Malam dingin menerjang, ku
tatap lalu lalang kendaraan pada saat itu. Perkenalkan namaku Rio Anugraha biasa di panggil Rio, umur 21
tahun dan sekarang sedang berkuliah di semester akhir di sebuah perguruan
tinggi terkemuka di Jakarta.
Tak terbayang bahwa ternyata
dengan umur segitu harus menanggung tanggung jawab yang besar dalam hal apapun,
rasanya baru ingat kemarin aku baru saja berlari dan mengumpat bersama dengan
teman-teman. Nyatanya itu sudah lama terjadi dan keadaan pun berbeda dengan
sekarang yang tak ada seorang pun yang mau di ajak bermain permainan dahulu.
Namun biasanya yang
terbayang oleh kebanyakan orang ketika dewasa nanti adalah tentang hati, cinta
dan tanggung jawab. Memang sih tetapi
rasanya gak gitu juga.... Tentang cinta mungkin sudah sering melihat fenomena
dari SMP hingga SMA yang kebanyakan semu kelihatannya,berawal dari mata turun
ke hati “katanya”. Mungkin pada masa
SMA adalah masa paling banyak terjadi
fenomena percintaan di kalangan remaja. Pendekatan,temen
curhat,perhatian,hadiah,malam minggu dan hal lainnya yang berkaitan tentang
percintaan remaja. Mungkin dari beberapa istilah tadi aku hanya mengalami
beberapa selebihnya dapat di artikan bahwa cinta itu semu.
Pada masa SMA akupun memasuki ekskul
keagamaan yaitu rohis. Kegiatan di rohis sangat erat dengan nilai-nilai
islam,memang akupun suka dengan kegiatan seperti ini dari dulu dan senang
dengan cerita perjuangan islam yang sering di ceritakan kakak-kakak rohis.
Perjalanan rohis SMA pun berjalan menyenangkan dengan teman-teman yang luar
biasa,dan disinilah tempat yang tepat melupakan percintaan karena antara pria
dan wanita ada batas yang harus di jaga. Lagipula wanitanya juga menjaga
kehormatannya dengan memakai hijab yang menutupi tubuh.
Setelah lulus dari SMA
pun perasaan campur aduk karena harus
berpisah dari suasana yang tak terlupakan dan mungkin ini adalah awal dari
semua perasaan yang kurasakan sekarang. Ketika waktu berjalan perlahan namun
pasti banyak orang yang membicarakan “cinta” dalam bentuk lain. Mungkin karena sudah mahasiswa dan setelah
lulus bekerja dan menikah makanya banyak yang membicarakan tentang pasangan
hidup mereka nantinya. Awalnya aku tidak tertarik dengan bahasan ini namun risih juga dengan perbedaan yang
membuat saya berpikir ulang.
“cepat halalkan” mungkin
ini adalah kata paling sopan dan mengganggu,namun sempat terpikirkan juga kapan
momen tersebut tiba dan seperti apa sih nantinya teman hidup kita? Rasanya pengen di skip aja pikiran tersebut.
Dalam organisasi islam yang aku ikuti sekarang
di kampus banyak teman yang kudapati mereka adalah Abdul, Haris dan Azhar.
Bergaul dengan mereka penuh canda dan semangat setiap harinya. Banyak pelajaran
yang bisa di ambil dari pribadi masing-masing.
Seperti Abdul yang tilawahnya setiap hari 1juz dan sudah hafal hadist
arbain, Haris pribadi humoris nan shaleh yang dapat bergaul dengan siapa saja
dan terakhir Azhar si sporty nan Shaleh dapat banyak perhatian dengan teman
yang lainnya.
Biasanya kami
sering berbincang – bincang sehabis kuliah banyak topik bahasan yang di
bahas,namun kali ini mereka membahas tentang pernikahan dan dapat di tebak
pasti mereka bercanda mengenai hal itu. “yo,kamu kayanya murung aja? Butuh
pendamping?” Ujar Haris “kok nyasarnya
ke pendamping sih ris? Aku cuma lagi berkontemplasi kok.” Balasku “mungkin ku kira kau butuh teman berbagi hal
yang lai,hihihi.” Haris meledekku sambil
tertawa bersama yang lainnya. Memang cukup membuat muka cemberut kalo main
ledek-ledekan beginian,tetapi di kala sepi akupun juga memikirkannya bahwa
bagaimana pasanganku kelak dan bagaimana kita kelak. Pada akhirnya juga tidak
bisa di abaikan dan mungkin harus mengerti di saat sekarang ini.
Mengenai pasangan
hidup sering kulihat di twitter dan facebook ungkapan-ungkapan yang di sukai
seperti “jodohku mungkin kita tidak
bersama tapi mungkin kita menatap langit yang sama” atau “Bila kau tidak
berjodoh dengan nama yang ada dalam doamu,mungkin kau berjodoh dengan nama yang
mendoakanmu” dua kalimat tadi paling
sering terlihat di media sosial, sering terpikir sih namun karena aku orangnya
cuek ku biarkan saja membayang di pikirku.
Semenjak terbayang
tentang “jodoh” akupun mulai membaca
buku-buku fiqh tentang pernikahan, mendatangi dan meresapi acara walimahan,
melihat keluarga baru untuk memahami apa arti jodoh. Semenjak mendapatkan
bayangan jodoh dapatku simpulkan bahwa nanti maunya jdodhnya yang shalehah,
yang menjaga hijabnya, berpengetahuan agama luas dan hal lainnya sudah terinci
di dalam otakku ini. Ketika hal ini di share dengan temanku mereka pun
meledekku,mungkinku terlalu kaku sampai membuatnya menjadi list,tapi ya inilah
aku.
List tentang jodoh pun
sudah ada namun tetap tak terasa jika di implementasikan ke dunia nyata, rasa
hampir tidak mungkin karena manusia tidak sempurna begitu juga aku,namun apakah
ada yang cocok dan membuat hati nyaman belum dapat dirasakan. Suatu ketika dalam event kampus di tengah
acara aku melihat suatu hal yang mengagumkan,seorang wanita yang luar biasa
menjaga hijabnya mampu bergaul dan menasehati teman perempuannya yang notabene
dulunya sering nongkrong dan hang out bersama teman-temannya dan sering
membicarakan orang lain. Kukira ketika kita berjalan pada suatu jalan lurus
kita tidak bise menoleh ke samping untuk melihat apa yang ada di kiri dan
kanan. Sungguh pribadi yang membuat saya berdecak kagum,namun selain rasa kagum
tersebut nampaknya ada perasaan lain yang hinggap. Wanita tersebut bernama
Zahra.
Semenjak hari itu pikiran ini terus
terbayang suatu pikiran,apakah perasaan itu rasa kagum bercampur dengan rasa
suka? , bagaimana rasa mengungkapkan rasa suka tersebut? Walau aku tau siapa
wanita tersebut namun tetap tidak bisa terungkap apa yang ada dalam perasaan
ini campur aduk rasanya. Mengetahui nama dan rupanya hanya menyiksa jiwa ini
ketika tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semenjak berjalannya waktu akupun
harus mengetahui bagaimana cara menguasai perasaan ini, ku ikuti beberapa
kajian dan membaca buku pada akhirnya dapat ku simpulkan adalah bagaimana cara
menyalurkan perasaan ini pada kondisi dan waktu yang tepat yaitu ke jenjang
pernikahan.
19 juni 2011
Kehampaan memuncak,rasanya
ada yang aneh dalam hidup ini ketika kulihat orang –orang berlalu lalang. Malam
ini akupun ke luar rumah menyendiri sambil berpikir apabenar dia jodohku? Bagaimana
nanti di jodohkan? Dan bagaiman kisahnya?
Aku mulai membayangkan kisah tentang bagaimana Rasulullah saw dengan
khadijah ra. Atau ali bin abi thalib ra. Dengan fatimah ra. Dan yang juga
terbayang dengan kisah perjodohan antara salma al farisi,abu darda dengan
akhwat shalehah. Pada malam itu akupun tidak dapat menyimpulkan apapun dan
hanya berlalu denga hari-hari berikutnya.
Tepat dua tahun setelah
event terebut akupun masih bingung dengan apa yang harus kulakukan,kukatakan
dan sampai kapan perasaan ini begitu berkecamuk di dalam pikiranku. Belum
sempat ku menemukan jawaban atas pertanyaan yang berkecamuk sudah di kejutkan
dengan suara temanku Azhar bahwa kita telah di undang ke resepsi pernikahan
Zahra. Rasanya aku mau pingsan dan melupakan saja,bagaimana perasaan senang
atas suatu kebahagiaan saudari kita bercampur dengan perasaan kagum dan suka
yang pernah di rasakan. Pada hari itu dunia terasa gelap walau panas matahari
sangat terik.
Pada hari di langsungkan
acara akad dan resepsi pernikahan akupun sempat bingung antara hadir dan
tidak,karena takut sedih dalam acara tersebut. Namun kita telah dewasa harus
menghadapi segalanya dengan bijak,dan hari itupun aku datang dengan senyum
lebar yang ada di wajah. Ketika hari itu sudah selesai akupun mulai mencari
lagi apa arti kata cinta,jodoh dan perasaan suka. Mungkin dalam konsep jodoh
kita akan mendapatkan jodoh sebagaimana kita. Mungkin saja aku belum tepat atau
pantas dengan zahra yang luar biasa dalam hal agama ,dakwah dan pergaulan. Aku
hanyalah aku yang masih saja tidak berubah,walau pada akhirnya aku menyadari
suatu konsep yang hilang. Yaitu tentang “pemilik jodoh” yaitu Allah swt.
Harusnya aku lebih mencintai Allah swt daripada dia yang kita inginkan menjadi
jodoh kita atau mungkin kita harus lebih mencintai Allah swt dimana ia yang
kita inginkan lebih mendahulukan Allah swt daripada yang lain. Akhirnya aku tau
bahwa hakikat cinta ini harus sebagaimana semestinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar