JAKA TARUB
Jaka
Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar
masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat
sebuah telaga. Tanpa sengaja, ia melihat dan kemudian mengamati tujuh bidadari
sedang mandi di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub mengambil
selendang yang tengah disampirkan milik salah seorang bidadari. Ketika para
bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap kembali ke kahyangan. Salah
seorang bidadari, karena tidak menemukan selendangnya, tidak mampu kembali dan
akhirnya ditinggal pergi oleh kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja.
Jaka Tarub lalu muncul dan berpura-pura menolong. Bidadari yang bernama
Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah
senja.
Singkat
cerita, keduanya lalu menikah. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang
dinamai Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub
agar tidak sekali-kali menanyakan rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah
menjadi isteri. Rahasia tersebut adalah bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi
menggunakan hanya sebutir beras dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang
banyak. Jaka Tarub yang penasaran tidak menanyakan tetapi langsung membuka
tutup penanak nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak
itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
Akibat
hal ini, persediaan gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika persediaan
gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya, yang ternyata
disembunyikan suaminya di dalam lumbung.
Nawangwulan marah besar mengetahui
bahwa Jaka Tarublah yang sudah mencuri selendangnya. Nawangwulan
memutuskan untuk meninggalkan Jaka Tarub dan membawa serta Nawangsih kembali ke
kayangan. Jaka tarub menangis tersedu-sedu, memohon kepada istrinya untuk
tetap tinggal. Namun keputusan Nawangwulan sudah bulat. Akhirnya dia pun
terbang meninggalkan bumi.
Sesampainya
di kayangan, dia disambut oleh ayahnya dan keenam saudaranya. Sang ayah
menghampirinya seraya berkata “siapa anak kecil ini?”. “ini anakku ayah, aku
menikah dengan seorang manusia di bumi”, sahut Nawangwulan. “maaf anakku,
anakmu tidak dapat tinggal di kayangan karena dia setengah manusia”, ujar sang
ayah.
Nawangwulan
tersentak. Airmatanya mulai menetes membasahi pipi. Dengan terpaksa Nawangwulan
dan Nawangsih pun kembali ke bumi. Sesampainya dibumi Nawangwulan bingung harus
tinggal dimana. Sesaat terlintas dipikirannya untuk kembali kerumah Jaka Tarub.
Namun, mengingat kebohongan yang selama ini disembunyikan oleh suaminya
Nawangwulan pun mengurungkan niat tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk
tinggal didalam hutan.
Hari
demi hari ia jalani bersama anak tercintanya. Suatu hari ketika Nawangsih
sedang mencari kayu bakar dihutan, dia mendapati seorang pria paruh baya
tergeletak ditanah. Badannya kurus dan terdapat beberapa luka di bagian
kakinya. Karena iba, Nawangsih pun membawa pria itu ke rumahnya.
Setibanya
di rumah, Nawangwulan kaget mendapati lelaki yang dibawa anaknya itu ternyata
Jaka Tarub, suaminya yang telah lama ia tinggalkan. Hatinya tersentuh. Dengan berderai air mata,
Nawangwulan memeluk erat tubuh suaminya yang masih tak sadarkan diri. Dia
menyesal telah meninggalkan Jaka Tarub. Padahal selama hidup bersama Jaka Tarub
dia merasa sangat bahagia.
Nawangsih bingung kenapa sang ibu memeluk erat pria
tersebut sambil menangis. “bu, siapa lekaki ini? Kenapa ibu begitu sedih
melihat lelaki ini?”, tanya Nawangsih kepada ibunya. Ibunya pun melepaskan
pelukannya. “di...dia ini ayahmu Nawangsih”, jawab ibunya dengan suara yang
parau. Nawangsih terdiam. “jadi dia...”, Nawangsih pun menangis sambil memeluk
ibunya.
Nawangwulan
bergegas menuju dapur, mengambil air hangat serta obat untuk mengobati
suaminya. Dengan penuh kasih sayang ia mengobati luka suaminya, membasuh tubuh
suaminya dengan air hangat, dan menggantikan pakaian kotornya.
Sesaat
kemudian Jaka Tarub tersadar. Dengan pandangan yang masih agak kabur, Jaka
Tarub menerka-nerka siapa wanita yang ada dihadapannya. Setelah pendangannya
mulai jelas, Jaka Tarub kaget melihat wanita yang ada di depannya itu ternyata
Nawangwulan, istrinya yang telah lama pergi. Kaget
bercampur haru, itulah yang kini dirasakan oleh Jaka Tarub kala itu. Tanpa pikir panjang,
ia pun langsung memeluk istrinya sambil terus meminta maaf. “iya Jaka, saya
sudah memaafkanmu”, ucap Nawangwulan yang kemudian melepaskan pelukan suaminya.
“siapa
gadis cantik itu Nawangwulan? Apakah dia anakku?”, tanya Jaka Tarub sambil
menunjuk ke arah Nawangsih. Nawangwulan tersenyum kemudian menganggukan
kepalanya. Jaka Tarub berlari memeluk anaknya penuh rasa haru. Pada akhirnya
cintalah yang mempersatukan keutuhan keluarga mereka kembali.
Setelah
hari itu, mereka kembali menjalani hidup bersama. Jaka Tarub pun berjanji tidak
akan membohongi istrinya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar