ada di atas bintang, melebihi pemandangan yang ia lihat diawal sesampai
tadi. Lalu, ia diajak keluar mobil oleh Mavin. Sebelum keluar, Mairan bertanya
heran dan polosnya.“Looh Vin ko kita ketemu klien ditempat kaya gini? emang klien
kamu sukanya yang romantis-romantis gitu ya?”
“udaah turun aja dulu sini jangan
banyak nanya bawel,” jawab Mavin so’ cool sambil menarik lengan Maira.
“Waaaah bagus banget aku belum pernah seperti
ada di atas bintang kaya gini, walaupun ternyata itu hanya lampu-lampu rumah
dan jalanan yang tersusun tak beraturan di bawah sana, karena gelapnya malam
penerang itu seperti bintang-bintang yang berkedip,” kata Maira.
“Ia kamu bener disini tuh tempat
terindah yang pernah aku temui. Aku bisa melepas segala penat kalau sedang
libur kerja.”kata Mavin. “Ra sebenarnya aku bohong sama kamu, tidak ada klaen
yang mau aku temui.” Lanjut Mavin dengan raut wajah yang tak berdosa.
“Haah, terus ngapain kamu ajak aku
kesini vin?”
Mavinpun duduk di tepi jembatan sambil
melihat langit yang dipenuhi bintang, suasana menjadi hening entah apa yang
difikirkan mereka.
“Ra aku mau ngomong serius sama kamu.”
kata Mavin
Maira menghampiri Mavin dan duduk
disebelahnya dengan raut wajah yang sedikit tegang, “serius? ngomong aja aku
dengerin kok Vin.”
“Akuuu, eemmm, akuu sayang kamu Ra, setelah aku kenal kamu hidup ini semakin
berwarna, setelah lihat senyum kamu rasanya hati ini tenang banget, dan semakin
lama aku kenal kamu hidup ini begitu Indah, boleh ga kalau aku ingin menjaga
senyum kamu selama hidup di dunia ini?”ucap Mavin sambil menatap ke arah Maira.
Matanya sangat tulus, menatap tajam
kearahku. Hembusan nafasnya sangat terasa diwajahku, rasanya jantung ini tidak
sangup lagi mengatur detak jantung yg semakin kencang. Tapi, ada perasaan sakit
di dada ini. Suasana hening sesaat. “Maaf, aku tidak bisa Vin.” air matapu
menetes dengan sendirinya. “aku takut kalau aku terima kamu rasa ini gak tulus
untuk kamu, kalau melihat kamu aku selalu inget sama pacarku yang dulu hilang
tanpa jejak, aku takut kalau aku terima kamu karena dihatiku kamu seperti
pacarku itu Vin. Maaf kalau aku sudah memberi harapan banyak sama kamu.”katanya
lirih tak sanggup berbicara seperti itu.
****
Aku tidak menyangka ternyata dia mengutarakan
isi hatinya malam itu. Setelah kejadian itu, aku dan dia melupakan segala hal
yang telah terjadi. Kami tetap menjadi sahabat dekat yang selalu berbagi satu
sama lain walau ada sedikit kecanggungan yang terlintas di benakku. Tapi, dia
memahami kisah masa laluku.
Kontrak kerjaku pun selesai di
Singapore dan aku akan pulang ke tempat asal di Bandung. Sebelum
keberangkatanku ke Indonesia aku pamit dengan Mavin, kita bertemu di Apartemen.
Matanya tidak bisa berbohong terlihat jelas bahwa ia sedang merasakan
kesedihan. Entahlah, apa yang harus aku lakukan saat ini, aku bingung. Tuhan.
“Vin makasih ya udah mau nemenin aku
selama aku tugas di sini, udah mau jagain aku, udah mau dengerin cuhatku kalo
lagi seneng atau sedih, selalu ngertiin dan perhatian sama aku, makasiiih
banget kamu udah jadi yang terbaik dalam hidupku.” tak sadar air matapun menentes
lagi dan langsung bergegas pergi meninggalkan Mavin.”
Mavin tak tahu mau berkata apa lagi,
air matanya sudah berlinang, dengan cepat iya menarik tangan Maira dan
memeluknya erat.”Maira jangan pergi, aku mohon, aku sayang banget sama kamu,
aku gak bisa terus membohongi perasa ini
Ra, terlalu sakit untuk dipendam. Tangisan Mairapun pecah dan semakin sesak di
dada.
Maira mulai berpikir dalam hati, Memang
sudah saatnya ia melupakan masa lalunya yang tak jelas berada dimana, tak
pernah memikirkannya pula, tidak baik terpuruk dalam masa lalu yang tak pantas
diingat. Toh, sekarang sudah ada orang yang benar-benar menyayanginya dengan
amat tulus. Akhirnya Maira sadar bahwa ia harus melihat masa depan bersama
orang yang mencintainya serta ia cintai untuk hidup lebih baik lagi.
“Akuu, aku juga sayaang banget sama
kamu Vin, aku gak mau kehilangan kamu.”kata Maira dengan bibir bergetar tetapi
hatinya begitu lega dan senang.
Mavin merasakan bahagia yang tak
terkalahkan oleh apapun, merekapun akhirnya pulang bersama dengan sebercik
senyuman ke Indonesia, tepatnya ke kota Bandung tempat Maira dilahirkan untuk
meminta izin kepada kedua orang tua Maira untuk menjaga Maira selama masa
hidupnya di Dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar