Cerita Pendek
Debu-Debu
Berterbangan Mendatangkan Penyesalan
Suara burung dan kabut-kabut tipis yang menyelimuti kawasan
Gunung Merapi mewarnai di pagi itu. Yoga keluar rumah dengan membawa cangkul di
pundaknya pergi menuju sawah. Sesampainya di sawah, Yoga mulai bekerja
menggarap sawah tersebut. Ketika Yoga sedang bekerja, tiba-tiba terdengar
teriakan ibunya dari tepi sawah “Nak, ada surat untukmu.” Teriak sang ibu.
Lalu Yoga berhenti menggarap dan menghampiri ibunya, “surat
dari siapa bu?” Tanya Yoga.
“Ibu tidak tahu nak, coba kamu baca suratnya.” Jawab sang
ibu.
Yoga lalu membaca surat tersebut dan ternyata surat tersebut
dari salah satu perusahaan yang mengadakan kuis menulis cerpen dan Yoga
memenangkan kuis tersebut. Bu, aku memenangkan kuis cerpen yang aku kirimkan 2
minggu lalu dan besok aku akan ke Jakarta untuk mengambil hadiahnya, kata Yoga
dengan wajah gembira.
“Alhamdulillah, yasudah nak ibu akan beri tahu bapak kalau
kamu besok akan ke Jakarta.” Ucap sang ibu.
Keesokan harinya Yoga berisap-siap untuk pergi ke Jakarta,
sebelum pergi, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya. Lalu ibunya berkata,
“kamu hati-hati ya nak di jalan, kalau sudah rapi segera pulang ke rumah.”
“Baik bu, setelah aku mengambil hadiahnya aku akan segera
pulang, Assalamu’alaikum.” Ucap Yoga sambil menjejakkan kaki
meninggalkan rumahnya menuju stasiun.
Tiba di stasiun, Yoga langsung masuk ke gerbong kereta dan
duduk di samping laki-laki dan ternyata laki-laki tersbut adalah Didit, teman
sebangkunya pada waktu duduk di bangku SMA. Hai Dit, bagaimana kabarmu?” Tanya
Yoga.
“Alhamdulillah kabarku baik, bagaimana kabarmu?” Didit balik
bertanya.
“Alhamdulillah kabarku juga baik Dit.” Jawab Yoga
Setelah itu Yoga menceritakan bahwa ia akan ke Jakarta untuk
mengambil hadiah dari kuis yang ia menangkan.
“Apakah kamu tahu alamat ini Dit?” Tanya Yoga.
“Iya aku tahu, kebetulan aku juga akan ke Jakarta untuk
kembali bekerja setelah beberapa hari cuti untuk pulang kampung karena kakakku
melangsungkan pernikahannya kemarin, alamat itu tidak jauh kok dari kantorku.”
Jawab Didit.
Tiba di Stasiun Gambir, Didit bergegas mencari taksi dan
mengantarkan Yoga ke alamat perusahaan yang diperlihatkannya tadi.
Setibanya di gedung perusahaan, Yoga langsung masuk ke kantor
perusahaan tersebut dan Didit menunggu di dalam taksi.
Berselang 15 menit, Yoga keluar dari kantor tersebut dengan
wajah gembira dan masuk ke dalam taksi.
“Dit, kamu tahu hadiah yang kuterima apa?” Tanya Yoga.
“Memang hadiah yang kamu terima apa?” Didit balik bertanya.
“Hadiahnya uang 100 juta Dit.” Jawab Yoga.
“Wah, besar juga hadiahnya, selamat ya Yog.” Ucap Didit.
“Bagaimana untuk sementara ini kamu tinggal dirumahku?” Tanya
Didit.
Yoga berpikir sejenak, mengingat pesan orang tuanya untuk
segera pulang ke rumah setelah mengambil hadiah tersebut. “Hmm, tak usah lah
Dit, aku langsung pulang saja ke rumah karena aku janji akan segera pulang
setelah mengambil hadiah ini.” Ucap Yoga.
Tapi kan kamu kamu belum mempunyai tiket untuk pulang Yog.
Ucap Didit.
“Ohiya ya aku belum beli tiket untuk pulang, yasudah aku
terima tawaranmu.” Ucap Yoga.
Sesampainya di rumah Didit, Yoga beristirahat sejenak sambil
berbincang-bincang dengan Didit.
“Yog, hadiah yang kamu terima tadi cukup besar, aku punya
saran, bagaimana kalau kamu membuka usaha di Jakarta?” Kata Didit.
“Sepertinya aku akan membuka usaha di kampung halamanku saja
Dit.” Jawab Yoga
Di Jakarta kamu akan mendapatakan keuntungan 3 kali lipat Yog
daripada kamu membuka usaha di kampung halamanmu” Kata Didit.
“Sebaiknya aku buka usaha apa ya Dit?” Tanya Yoga.
“Saranku, kamu membuka restoran kecil-kecilan saja Yog, nanti
aku akan bantu untuk mencarikan tempatnya.” Saran Didit.
“Baiklah Dit aku setuju dengan saranmu” Ucap Yoga.
Keesokan harinya, Yoga dan Didit mulai mencari tempat untuk
usaha restoran yang mereka rencanakan, setelah keliling sekitar Jakarta,
akhirnya mereka mendapatkan tempat yang strategis dan esok harinya pula Yoga
memulai usaha restorannya tersebut.
Setelah berjalan satu minggu, ternyata restoran Yoga semakin
banyak pengunjungnya, dan dalam waktu 4 bulan Yoga sudah mempunyai pegawai yang
berjumlah 10 orang.
Seiring dengan majunya usaha Yoga, ia mengucapkan banyak
terima kasih kepada Didit karena telah banyak membantunya selama di Jakarta, ia
pun sekarang sudah mempunyai rumah yang letaknya tidak jauh dengan rumah Didit
dan ia juga mempunyai satu unit mobil mewah.
Di tengah kehidupan kota metropolitan, hidup Yoga kini telah
berubah drastis, dulu Yoga yang dikenal dengan kesederhanaannya sekarang
berubah menjadi suka bermewah-mewahan dan hedonis. Pada saat itu, restoran Yoga
semakin lama sedikit pengunjungnya dan tak lama kemudian restorannya mengalami
kebangkrutan.
Ketika Yoga pulang ke rumahnya, ia dikejutkan warga sekitar
yang berada di depan rumahnya dan kobaran api yang membakar rumahnya. Yoga
sedih dan sangat terpukul melihat ruamahnya hangus terbakar api. Tak lama
kemudian Didit datang menghampiri Yoga. “Kamu yang tabah ya Yog, ini semua
cobaan dari Allah.” Ucap Didit.
“Hidup ini tak selamanya linier dan tubuh tak seharusnya
tersier.” Nasihat Didit yang penuh makna kepada Yoga mengetahui kehidupan Yoga
yang sekarang cenderung bermewah-mewahan.
Mendengar nasihat dari Didit, Yoga baru teringat pesan orang
tuanya yang selama ini ia lupakan. Dit, besok tolong antarkan aku ke kampung
halamanku ya? Pinta Yoga.
“Baik Yog, besok pagi kita berangkat ke kampung halamanmu.”
Ucap Didit
Esok paginya, mereka berangkat menuju kampung halaman Didit.
Selama 8 jam akhirnya mereka tiba di kampung halaman Yoga. “Yog, sepertinya aku
hanya bisa mengtarmu sampai sini, karena masih banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan.” Ucap Didit
“Iya Dit. tak apa. Aku berterima kasih kamu mau
mengantarkanku pulang.” Ucap Yoga
Setelah itu Yoga menuju rumahnya yang berada di sekitar
Gunung Merapi, terlihat dari kejauhan garis pembatas polisi dan Gunung Merapi
yang mengeluarkan asap hitam yang tebal pertanda akan terjadi erupsi dan
ternyata status Gunung Merapai saat itu sedang “waspada”. Terlihat banyak warga
sekitar yang mengungsi ke posko-posko dan tempat yang aman dari asap dan debu
vulkanik yang dikeluarkan Gunung Merapi. Melihat hal itu, Yoga langsung berlari
melewati pembatas polisi menuju rumahnya.
Tiba di rumahnya, Yoga membuka pintu dan terlihat kedua orang
tuanya sudah terkapar dan tidak bernafas lagi, karena kawasan rumah Yoga sudah
dipenuhi asap hitam dan debu-debu vulkanik yang berterbangan. Isak tangis dan
kesedihan Yoga tak terbendung lagi. Rasa sesal di dalam hati Yoga karena melupakan
pesan kedua orang tuanya. Tak lama kemudian Yoga mengalami sesak nafas, ia
terkulai dan tubuhnya membiru, tragis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar