Rabu, 09 April 2014

JAKA TARUB

Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat sebuah telaga. Tanpa sengaja, ia melihat dan kemudian mengamati tujuh bidadari sedang mandi di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub mengambil selendang yang tengah disampirkan milik salah seorang bidadari. Ketika para bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari, karena tidak menemukan selendangnya, tidak mampu kembali dan akhirnya ditinggal pergi oleh kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu muncul dan berpura-pura menolong. Bidadari yang bernama Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah senja.

Singkat cerita, keduanya lalu menikah. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak sekali-kali menanyakan rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi isteri. Rahasia tersebut adalah bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi menggunakan hanya sebutir beras dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang penasaran tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
                                                                  
Akibat hal ini, persediaan gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika persediaan gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya, yang ternyata disembunyikan suaminya di dalam lumbung.

Nawangwulan marah besar mengetahui bahwa Jaka Tarublah yang sudah mencuri selendangnya. Nawangwulan memutuskan untuk meninggalkan Jaka Tarub dan membawa serta Nawangsih kembali ke kayangan. Jaka tarub menangis tersedu-sedu, memohon kepada istrinya untuk tetap tinggal. Namun keputusan Nawangwulan sudah bulat. Akhirnya dia pun terbang meninggalkan bumi.

Sesampainya di kayangan, dia disambut oleh ayahnya dan keenam saudaranya. Sang ayah menghampirinya seraya berkata “siapa anak kecil ini?”. “ini anakku ayah, aku menikah dengan seorang manusia di bumi”, sahut Nawangwulan. “maaf anakku, anakmu tidak dapat tinggal di kayangan karena dia setengah manusia”, ujar sang ayah.

Nawangwulan tersentak. Airmatanya mulai menetes membasahi pipi. Dengan terpaksa Nawangwulan dan Nawangsih pun kembali ke bumi. Sesampainya dibumi Nawangwulan bingung harus tinggal dimana. Sesaat terlintas dipikirannya untuk kembali kerumah Jaka Tarub. Namun, mengingat kebohongan yang selama ini disembunyikan oleh suaminya Nawangwulan pun mengurungkan niat tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk tinggal didalam hutan.

Hari demi hari ia jalani bersama anak tercintanya. Suatu hari ketika Nawangsih sedang mencari kayu bakar dihutan, dia mendapati seorang pria paruh baya tergeletak ditanah. Badannya kurus dan terdapat beberapa luka di bagian kakinya. Karena iba, Nawangsih pun membawa pria itu ke rumahnya.

Setibanya di rumah, Nawangwulan kaget mendapati lelaki yang dibawa anaknya itu ternyata Jaka Tarub, suaminya yang telah lama ia tinggalkan.  Hatinya tersentuh. Dengan berderai air mata, Nawangwulan memeluk erat tubuh suaminya yang masih tak sadarkan diri. Dia menyesal telah meninggalkan Jaka Tarub. Padahal selama hidup bersama Jaka Tarub dia merasa sangat bahagia.

Nawangsih bingung kenapa sang ibu memeluk erat pria tersebut sambil menangis. “bu, siapa lekaki ini? Kenapa ibu begitu sedih melihat lelaki ini?”, tanya Nawangsih kepada ibunya. Ibunya pun melepaskan pelukannya. “di...dia ini ayahmu Nawangsih”, jawab ibunya dengan suara yang parau. Nawangsih terdiam. “jadi dia...”, Nawangsih pun menangis sambil memeluk ibunya.

Nawangwulan bergegas menuju dapur, mengambil air hangat serta obat untuk mengobati suaminya. Dengan penuh kasih sayang ia mengobati luka suaminya, membasuh tubuh suaminya dengan air hangat, dan menggantikan pakaian kotornya.

Sesaat kemudian Jaka Tarub tersadar. Dengan pandangan yang masih agak kabur, Jaka Tarub menerka-nerka siapa wanita yang ada dihadapannya. Setelah pendangannya mulai jelas, Jaka Tarub kaget melihat wanita yang ada di depannya itu ternyata Nawangwulan, istrinya yang telah lama pergi. Kaget bercampur haru, itulah yang kini dirasakan oleh Jaka Tarub kala itu. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung memeluk istrinya sambil terus meminta maaf. “iya Jaka, saya sudah memaafkanmu”, ucap Nawangwulan yang kemudian melepaskan pelukan suaminya.

“siapa gadis cantik itu Nawangwulan? Apakah dia anakku?”, tanya Jaka Tarub sambil menunjuk ke arah Nawangsih. Nawangwulan tersenyum kemudian menganggukan kepalanya. Jaka Tarub berlari memeluk anaknya penuh rasa haru. Pada akhirnya cintalah yang mempersatukan keutuhan keluarga mereka kembali.

Setelah hari itu, mereka kembali menjalani hidup bersama. Jaka Tarub pun berjanji tidak akan membohongi istrinya lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar