Rabu, 23 April 2014

Takdir Cinta di Pondok Pesantren



Takdir Cinta di Pondok Pesantren
Matahari sudah mulai meredup. Cuaca sudah mulai bersahabat, tidak terlalu panas. “sore ini aku harus kepesantren untuk mengantar adikku” ujar irma. Irma dia adalah sesosok wanita yang sangat pendiam, kalem dan terlihat sekali seperti perempuan baik-baik. Dia masih berumur 17 tahun, pelajar disalah satu Sekolah Menengah Kejuruan. Hari itu hari dimana adiknya masuk ke salah satu pesantren didaerah Parung Bogor, dia berniat untuk mengantar sang adik ke pondok bersama dengan sang ibu. Mereka pun pegi ke pondok itu.
Setibanya mereka disana banyak orang-orang yang datang sama seperti mereka. “Assalamu’alaikum” terdengar suara orang mengucap salam pada irma, setelah dilihat terpana lah irma dengan orang yang mengucapkan salam padanya, “silahkan untuk santri baru untuk berkumpul diruang aula dissebelah kanan masjid” kata laki-laki itu meneruskan salamnya. Irma pun tersadar dan baru menjawab salamnya “iyah walaikumsalam, oh iya terima kasih” lalu santri itu pun berlalu dan hilang dari pandangannya. “wah siapa laki-laki itu ya? Tampan sekali dan sepertinya orangnya baik” ujarnya dalam hati. Mata irma tak henti-hentinya mencari, dimana laki-laki itu. Sampai tiba-tiba ia melihat laki-laki tersebut ada disuatu sudut pondok. Irma tak henti memandangi laki-laki itu, sambil berharap dia akan menghampiri irma. Mungkin karena terlalu sering memandangnya laki-laki itu pun tersadar, dan menghampiri irma. Saat tahu laki-laki itu sedang berjalan menuju dirinya irma dia pun gugup dan panik. “haduh mati deh aku katauan ngeliatin dia” dalam hati. “maaf mba ada apa ya dari tadi melihat kearah saya?“ tanya laki-laki itu. “oh tidak apa-apa” jawabnya sambil dengan wajah yang merah menahan malu. “Nama saya angga” laki-laki itu menyebutkan namanya sambil menjulurkan tangannya. “saya irma” jawabnya sambil membalas juluran tangan angga. Lalu mereka berbincang` beberapa saat.
Setelah berbincang ternyata diketahuilah bahwa Angga seorang santri yang sudah lulus dan tengah mengabdi di pondok ini. Irma makin terpesona dengan Angga. “untung saja tadi aku dapat nomor kontaknya”. Tiba-tiba tak lama handphone merah kecilnya itu berbunyi. Setelah dilihat ternyata ada sms tapi nomornya tidak dikenal, “Assalamu’alaikum” itulah isi smsnya. Lalu Irma berfikir bahwa itu pasti sms dari Angga, cepat-cepat ia membalasnya “iya walaikumsalam, maaf ini siapa ya?” lalu tak lama si merah kecilnya itu berbunyi lagi dengan isi balasan “saya Angga yang tadi siang kita berkenalan di pondok” Irma pun mebalas “ oh iya Angga” dan smsan itu pun berlanjut. Tibalah hari jumat, jadwal untuk menengok adiknya di pondok itu. Irma terlihat semangat sekali untuk menengok adiknya, selain rasa kangen dengan adiknya ada rasa lain yaitu harapan untuk bertemu lagi dengan Angga.
Saat tiba disana kedatangannya telah disambut oleh Angga. Saat ibunya tengah menegok sang adik Tio, Irma malah asik mengobrol dengan Angga dan sepertinya benih-benih cinta pun telah ada pada pandangan pertama. Semakin lama mereka semakin akrab. Hari demi hari dilewati. Minggu demi minggu pun telah berlalu. Keakraban mereka awalnya seperti kakak beradik, namun lama kelamaan rasa itu berubah.
Saat bertemu untuk yang kesekian kalinya,Angga menyatakan perasaannya kepada Irma. Karena Irma mempunya rasa yang sama maka ia pun tak ragu untuk menjawab iya.
Sudah hampir 4 bulan mereka menjalin kisah asmara. Semuanya terasa baik-baik saja. Sampai pada suatu hari Irma merasakan ada yang berubah dari diri  Angga. Angga yang dulu perhatian setiap saat selalu memberi kabar dan menyakan kabarnya, tetapi hari ini sejak pagi sampai sore benar-benar tak ada kabar, dihubungi pun tak ada balasan. “apa yang tejadi dengan dia? Kenapa tidak ada kabar sama sekali?” rasa khawatir menyelimuti diri Irma. Dua hari berlalu tanpa ada kabar sedikit pun dari Angga. Sampai tiba jadwal Irma untuk menengok sang adik di pondok. Irma berharap akan bertemu dengan Angga disana dan dapat kepastian kabar darinya.
Setelah sampai disana seperti biasa ibunda Irma mengunjungi adiknya dan Irma mencari Angga, setelah lama berkeliling pondok Irma tak kunjung menemui Angga. Rasa khawatir menghantuinya, dan membuat ia memberanikan diri untuk menemui salah satu ustad untuk menanyakan keberadaan angga. “Assalamu’alaikum pak ustad” Irma mengucapkan salam, “waalaikumsalam” jawab sang ustad. “Maaf pak ustad saya ingin menanyakan sesuatu kepada pak ustad” “Apa yang ingin ditanyakan adik” jawab ustad itu, “Saya ingin menyakan tentang salah satu satri yang tengah mengabdi disini pak, namanya Angga” lalu mimik muka pak ustad itu pun berubah. “Angga sudah tidak mengabdi disini lagi sudah sejak seminggu yang lalu” jawab pak Ustad dengan nada yang agak tertahan. “kenapa pak Ustad?” tanya Irma kembali dengan nada yang penasaran. Namun bukannya menjawab pas Ustad malah pergi dengan alasan sedang banyak urusan. Irma pun bertanya-tanya.
Setibanya dirumah Irma menceritakan masalah ini kepada ibunda tercintanya. Irma menangis tersedu saat bercerita. Ian terlihat khawatir, bingung dan tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Dia kembali mencoba menghubungi Angga, tetapi tetap tidak ada jawaban dari Angga. Bahkan nomornya sudah tidak aktif. Tak tahu apalagi yang harus diperbuatnya, Iram hanya bisa menangis.
Saat dia kembali ke pondok untuk menjenguk adiknya, ia hanya duduk termenung dibangku tunggu dengan tatapan kosong dan sesekali ia meneteskan air mata.
“Kenapa kamu tiba-tiba menghilang tanpa ada kabar sedikit pun? Kenapa kamu buat aku jadi khawatir, bingung dan tak tahu harus bagaimana?” Pertanyaan itu terlontar dari mulut manisnya dengan lembut dan dengan suara yang sudah tampak pasrah. Ternyata ada sepasang mata yang memperhatikannya. Orang itu adalah pak Ustad, lalu dia duduk tepat disamping Irma. “Assalamu’alaikum” pak Ustad mengucapkan salam, namun Irma tak menyadari kehadiran pas Ustad, lalu pak Ustad mengucapkan salam lagi dan Irma masih belum manyadari juga, sampai pada salam yang ketiga pak Ustad mengucapkannya dengan sedikit keras dan Irma pun tersentak kaget. “Wa’alaikumsalam pak Ustad, astagfirullah saya sampai kaget lihat tiba-tiba ada pak Ustad disini” jawab Irma dengan muka kaget namun masih terlihat murung. “Kenapa mukamu murung begitu?” tanya sang Ustad “Saya bingung pak apa salah saya? Kenapa tiba-tiba dia pergi meninggalkan saya tanpa ada kabar sedikit pun tanpa ada sepatah kata apapun, apa mungkin dia telah menemukan wanita yang lebih baik dari saya hingga akhirnya dia meninggalkan saya?” kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulut Irma sambil meneteskan air mata. “Tidak seperti itu yang sesungguhnya Ir” jawab sang Ustaz. Irma diajak kerumah sang ustad yang masih ada di wilayah pondok.
Irma pun bertanya-tanya ada apa gerangan aku dibawa kesini. Pak ustaz masuk kerumahnya dan menyuruh Irma untuk menunggu di teras rumah. Tak lama pak Ustaz keluar dari rumah dan membawa sebuah amplop. Entah apa maksudnya.
“Ini ada titipan dari Angga, sebenarnya ini sudah di titipkan lama pada saya,dan saya kira ini waktu yang pas untuk memberikan pada kamu” terang pak Ustaz. “Apa ini pa? Apa maksudnya?” Irma bertanya-tanya, “Kamu baca saja isi dari surat itu” jawab pa Ustaz, “baik pa terima kasih” kalau begitu saya pamit dulu.
Setelah sampai dirumah dengan penasaran Irma membuka amplop itu dan segera membaca isi suratnya.
Dear Irmaku sayang..
 Mungkin saat kamu membaca surat ini aku sudah tidak ada didunia ini bersamamu,aku ingin berterimakasih atas kebahagiaan yang kamu berikan selama 4 bulan ini, aku sangat bahagia menghabiskan sisa hariku bersama denganmu. Maaf aku tidak memberitahu kamu kalau sebenarnya aku punya penyakit kanker otak stadium akhir, aku tidak mau kalau sampai kamu tahu aku punya penyakit dan membuat kamu khawatir jadi aku merahasiakannya darimu.
Aku harap kamu pun bahagia melewati 4 bulan ini bersamaku. Aku tidak akan pernah lupa masa-masa kita bersama saat pertama kali bertemu di pondok ini dan saat-saat lain bersamamu, aku selalu bahagia ada disampingmu, setiap detik waktuku hanya untuk memikirkan dirimu wahai Irmaku sayang.
Tetap semangat menjalani hari-harimu, tetap ceria, walaupun ragaku sudah tiada namu aku akan selalu ada dihatimu. Jangan bersedih karena aku tidak mau lihat kamu sedih. Sekali lagi terimakasih atas semua yang kau berikan kepadaku. Aku akan selalu mencintaimu.

Angga”
Irma pun membaca surat itu dengan bercucuran air mata, ia sama sekali tak menyangka bahwa Angga akan pergi secepat itu. Setelah selesai membaca surat itu Irma bergegas pergi kekamar mandi untuk mengambil air wudu dan segera pergi solat dan mendoakan Angga yang telah tiada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar