BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH
Oleh: Sri Wahyuni (1112046100022)
Alkisah, hiduplah
sebuah keluarga yang hidup dengan tenteram dan damai. Keluarga ini terdiri dari
ayah, ibu dan anak semata wayangnya bernama Bawang Putih. Namun, ketenteraman dan
kedamaian ini terganggu lantaran si ibu jatuh sakit dan akhirnya meninggal.
Kejadian tersebut membuat keluarga kecil itu bersedih karena kehilangan orang
yang dicintai.
Tak jauh dari rumah
mereka, tinggalah seorang janda dan putrinya bernama Bawang Merah. Ketika ibu
Bawang Putih telah meninggal, kedua orang ini sering datang ke rumah Bawang
Putih. Pada awalnya, antara ibu Bawang Merah dengan ayah Bawang Putih hanya
saling berbincang saja. Namun, lama-kelamaan, timbul juga pemikiran di pikiran
ayah Bawang Putih untuk mempersunting ibu Bawang Merah. Ayah Bawang Putih tidak
ingin putri semata wayangnya tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu.
Setelah berdiskusi
dengan Bawang Putih, keduanya pun melangsungkan pernikahan. Saat baru menikah,
ibu tiri dan Bawang Merah sangat baik terhadap Bawang Putih. Akan tetapi,
ternyata itu hanyalah kamuflase keduanya. Diam-diam, keduanya
merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Bawang Putih.
Maka, ibu tiri dan
Bawang Merah menyuruh Bawang Putih melakukan banyak pekerjaan rumah yang
berat-berat. Tentunya, semua beban ini tidak diceritakan Bawang Putih kepada
ayahnya. Lagipula, setelah menikah dengan ibu Bawang Merah, ayahnya bukannya
kunjung bahagia melainkan malah sakit-sakitan yang berujung pada kematiannya.
Bawang Putih yang sedih mengetahui dirinya
sebatang kara tetap tak bisa berbuat apapun dihadapan ibu tiri dan Bawang
Merah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah mematuhi perintah ibu dan
saudara tirinya. Bawang Putih berharap keduanya bisa berubah. Namun, mereka
malah semakin menjadi-jadi.
Suatu hari, ketika
Bawang Putih pergi ke sungai untuk mencuci, baju kesayangan ibu tirinya hanyut
terbawa arus sungai. Bawang Putih melapor kepada ibu tirinya. Namun, bukannya
mengasihaninya, ibu tiri Bawang Putih malah menyuruh untuk mencarinya sampai
ketemu. Jika tidak, Bawang Putih tidak diperbolehkan pulang.
Bawang Putih menyusuri
sungai untuk mencari baju kesayangan ibu tirinya. Namun, sejauh kakinya
melangkah, ia tidak menemukan baju kesayangan ibunya. Padahal hari sudah malam.
Bawang Putih hampir saja menangis jika tidak melihat lampu minyak di gubuk tepi
sungai. Bawang Putih pun menghampirinya.
*****
Tok.
Tok. Tok. Bawang Putih mengetuk pintu gubug itu, Kemudian ada seseorang nenek membuka pintu.
“Siapa kamu Nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang
Putih Nek, tadi saya sedang mencari baju ibu tiri saya yang hanyut di sungai,
tapi saya malah kemalaman, bolehkah saya tinggal semalam di sisni Nek?”. Ujar
Bawang Putih.
“Tapi gubuk ini sangat kecil dan banyak nyamuk
Nak”.
“Tidak mengapa Nek, yang penting saya ada
tempat berlindung sementara malam ini”.
“Tapi kalau boleh nenek tahu apakah baju yang
kamu cari itu baju yang berwarna merah
jambu ini?.
“Iya Nek, benar sekali, bolehkah saya mengambil
baju itu Nek?”.
“Baiklah Nak, kau boleh mengambil baju ini dan
kau juga boleh menginap di sini, tapi ada satu syarat, kamu harus tinggal di
sini sampai anak nenek sembuh”
Bawang
Putih pun langsung melihat keadaan anak nenek itu yang tepatnya berada di ruang
depan pintu, wajah pemuda (anak nenek) itu terlihat dipenuhi dengan koreng dan
nanah, karena Bawang Putih merasa iba, akhirnya Bawang pun menyetujui
persyaratan dari nenek itu. Pada malam itu nenek bercerita tentang anaknya yang
sedang sakit itu, bahwa anaknya itu telah dikutuk oleh seorang wanita sihir
yang mempunyai dendam kepada keluarganya, yang akhirnya anaknya ini menjadi
pelampiasan dendam wanita sihir itu sehingga wajahnya menjadi buruk rupa dan
tidak sadar-sadar sampai saat ini. Lalu Bawang Putih pun berkata: “Apakah
mantra wanita sihir itu masih bisa dipecahkan Nek?”. Akan tetapi nenek hanya
diam dan masih merahasiakan sesuatu kepada Bawang Putih
Keesokan harinya Bawang Putih di minta nenek
untuk mencarikan obat-obatan di hutan, setibanya bawang putih di hutan dia
menemukan sebuah daun yang berwarna emas, dan dia berpikir bahwa daun itu pasti
bisa menyembuhkan penyakit pemuda itu. Setibanya di gubuk, Bawang Putih
langsung memberi tahukan kepada nenek tentang daun emas itu. Kemudian nenek langsung
meminumkan ramuan dari daun emas kepada pemuda itu. Alhasil pemuda itu pun
mulai terbangun dari tidur panjangnya, akan tetapi badannya masih terbujur
kaku, dan nenek pun sangat merasa senang melihat perkembangan anaknya itu, dan
Bawang Putih pun tersenyum.
Akhirnya Bawang Putih menagih janji nenek itu
yang akan memberikan baju milik ibu tirinya jika anaknya sudah sembuh, dan
akhirnya nenek memberikan baju milik ibu tiri Bawang Putih, walau pun
sebenarnya berat hati sang nenek untuk melepas pergi Bawang Putih. Dan akhirnya
Bawang putih pulang ke rumahnya.
Setibanya di rumah, Bawang Putih pun langsung
menemui ibu tirinya untuk memberikan baju milik ibu tirinya itu. Akan tepi ibu
tiri Bawang Putih marah dan berkata:
“Dari mana saja kamu sudah sekian lamanya kamu
baru pulang?”.
“Maaf ibu saya selama ini tinggal di sebuah
gubug karena ada seorang nenek yang menemukan baju itu dan saya diberikan
syarat untuk tinggal di sana jika ingin bajunya dikembalikan”
“dasar anak bodoh”. (ibu tirinya sambil
mendorong Bawang Putih sampai terjatuh).
Bawang
Putih pun menangis dan langsung lari ke dalam kamarnya. Di rumahnya dia selalu
di siksa oleh ibu dan saudara tirinya, setiap hari Bawang Putih selalu di caci
maki dan di pekerjakan seperti pembantu di rumahnya sendiri. Hari pun sudah
mulai malam, Bawang Putih mulai merasakan lapar, karena belum makan dari pagi,
kemudian Bawang Putih pergi ke dapur untuk mencari makanan, akan tetapi Bawang Putih
tidak menemui makanan sedikit pun. Bawang
Putih pun merasa jenuh dengan keadaan seperti saat ini. Dan beberapa bulan
kemudian Bawang Putih teringat kepada nenek dan pemuda yang tinggal di gubuk
tua itu, Bawang Putih pun berinisiatif untuk menjenguk nenek di gubuk itu,
ketika Bawang Putih sampai di hutan, dia langsung mencari gubuk nenek itu, akan
tetapi gubuk itu ternyata sudah tidak berpenghuni, Bawang Putih pun langsung
mencari nenek dan pemuda itu di dalam hutan. Setelah lamanya dia mengelilingi
hutan akan tetapi Bawang Putih tetap tidak menemui nenek dan pemuda itu. Bawang
Putih pun mulai putus asa, dan bersedih. Hari pun mulai malam, Bawang Putih
mulai kelelahan dan kedinginan, tanpa sadar dia tertidur di bawah pepohonan.
Keesokan
hari Bawang Putih terbangun, kebingungan melihat ke kiri dan ke kanan yang
tenyata dia sudah berada di dalam rumah seorang janda muda yang bernama Himawari
yang tidak memiliki anak. Hima pun bercerita bahwa tidak lama ini dia menemukan
seorang pemuda dan nenek-nenek yang terhanyut di terbawa arus sungai, Hima pun
langsung menolong nenek dan pemuda itu, akan tetapi yang tertolong nyawanya
hanyalah pemuda itu, sementara sang nenek telah tiada. Mendengar cerita itu
Bawang Putih pun langsung menangis dan langsung melihat keadaan pemuda itu.
Ternyata keadaan pemuda itu pun semakin memburuk, Bawang Putih pun sangat
merasa bersalah karena telah meninggalkan nenek dan pemuda itu, air mata Bawang
Putih pun terjatuh di atas wajah sang pemuda yang buruk rupa itu, sambil
berkata: “ Maafkan putih Nek, Putih sangat menyesal karena suda meninggalkan
nenek dan anak nenek, Putih janji, Putih akan menjaga dan merawat anak nenek
setulus hati Putih samapi dia sembuh”.
Kemudian
keajaiban pun datang, pemuda itu terbangun dan wajahnya yang buruk itu berubah
serentak menjadi tampan, Bawang Putih dan Hima pun terkejut melihat keajaiban
yang datang itu yang ternyata pemuda yang buruk rupa itu adalah seorang putra
raja dari Kerajaan Timur. Sangat sulit rasanya Bawang Putih dan Hima untuk
mempercayainya, akan tetapi melihat kenyataan yang seperti ini adanya, akhirnya
Bawang Putih dan Hima pun mempercayainya.
Tiga
bulan kemudian akhirnya Bawang Putih dan pangeran pun hendak melangsungkan
pernikahan, dan berita ini langsung
terdengar oleh ibu tirinya dan Bawang Merah. Bawang Merah dan ibu
tirinya pun langsung menghampiri Bawang Putih untuk meminta maaf kepada Bawang
Putih atas semua kesalahannya, karena hati Bawang Putih yang begitu baik
akhirnya Bawang Putih memaafkan ibu dan saudara tirinya itu. Dan tibalah
saatnya pernikahan Bawang Putih dengan pangeran. Dan akhirnya Bawang Putih dan
sang pangeran pun hidup dengan tentram dan damai di istana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar