Takdir Cinta di Pondok Pesantren
Matahari sudah mulai meredup. Cuaca
sudah mulai bersahabat, tidak terlalu panas. “sore ini aku harus kepesantren untuk
mengantar adikku” ujar irma. Irma dia adalah sesosok wanita yang sangat
pendiam, kalem dan terlihat sekali seperti perempuan baik-baik. Dia masih
berumur 17 tahun, pelajar disalah satu Sekolah Menengah Kejuruan. Hari itu hari
dimana adiknya masuk ke salah satu pesantren didaerah Parung Bogor, dia berniat
untuk mengantar sang adik ke pondok bersama dengan sang ibu. Mereka pun pegi ke
pondok itu.
Setibanya mereka disana banyak
orang-orang yang datang sama seperti mereka. “Assalamu’alaikum” terdengar suara
orang mengucap salam pada irma, setelah dilihat terpana lah irma dengan orang
yang mengucapkan salam padanya, “silahkan untuk santri baru untuk berkumpul
diruang aula dissebelah kanan masjid” kata laki-laki itu meneruskan salamnya.
Irma pun tersadar dan baru menjawab salamnya “iyah walaikumsalam, oh iya terima
kasih” lalu santri itu pun berlalu dan hilang dari pandangannya. “wah siapa
laki-laki itu ya? Tampan sekali dan sepertinya orangnya baik” ujarnya dalam
hati. Mata irma tak henti-hentinya mencari, dimana laki-laki itu. Sampai tiba-tiba
ia melihat laki-laki tersebut ada disuatu sudut pondok. Irma tak henti
memandangi laki-laki itu, sambil berharap dia akan menghampiri irma. Mungkin
karena terlalu sering memandangnya laki-laki itu pun tersadar, dan menghampiri
irma. Saat tahu laki-laki itu sedang berjalan menuju dirinya irma dia pun gugup
dan panik. “haduh mati deh aku katauan ngeliatin dia” dalam hati. “maaf
mba ada apa ya dari tadi melihat kearah saya?“ tanya laki-laki itu. “oh tidak
apa-apa” jawabnya sambil dengan wajah yang merah menahan malu. “Nama saya
angga” laki-laki itu menyebutkan namanya sambil menjulurkan tangannya. “saya
irma” jawabnya sambil membalas juluran tangan angga. Lalu mereka berbincang`
beberapa saat.
Setelah berbincang ternyata diketahuilah
bahwa Angga seorang santri yang sudah lulus dan tengah mengabdi di pondok ini.
Irma makin terpesona dengan Angga. “untung saja tadi aku dapat nomor
kontaknya”. Tiba-tiba tak lama handphone merah kecilnya itu berbunyi.
Setelah dilihat ternyata ada sms tapi nomornya tidak dikenal,
“Assalamu’alaikum” itulah isi smsnya. Lalu Irma berfikir bahwa itu pasti sms
dari Angga, cepat-cepat ia membalasnya “iya walaikumsalam, maaf ini siapa ya?”
lalu tak lama si merah kecilnya itu berbunyi lagi dengan isi balasan “saya
Angga yang tadi siang kita berkenalan di pondok” Irma pun mebalas “ oh iya
Angga” dan smsan itu pun berlanjut. Tibalah hari jumat, jadwal untuk menengok
adiknya di pondok itu. Irma terlihat semangat sekali untuk menengok adiknya,
selain rasa kangen dengan adiknya ada rasa lain yaitu harapan untuk bertemu
lagi dengan Angga.
Saat tiba disana kedatangannya telah
disambut oleh Angga. Saat ibunya tengah menegok sang adik Tio, Irma malah asik
mengobrol dengan Angga dan sepertinya benih-benih cinta pun telah ada pada
pandangan pertama. Semakin lama mereka semakin akrab. Hari demi hari dilewati.
Minggu demi minggu pun telah berlalu. Keakraban mereka awalnya seperti kakak
beradik, namun lama kelamaan rasa itu berubah.
Saat bertemu untuk yang kesekian kalinya,Angga
menyatakan perasaannya kepada Irma. Karena Irma mempunya rasa yang sama maka ia
pun tak ragu untuk menjawab iya.
Sudah hampir 4 bulan mereka menjalin
kisah asmara. Semuanya terasa baik-baik saja. Sampai pada suatu hari Irma
merasakan ada yang berubah dari diri Angga.
Angga yang dulu perhatian setiap saat selalu memberi kabar dan menyakan
kabarnya, tetapi hari ini sejak pagi sampai sore benar-benar tak ada kabar,
dihubungi pun tak ada balasan. “apa yang tejadi dengan dia? Kenapa tidak ada
kabar sama sekali?” rasa khawatir menyelimuti diri Irma. Dua hari berlalu tanpa
ada kabar sedikit pun dari Angga. Sampai tiba jadwal Irma untuk menengok sang
adik di pondok. Irma berharap akan bertemu dengan Angga disana dan dapat
kepastian kabar darinya.
Setelah sampai disana seperti biasa
ibunda Irma mengunjungi adiknya dan Irma mencari Angga, setelah lama
berkeliling pondok Irma tak kunjung menemui Angga. Rasa khawatir menghantuinya,
dan membuat ia memberanikan diri untuk menemui salah satu ustad untuk menanyakan
keberadaan angga. “Assalamu’alaikum pak ustad” Irma mengucapkan salam,
“waalaikumsalam” jawab sang ustad. “Maaf pak ustad saya ingin menanyakan
sesuatu kepada pak ustad” “Apa yang ingin ditanyakan adik” jawab ustad itu,
“Saya ingin menyakan tentang salah satu satri yang tengah mengabdi disini pak,
namanya Angga” lalu mimik muka pak ustad itu pun berubah. “Angga sudah tidak
mengabdi disini lagi sudah sejak seminggu yang lalu” jawab pak Ustad dengan
nada yang agak tertahan. “kenapa pak Ustad?” tanya Irma kembali dengan nada
yang penasaran. Namun bukannya menjawab pas Ustad malah pergi dengan alasan
sedang banyak urusan. Irma pun bertanya-tanya.
Setibanya dirumah Irma menceritakan
masalah ini kepada ibunda tercintanya. Irma menangis tersedu saat bercerita.
Ian terlihat khawatir, bingung dan tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Dia
kembali mencoba menghubungi Angga, tetapi tetap tidak ada jawaban dari Angga.
Bahkan nomornya sudah tidak aktif. Tak tahu apalagi yang harus diperbuatnya,
Iram hanya bisa menangis.
Saat dia kembali ke pondok untuk
menjenguk adiknya, ia hanya duduk termenung dibangku tunggu dengan tatapan
kosong dan sesekali ia meneteskan air mata.
“Kenapa kamu tiba-tiba menghilang tanpa
ada kabar sedikit pun? Kenapa kamu buat aku jadi khawatir, bingung dan tak tahu
harus bagaimana?” Pertanyaan itu terlontar dari mulut manisnya dengan lembut
dan dengan suara yang sudah tampak pasrah. Ternyata ada sepasang mata yang
memperhatikannya. Orang itu adalah pak Ustad, lalu dia duduk tepat disamping
Irma. “Assalamu’alaikum” pak Ustad mengucapkan salam, namun Irma tak menyadari
kehadiran pas Ustad, lalu pak Ustad mengucapkan salam lagi dan Irma masih belum
manyadari juga, sampai pada salam yang ketiga pak Ustad mengucapkannya dengan
sedikit keras dan Irma pun tersentak kaget. “Wa’alaikumsalam pak Ustad,
astagfirullah saya sampai kaget lihat tiba-tiba ada pak Ustad disini” jawab
Irma dengan muka kaget namun masih terlihat murung. “Kenapa mukamu murung
begitu?” tanya sang Ustad “Saya bingung pak apa salah saya? Kenapa tiba-tiba
dia pergi meninggalkan saya tanpa ada kabar sedikit pun tanpa ada sepatah kata
apapun, apa mungkin dia telah menemukan wanita yang lebih baik dari saya hingga
akhirnya dia meninggalkan saya?” kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulut
Irma sambil meneteskan air mata. “Tidak seperti itu yang sesungguhnya Ir” jawab
sang Ustaz. Irma diajak kerumah sang ustad yang masih ada di wilayah pondok.
Irma pun bertanya-tanya ada apa gerangan
aku dibawa kesini. Pak ustaz masuk kerumahnya dan menyuruh Irma untuk menunggu
di teras rumah. Tak lama pak Ustaz keluar dari rumah dan membawa sebuah amplop.
Entah apa maksudnya.
“Ini ada titipan dari Angga, sebenarnya
ini sudah di titipkan lama pada saya,dan saya kira ini waktu yang pas untuk
memberikan pada kamu” terang pak Ustaz. “Apa ini pa? Apa maksudnya?” Irma
bertanya-tanya, “Kamu baca saja isi dari surat itu” jawab pa Ustaz, “baik pa
terima kasih” kalau begitu saya pamit dulu.
Setelah sampai dirumah dengan penasaran
Irma membuka amplop itu dan segera membaca isi suratnya.
“Dear Irmaku sayang..
Mungkin saat kamu
membaca surat ini aku sudah tidak ada didunia ini bersamamu,aku ingin
berterimakasih atas kebahagiaan yang kamu berikan selama 4 bulan ini, aku
sangat bahagia menghabiskan sisa hariku bersama denganmu. Maaf aku tidak
memberitahu kamu kalau sebenarnya aku punya penyakit kanker otak stadium akhir,
aku tidak mau kalau sampai kamu tahu aku punya penyakit dan membuat kamu
khawatir jadi aku merahasiakannya darimu.
Aku harap kamu pun bahagia melewati 4 bulan ini
bersamaku. Aku tidak akan pernah lupa masa-masa kita bersama saat pertama kali
bertemu di pondok ini dan saat-saat lain bersamamu, aku selalu bahagia ada
disampingmu, setiap detik waktuku hanya untuk memikirkan dirimu wahai Irmaku
sayang.
Tetap semangat menjalani hari-harimu, tetap ceria,
walaupun ragaku sudah tiada namu aku akan selalu ada dihatimu. Jangan bersedih
karena aku tidak mau lihat kamu sedih. Sekali lagi terimakasih atas semua yang
kau berikan kepadaku. Aku akan selalu mencintaimu.
Angga”
Irma pun membaca surat itu dengan
bercucuran air mata, ia sama sekali tak menyangka bahwa Angga akan pergi
secepat itu. Setelah selesai membaca surat itu Irma bergegas pergi kekamar
mandi untuk mengambil air wudu dan segera pergi solat dan mendoakan Angga yang
telah tiada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar