Perjalanan
10 Menit
Suasana
kantin teknik atau mahasiswa sering menyebutnya dengan kantek begitu
ramai ketika waktu makan siang pun datang. Para mahasiswa langsung memesan
makanan begitu mereka sampai di dalam kantin, kelelahan tampak dari wajah
mereka. Elsa menuju tempat dimana biasanya anak-anak mesin berkumpul dan benar
saja, teman-temannya ada disana. Terlihat seorang pria yang duduk di meja
paling pojok membelakangi Elsa. Seketika pria itu pun membalikkan badannya.
“Eh,
Elsa baru datang. Kita nungguin elo daritadi” kata Andra sambil
tersenyum. Andra adalah senior semester
8 yang Elsa sukai semenjak Elsa bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Mesin ketika
Elsa semester 1. Kini, hampir dua tahun dan rasa suka Elsa kepadanya tak
berkurang.
“Wah
maaf bang, tadi aku shalat dulu,” kata Elsa tersipu malu dan pria itu pun hanya
tersenyum kepada Elsa.
“Iya,
santai aja sih! Hahaha. Sini duduk, jangan berdiri aja, emangnya ga pegel?”
Candanya sambil tertawa. Ia menggeserkan tempat duduknya, sehingga Elsa bisa
duduk disampingnya. Tiba-tiba jantung Elsa pun berdebar cukup cepat.
Kantin
teknik ini adalah tempat dimana Elsa dan teman-teman lainnya membahas tugas
kuliah. Karena kuliah di teknik sangat memusingkan dan tiap mahasiswa memiliki
kesulitan masing-masing, maka mereka pun selalu berkumpul membahas masalah yang
ada dan mencari jalan keluarnya bersama-sama. Inilah yang membuat mereka sangat solid. Siang
ini, anak mesin yang kumpul di kantin hanya ada enam orang.
“Oh
iya El, nanti sore kita mau ke rumah Bang Andra buat ngebahas peraturan lomba
mesin. Elo ikut ya?” Tanya Bagas, senior semester 6.
“Rumah
Abang dimana?”
“Deketlah,
paling cuma 10 menit dari kampus” jelas Andra. “Nanti elo naik motor aja
sama gue.” Andra menawarkan dirinya dengan sukarela. Perasaan senang tiba-tiba
muncul dari dalam diri Elsa. Ini juga merupakan pertama kalinya Elsa ke rumah
Andra.
Waktu
menunjukan pukul empat sore, Elsa dan yang lainnya pun berkumpul di tempat
parkir. Suasana Depok begitu sejuk, angin yang berhembus membawa udara segar
sehabis diguyur hujan. Andra menghidupkan mesin motornya dan Elsa duduk
dibelakangnya.
Selama
dalam perjalanan, mereka berdua saling diam dan perasaan canggung datang menyelimuti.
Elsa tidak menyukai suasana seperti ini, begitu juga dengan Andra. Akhirnya
Elsa memulai percakapan.
“Bang Andra sudah lama tinggal di daerah
sini?”
“Ya
lumayan lama juga sih, dari gue kelas 1 SMP. Sebelumnya gue
tinggal di Jakarta Barat” katanya samar-samar. “Bukannya lo pernah ke
rumah gue ya? Waktu malem tahun baru?”
“Waktu
itu aku ga ikut bang, enggak diizinin, he” kata Elsa sambil tertawa.
Andra pun ikut tertawa. Kemudian, suasana kembali diam.
“Gimana
Elsa kuliah mesin di semester 4? Pusing enggak? Hahhaha” Tiba-tiba Andra
membuka percakapan, berusaha untuk mencairkan suasana. “Ya lumayan bang, mata
kuliahnya makin susah, tanggung jawab di ikatan juga makin besar, hahaha” jawab
Elsa juga tertawa.
“Yaa
semangat ya Elsa, itu semua adalah proses. Dulu gue juga gitu, dibawa happy
aja, oke?”
“Hahaha
okee, bang” Elsa merasa sangat bahagia karena Andra menyemangati dirinya. Elsa merasa ada sisi lain dalam diri Andra yang
berbeda, yang membuat diri Andra terasa begitu ‘hangat’.
Andra
sebenarnya juga menyukai Elsa, namun karena gengsi selama ini ia lebih memilih
untuk menutup dirinya. Andra ingin mengatakan sesuatu kepada Elsa, ia sengaja
mengajak Elsa untuk berangkat bersama ke rumahnya, namun ia bingung bagaimana
memulainya.
Selama
dalam perjalanan, keduanya lebih memilih untuk diam. Elsa merasa canggung
karena sebagai perempuan ia juga tidak mau selalu memulai pembicaraan, ia
khawatir Andra akan mengetahui perasaannya. Di sisi lain, Andra juga bingung
bagaimana mencairkan suasana di atas motor. Baginya ini adalah sebuah kesempatan,
namun ini tidak mudah.
“Elsa,
rumah elo dimana?” Tanya Andra, berusaha untuk mencairkan suasana.
“Rumah aku di daerah Rawamangun bang.”
“ohh,
lumayan jauh juga ya. Hmm.. kapan-kapan gue boleh enggak main ke
rumah elo?” Tanya Andra dengan malu-malu.
“Tentu
dong bang, kapan aja abang mau main silahkan. Nanti bareng sama anak-anak yang
lain aja bang. Mereka udah pada tau kok rumah aku.” Dalam hati Elsa
mengharapkan bahwa Andra akan datang ke rumahnya sendirian. Namun, karena ia
tidak mau perasaannya diketahui oleh Andra, ia lebih memilih untuk mengajak
Andra datang ke rumahnya dengan teman-temannya yang lain.
“Oh
iya, nanti deh gue ajakin yang lain.” Andra sangat kecewa mendengar
jawaban Elsa dan sebisa mungkin, Andra menanggapinya dengan biasa saja.
Berpikir bahwa dirinya tak bisa seperti ini terus, Andra akhirnya memutuskan
untuk mengungkapkan perasaannya kepada Elsa.
“Elsa…”
Panggilnya dengan suara pelan. Suara motor dan kebisingan kendaraan lain
membuat panggilan Andra tidak terdengar oleh Elsa. “Elsa!” Panggil Andra dengan
suara yang lebih keras.
“Ada
apa bang?” Tanya Elsa. Elsa merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi dengan
Andra
“Gue
pengen ngomong sesuatu sama elo” Kata Andra dengan suara yang lebih
dipelankan dari sebelumnya.
“Iya
bang, ngomong aja. Aku dengerin kok”
“Hmm..
Elo mau ga..” Kata Andra pelan.
“Mau
apa bang? Enggak kedengeran” Elsa lebih mendekatkan dirinya ke Andra
agar ia bisa mendengar pertanyaan Andra.
“Elo..
mau ga..” Andra belum menyelesaikan kata-katanya dan mereka berdua telah sampai di gerbang rumah
Andra. Andai Andra lebih cepat berbicara dengan begitu ia dapat menyeleaikan
kalimatnya. Sesampainya di rumah, Andra begitu canggung. Teman-temannya yang
lain juga sudah datang.
“Bang,
tadi mau ngomong apa? Kayaknya tadi abang nawarin aku sesuatu, tapi kita keburu
nyampe rumah abang.” Tanya Elsa penasaran. Andra bingung harus menjawab apa.
“Oh
itu. Eh, elo mau makan dulu enggak? Gue laper. Kita ngomongin
peraturannya nanti aja. Yuk makan dulu.” Ajak Andra dengan gugup. Raut wajah
kecewa tersirat dari wajahnya. Ia menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Ia tak
tahu kapan kesempatan ini akan datang lagi. Jadi, ia lebih memilih untuk
menyimpan ini untuk dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar