Kamis, 10 April 2014

Bawang Merah Bawang Putih

Tugas Bahasa Indonesia: Melanjutkan Narasi Cerita
Bawang Merah Bawang Putih
Alkisah, hiduplah sebuah keluarga yang hidup dengan tenteram dan damai. Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak semata wayangnya bernama Bawang Putih. Namun, ketenteraman dan kedamaian ini terganggu lantaran si ibu jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Kejadian tersebut membuat keluarga kecil itu bersedih karena kehilangan orang yang dicintai.
Tak jauh dari rumah mereka, tinggallah seorang janda dan putrinya bernama Bawang Merah. Ketika ibu Bawang Putih telah meninggal, kedua orang ini sering datang ke rumah Bawang Putih. Pada awalnya, antara ibu Bawang Merah dengan ayah Bawang Putih hanya saling berbincang saja. Namun, lama-kelamaan, timbul juga pemikiran di pikiran ayah Bawang Putih untuk mempersunting ibu Bawang Merah. Ayah Bawang Putih tidak ingin putri semata wayangnya tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu.
Setelah berdiskusi dengan Bawang Putih, keduanya pun melangsungkan pernikahan. Saat baru menikah, ibu tiri dan Bawang Merah sangat baik terhadap Bawang Putih. Akan tetapi, ternyata itu hanyalah kamuflase keduanya. Diam-diam, keduanya merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Bawang Putih.
Maka, ibu tiri dan Bawang Merah menyuruh Bawang Putih melakukan banyak pekerjaan rumah yang berat-berat. Tentunya, semua beban ini tidak diceritakan Bawang Putih kepada ayahnya. Lagipula, setelah menikah dengan ibu Bawang Merah, ayahnya bukannya kunjung bahagia melainkan malah sakit-sakitan yang berujung pada kematiannya.
Bawang Putih yang sedih mengetahui dirinya sebatang kara tetap tak bisa berbuat apapun dihadapan ibu tiri dan Bawang Merah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah mematuhi perintah ibu dan saudara tirinya. Bawang Putih berharap keduanya bisa berubah. Namun, mereka malah semakin menjadi-jadi.

Suatu hari, ketika Bawang Putih pergi ke sungai untuk mencuci, baju kesayangan ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih melapor kepada ibu tirinya. Namun, bukannya mengasihaninya, ibu tiri Bawang Putih malah menyuruh untuk mencarinya sampai ketemu. Jika tidak, Bawang Putih tidak diperbolehkan pulang.
Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari baju kesayangan ibu tirinya. Namun, sejauh kakinya melangkah tidak ditemukannya baju kesayangan ibunya. Padahal hari sudah malam. Bawang Putih hampir saja menangis jika tidak melihat lampu minyak di gubuk tepi sungai. Bawang Putih pun menghampirinya.
                                                                     *****
Tok. Tok. Tok. Bawang Putih mengetuk pintu gubuk itu. Gubuk itu tua dan lapuk. Bau aneh menyeruak keluar menusuk hidung siapapun yang mendekat. Lampu minyak di samping kiri pintu kini menjadi satu satunya penerang bagi malam yang kian gelap. Bawang putih makin takut dan sedih. Pikirannya pun tak menentu. Ia takut dimarahi karena tak dapat menemukan baju kesayangan ibu tirinya itu.
Tak lama sejak bawang putih mengetuk pintu, pintu pun mengayun terbuka. Keluarlah seorang wanita paruh baya dari dalam gubuk. Ia terlihat sangatlah tua. Bahkan saking tuanya punggungnya kini tak lagi dapat menopang tubuhnya dengan tegap. Bajunya lusuh. Terlihat banyak robekan di sana sini. Kotoran pun seperti menjadi bagian yang tak terpisahkan darinya. Kukunya panjang nan kotor memegangi pegangan pintu sembari mencari sosok yang telah mengetuk pintunya malam-malam.
“Siapa kau? Beraninya kau mengganggu ku malam-malam begini?” ucap sang nenek.
“Maaf nek menggangu nenek malam-malam, aku sedang mencari baju milik ibuku yang hanyut namun hingga kini belum jua aku temukan. Kalau boleh aku ingin berstirahat disini malam ini saja nek. Karena rumahku jaraknya jauh dari sini dan saya tidak berani pulang malam-malam.”
“Oh begitu rupanya. Baiklah kau kuperbolehkan menginap di sini. Tapi ingat jangan menggagu atau merepotkanku.” Ujar sang nenek

Melihat Bawang Putih yang tampak kaget, sang nenek berkata, “Memangnya apa yang kau harapkan? Ini bukanlah istana tempat raja atau ratu tinggal, ini hanya gubuk tua yang mungkin roboh bila diterpa angin. Jika kau tak ingin tidur di sini silahkan cari tempat lain!”
“Maaf nek aku tak bermaksud menyinggung perasaanmu, aku ingin tetap disini. Mohon maafkan kelancanganku tadi.” mohon Bawang Putih.
“Baiklah, karena aku kasihan kau boleh menginap. Tapi ingat jangan merepotkanku.”
Malam kian larut, membawa rasa kantuk bagi Bawang Putih. Gemercik arus sungai yang terdengar sampai ke dalam mengantarnya pada alam mimpi.
Sang surya menampakan diri di keesokan paginya. Suara ayam jago membangunkan Bawang Putih. Dilihatnya sang nenek masih terlelap tidur di atas kasur reyotnya. Bawang Putih bangun dan merapikan seisi gubuk itu. Setelah selesai menyapu dan merapikan barang yang ada di dalam, ia keluar mencuci semua tumpukan baju kotor di sungai.
Saat tengah mencuci, tiba-tiba ada sosok yang menghampiri Bawang Putih.
“Siapa kau? Sedang apa kau di sini?” tanya sosok itu.
“Aku tengah mencuci, seperti yang kau lihat. Ada apa?” jawab Bawang Putih.
“Tapi siapa kau, mengapa kau...” belum sempat pria itu menyelesaikan kalimatnya. Sang nenek yang tadi masih tidur kini sudah berdiri di pinggir sungai dan berteriak ke arah mereka.
“Gimpul kau kah itu?” teriak sang nenek
Meniggalkan Bawang Putih dan tumpukan cuciannya, ia pergi menghampiri nenek itu. Sesampainya di tepi sang nenek memeluk erat pria tadi. Bawang Putih hanya melihat dari jauh apa yang terjadi namun tak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka berdua masuk ke dalam gubuk dan Bawang Putih memilih untuk menerusakan perkerjaannya.
Setelah selesai mencuci pakaian nenek, Bawang Putih masuk ke dalam gubuk dan hendak untuk memasak. Tapi niatnya itu di halangi oleh sang nenek yang mengajaknya bertemu dengan pria tadi yang ternyata cucu semata wayangnya.
Sosok besar itu tengah bersandar pada pintu kayu gubuk. Pria itu tak jauh berbeda dengan neneknya. Rupanya jauh dari tampan, ia kotor dan juga bau.
“Bawang putih ini adalah cucu semata wayangku, Gimpul.” ujar sang nenek yang lebih ramah dari tadi malam. Bawang Putih, nenek dan Gimpul berbincang-bincang. Bawang Putih pun menceritakan kisahnya pada mereka berdua. Sang nenek yang awalnya tidak suka dengan Bawang Putih kini merasa iba dan menyuruh anak semata wayangnya itu untuk pergi menemani Bawang Putih mencari baju ibu tirinya.
“Aku sudah banyak merepotkan nenek, nenek tak perlu menyuruh Gimpul pergi bersamaku. Terlebih nenek baru saja kembali bertemu dengannya.” ucap Bawang Putih
“Awalnya aku tak suka padamu tapi setelah melihat ketulusan dan mendengar ceritamu biarlah cucuku ini menemani mencari baju itu sampai ketemu. Aku tak dapat membantumu lebih banyak.” jawab sang nenek sembari memberikan bekal pada mereka berdua.
Akhirnya, setelah berpamitan dan berterima kasih, Bawang Putih melanjutkan pencariannya ditemani Gimpul. Gimpul ternyata adalah seorang yang baik walaupun rupanya tak sebaik hatinya. Tak butuh waktu lama Bawang Putih dan Gimpul sudah seperti teman lama. Mereka mencari di setiap bagian sungai tapi masih belum menemukan baju yang hilang.
Sementara itu, si Ibu tiri dan Bawang Merah sedang berbahagia menikmati kekayaan yang ditinggalkan ayah Bawang Putih. Mereka menghambur-hamburkan uang peninggalan ayah Bawang Putih. Mereka berbelanja baju, perhiasan, bahkan mereka juga membangun rumahnya menjadi rumah yang lebih besar dan mewah dari sebelumnya. Mereka bahkan sudah lupa akan Bawang Putih yang masih mencari baju hanyut itu.
Keesokan harinya, saat Ibu tiri dan Bawang Merah sedang pergi ke pasar, ada kerumunan yang mencuri perhatian mereka. Kerumunan itu ternyata adalah orang-orang yang sedang mendengarkan pengumuman istana bahwa besok akan diadakan pesta rakyat bagi seluruh rakyat. Pesta itu juga akan dihadiri oleh Raja dan Permaisuri serta Pangeran yang  baru saja kembali ke istana setelah lama pergi berkelana dan hendak mencari pendamping hidup.
Mendengar kabar ini, Bawang Merah dan Ibunya sontak saja terkejut dan berteriak di tengah kerumunan. Mereka langsung menyingkirkan diri dari kerumunan dan berbicara berdua.
“Aaah bukankah ini saat-saat terbaik dalam hidup kita? Kita kini menjadi orang kaya dan tak lama lagi aku akan menjadi istri dari pangeran?” seru Bawang Merah dengan wajah merona-rona.
“Tentu saja nak, ayo jangan buang-buang waktu di sini. Banyak yang harus kita persiapkan untuk hari besarmu esok!” jawab sang Ibu yang tak kalah hebohnya. Mereka pun pergi dan mempersiapkan segalanya.
Hari masih terlalu awal untuk berpesta, namun orang-orang sudah mempersiapkan diri sejak subuh tadi. Ada yang membawa makanan, alat musik bahkan berdandan layaknya seorang pendekar lengkap dengan pedang yang terbuat dari kayu. Bawang Merah dan Ibunya juga sudah berada di halaman istana bersama yang lain.
Di sisi lain, Bawang Putih dan Gimpul yang sudah mencari selama 2 hari 2 malam akhirnya menemukan baju yang hanyut itu tersangkut si ranting sebuah pohon. Tanpa buang-buang waktu mereka berdua pergi ke desa dan pulang ke rumah Bawang Putih. Bawang Putih terlihat gembira sekali dapat menemukan baju Ibunya itu. “Aku sudah menemukan baju Ibu. Kini aku bisa melakukan sesuatu yang mengembirakan Ibu dan aku pasti tak akan dimarahi lagi.” ujarnya dalam hati.
Namun, betapa terkejutnya Bawang Putih saat mendapati  Ibu dan saudaranya tak ada di rumah. Rumahnya pun tak lagi sama seperti dulu. Kini yang ada dihadapannya adalah sebuah rumah mewah yang tak lagi ia kenali. Setelah berkeliling mencari Ibunya, ada tetangga yang memberitahunya bahwa Ibu dan saudaranya sedang menghadiri pesta rakyat di istana.
Bawang Putih dan Gimpul pergi menyusul ke istana. Di sana sudah padat oleh orang-orang yang mau bertemu dengan para penghuni istana. Orang-orang terlihat sangat bahagia dengan pesta itu. Penuhnya halaman menyulitkan Bawang Putih dan Gimpul mencari kedua keluarganya. Setelah lama berputar-putar di kerumunan, akhirnya Bawang Putih menangkap sosok yang ia kenali sedang bercengkerama dengan para anggota kerajaan. Sang Ibu terlihat tengah asyik mengobrol dengan Permaisuri dan Raja. Sedangkan saudaranya terlihat tengah terkikik malu bersama sang Pangeran yang sangatlah tampan. Tanpa disadari Bawang Putih, Gimpul terlihat kesal dan menampakan kebencian yang aneh saat melihat hal itu.
Saat Bawang Putih dan Gimpul hendak mendekat, ada beberapa pengawal istana yang menghalangi langkah mereka dan langsung saja hal ini menimbulkan keributan sampai-sampai disadari oleh sang Pangeran tampan. Pangeran pun turun dari pelataran istana dan menghampiri pusat keributan.
“Ada ribut-ribut apa ini?” tanyanya pada para prajurit. Pangeran yang tadinya hendak marah, terlihat takjub dengan apa yang ditangkap matanya. Seorang wanita yang amat cantik tengah berdiri dihadapannya, tapi sayang ia terlihat kotor dan lelah. Belum sempat sang Pangeran bertanya pada wanita itu, Gimpul menghadangnya seakan tak mengizinkan Pangeran untuk menyentuh Bawang Putih.
“Pangeran sudah jangan hiraukan orang-orang miskin itu. Lebih baik kita lanjutkan acara kita tadi!” ajak Bawang Merah dari balik punggungnya.
“Aku ini saudaramu Bawang Merah! Aku Bawang Putih! Tak ingatkah kau padaku?” tanya Bawang Putih sambil terisak hampir menangis.
“Jangan bicara sembarangan kau! Aku tak punya anak sepertimu! Kotor, bau, lusuh, hina!” ucap sang Ibu kasar. Kata-kata tadi malah membuat sang Pangeran makin tertarik saja pada Bawang Putih yang masih tertutup Gimpul yang mentamenginya. Sepertinya Bawang Putih pun merasakan hal yang sama dengan sang Pangeran. Namun, raut wajah Gimpul tak berubah sejak ia melihat sang Pangeran tadi, entah apa yang dipikirkannya sehingga ia terlihat marah sekali.
Sang Raja akhirnya gerah melihat keributan ini dan langsung mengusir Bawang Putih dan Gimpul dari dalam istana. Pangeran terlihat sedih, melihat wanita itu pergi. Bahkan ia pun belum sempat berkenalan dengannya. Pesta pun berlanjut, hingga akhirnya Raja mengumumkan sesuatu yang mengagetkan para rakyatnya. Ia akan menikahkan putranya dengan Bawang Merah. Bawang merah dan Ibunya terlihat sangat bahagia akan hal itu, namun Pangeran yang tak memiliki pilihan lain terpaksa menuruti perintah ayahnya.
Akhirnya Pangeran dan Bawang Merah sudah resmi menjadi suami isteri. Pesta pun berlangsung lebih meriah dari sebelumnya.
Sedangkan Bawang Putih kini tak tau lagi harus kemana, ia hanya berjalan merunduk tak tentu arah. Hingga akhirnya ia menjatuhkan diri pada rumput liar dipingir jalan setapak. Hatinya hancur melihat Ibu dan saudara yang ia miliki kini membuangnya. Ditambah lagi Pangeran yang mencuri perhatiannya itu akan menikah dengan saudaranya.
Gimpul yang melihat Bawang Putih terpukul berusaha menghiburnya, sembari mengajaknya kembali pulang ke rumahnya di tepi sungai. Bawang Putih pun menurut dan pulang bersama Gimpul.
Sesampainya di rumah mereka berdua menceritakan apa yang telah mereka alami pada sang nenek. Nenek pun menasehati Bawang Putih agar tak lagi memikirkan Ibu dan saudaranya dan tinggal bersama nenek juga Gimpul yang akan selalu menemaninya.
Bawang Putih kini tinggal bersama nenek dan Gimpul dalam kesederhanaan tapi diselimuti keceriaan di setiap harinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar