Kamis, 24 April 2014


Perjalanan 10 Menit

Suasana kantin teknik atau mahasiswa sering menyebutnya dengan kantek begitu ramai ketika waktu makan siang pun datang. Para mahasiswa langsung memesan makanan begitu mereka sampai di dalam kantin, kelelahan tampak dari wajah mereka. Elsa menuju tempat dimana biasanya anak-anak mesin berkumpul dan benar saja, teman-temannya ada disana. Terlihat seorang pria yang duduk di meja paling pojok membelakangi Elsa. Seketika pria itu pun membalikkan badannya.
“Eh, Elsa baru datang. Kita nungguin elo daritadi” kata Andra sambil tersenyum. Andra adalah  senior semester 8 yang Elsa sukai semenjak Elsa bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Mesin ketika Elsa semester 1. Kini, hampir dua tahun dan rasa suka Elsa kepadanya tak berkurang.
“Wah maaf bang, tadi aku shalat dulu,” kata Elsa tersipu malu dan pria itu pun hanya tersenyum kepada Elsa.
“Iya, santai aja sih! Hahaha. Sini duduk, jangan berdiri aja, emangnya ga pegel?” Candanya sambil tertawa. Ia menggeserkan tempat duduknya, sehingga Elsa bisa duduk disampingnya. Tiba-tiba jantung Elsa pun berdebar cukup cepat.
Kantin teknik ini adalah tempat dimana Elsa dan teman-teman lainnya membahas tugas kuliah. Karena kuliah di teknik sangat memusingkan dan tiap mahasiswa memiliki kesulitan masing-masing, maka mereka pun selalu berkumpul membahas masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya bersama-sama.  Inilah yang membuat mereka sangat solid. Siang ini, anak mesin yang kumpul di kantin hanya ada enam orang.
“Oh iya El, nanti sore kita mau ke rumah Bang Andra buat ngebahas peraturan lomba mesin. Elo ikut ya?” Tanya Bagas, senior semester 6.
“Rumah Abang dimana?”
“Deketlah, paling cuma 10 menit dari kampus” jelas Andra. “Nanti elo naik motor aja sama gue.” Andra menawarkan dirinya dengan sukarela. Perasaan senang tiba-tiba muncul dari dalam diri Elsa. Ini juga merupakan pertama kalinya Elsa ke rumah Andra.
Waktu menunjukan pukul empat sore, Elsa dan yang lainnya pun berkumpul di tempat parkir. Suasana Depok begitu sejuk, angin yang berhembus membawa udara segar sehabis diguyur hujan. Andra menghidupkan mesin motornya dan Elsa duduk dibelakangnya.
Selama dalam perjalanan, mereka berdua saling diam dan perasaan canggung datang menyelimuti. Elsa tidak menyukai suasana seperti ini, begitu juga dengan Andra. Akhirnya Elsa memulai percakapan.
 “Bang Andra sudah lama tinggal di daerah sini?”
“Ya lumayan lama juga sih, dari gue kelas 1 SMP. Sebelumnya gue tinggal di Jakarta Barat” katanya samar-samar. “Bukannya lo pernah ke rumah gue ya? Waktu malem tahun baru?”
“Waktu itu aku ga ikut bang, enggak diizinin, he” kata Elsa sambil tertawa. Andra pun ikut tertawa. Kemudian, suasana kembali diam.
“Gimana Elsa kuliah mesin di semester 4? Pusing enggak? Hahhaha” Tiba-tiba Andra membuka percakapan, berusaha untuk mencairkan suasana. “Ya lumayan bang, mata kuliahnya makin susah, tanggung jawab di ikatan juga makin besar, hahaha” jawab Elsa juga tertawa.
“Yaa semangat ya Elsa, itu semua adalah proses. Dulu gue juga gitu, dibawa happy aja, oke?”
“Hahaha okee, bang” Elsa merasa sangat bahagia karena Andra menyemangati dirinya. Elsa  merasa ada sisi lain dalam diri Andra yang berbeda, yang membuat diri Andra terasa begitu ‘hangat’.
Andra sebenarnya juga menyukai Elsa, namun karena gengsi selama ini ia lebih memilih untuk menutup dirinya. Andra ingin mengatakan sesuatu kepada Elsa, ia sengaja mengajak Elsa untuk berangkat bersama ke rumahnya, namun ia bingung bagaimana memulainya.
Selama dalam perjalanan, keduanya lebih memilih untuk diam. Elsa merasa canggung karena sebagai perempuan ia juga tidak mau selalu memulai pembicaraan, ia khawatir Andra akan mengetahui perasaannya. Di sisi lain, Andra juga bingung bagaimana mencairkan suasana di atas motor. Baginya ini adalah sebuah kesempatan, namun ini tidak mudah.
“Elsa, rumah elo dimana?” Tanya Andra, berusaha untuk mencairkan suasana.
 “Rumah aku di daerah Rawamangun bang.”
“ohh, lumayan jauh juga ya. Hmm.. kapan-kapan gue boleh enggak main ke rumah elo?” Tanya Andra dengan malu-malu.
“Tentu dong bang, kapan aja abang mau main silahkan. Nanti bareng sama anak-anak yang lain aja bang. Mereka udah pada tau kok rumah aku.” Dalam hati Elsa mengharapkan bahwa Andra akan datang ke rumahnya sendirian. Namun, karena ia tidak mau perasaannya diketahui oleh Andra, ia lebih memilih untuk mengajak Andra datang ke rumahnya dengan teman-temannya yang lain.
“Oh iya, nanti deh gue ajakin yang lain.” Andra sangat kecewa mendengar jawaban Elsa dan sebisa mungkin, Andra menanggapinya dengan biasa saja. Berpikir bahwa dirinya tak bisa seperti ini terus, Andra akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya kepada Elsa.
“Elsa…” Panggilnya dengan suara pelan. Suara motor dan kebisingan kendaraan lain membuat panggilan Andra tidak terdengar oleh Elsa. “Elsa!” Panggil Andra dengan suara yang lebih keras.
“Ada apa bang?” Tanya Elsa. Elsa merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi dengan Andra
Gue pengen ngomong sesuatu sama elo” Kata Andra dengan suara yang lebih dipelankan dari sebelumnya.
“Iya bang, ngomong aja. Aku dengerin kok
“Hmm.. Elo mau ga..” Kata Andra pelan.
“Mau apa bang? Enggak kedengeran” Elsa lebih mendekatkan dirinya ke Andra agar ia bisa mendengar pertanyaan Andra.
Elo.. mau ga..” Andra belum menyelesaikan kata-katanya dan  mereka berdua telah sampai di gerbang rumah Andra. Andai Andra lebih cepat berbicara dengan begitu ia dapat menyeleaikan kalimatnya. Sesampainya di rumah, Andra begitu canggung. Teman-temannya yang lain juga sudah datang.
“Bang, tadi mau ngomong apa? Kayaknya tadi abang nawarin aku sesuatu, tapi kita keburu nyampe rumah abang.” Tanya Elsa penasaran. Andra bingung harus menjawab apa.
“Oh itu. Eh, elo mau makan dulu enggak? Gue laper. Kita ngomongin peraturannya nanti aja. Yuk makan dulu.” Ajak Andra dengan gugup. Raut wajah kecewa tersirat dari wajahnya. Ia menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Ia tak tahu kapan kesempatan ini akan datang lagi. Jadi, ia lebih memilih untuk menyimpan ini untuk dirinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar