Rabu, 23 April 2014

cinta dalam doa




                  Malam dingin menerjang, ku tatap lalu lalang kendaraan pada saat itu. Perkenalkan namaku  Rio Anugraha biasa di panggil Rio, umur 21 tahun dan sekarang sedang berkuliah di semester akhir di sebuah perguruan tinggi terkemuka di Jakarta.
                  Tak terbayang bahwa ternyata dengan umur segitu harus menanggung tanggung jawab yang besar dalam hal apapun, rasanya baru ingat kemarin aku baru saja berlari dan mengumpat bersama dengan teman-teman. Nyatanya itu sudah lama terjadi dan keadaan pun berbeda dengan sekarang yang tak ada seorang pun yang mau di ajak bermain permainan dahulu.
                     Namun biasanya yang terbayang oleh kebanyakan orang ketika dewasa nanti adalah tentang hati, cinta dan tanggung jawab.  Memang sih tetapi rasanya gak gitu juga.... Tentang cinta mungkin sudah sering melihat fenomena dari SMP hingga SMA yang kebanyakan semu kelihatannya,berawal dari mata turun ke hati “katanya”.  Mungkin pada masa SMA  adalah masa paling banyak terjadi fenomena percintaan di kalangan remaja. Pendekatan,temen curhat,perhatian,hadiah,malam minggu dan hal lainnya yang berkaitan tentang percintaan remaja. Mungkin dari beberapa istilah tadi aku hanya mengalami beberapa selebihnya dapat di artikan bahwa cinta itu semu.
                    Pada masa SMA akupun memasuki ekskul keagamaan yaitu rohis. Kegiatan di rohis sangat erat dengan nilai-nilai islam,memang akupun suka dengan kegiatan seperti ini dari dulu dan senang dengan cerita perjuangan islam yang sering di ceritakan kakak-kakak rohis. Perjalanan rohis SMA pun berjalan menyenangkan dengan teman-teman yang luar biasa,dan disinilah tempat yang tepat melupakan percintaan karena antara pria dan wanita ada batas yang harus di jaga. Lagipula wanitanya juga menjaga kehormatannya dengan memakai hijab yang menutupi tubuh.
                   Setelah lulus dari SMA pun  perasaan campur aduk karena harus berpisah dari suasana yang tak terlupakan dan mungkin ini adalah awal dari semua perasaan yang kurasakan sekarang. Ketika waktu berjalan perlahan namun pasti banyak orang yang membicarakan “cinta” dalam bentuk lain.  Mungkin karena sudah mahasiswa dan setelah lulus bekerja dan menikah makanya banyak yang membicarakan tentang pasangan hidup mereka nantinya. Awalnya aku tidak tertarik dengan bahasan  ini namun risih juga dengan perbedaan yang membuat saya berpikir ulang.
                    “cepat halalkan” mungkin ini adalah kata paling sopan dan mengganggu,namun sempat terpikirkan juga kapan momen tersebut tiba dan seperti apa sih nantinya teman hidup kita?  Rasanya pengen di skip aja pikiran tersebut.

                     
                                Dalam organisasi islam yang aku ikuti sekarang di kampus banyak teman yang kudapati mereka adalah Abdul, Haris dan Azhar. Bergaul dengan mereka penuh canda dan semangat setiap harinya. Banyak pelajaran yang bisa di ambil dari pribadi masing-masing.  Seperti Abdul yang tilawahnya setiap hari 1juz dan sudah hafal hadist arbain, Haris pribadi humoris nan shaleh yang dapat bergaul dengan siapa saja dan terakhir Azhar si sporty nan Shaleh dapat banyak perhatian dengan teman yang lainnya.
                               Biasanya kami sering berbincang – bincang sehabis kuliah banyak topik bahasan yang di bahas,namun kali ini mereka membahas tentang pernikahan dan dapat di tebak pasti mereka bercanda mengenai hal itu. “yo,kamu kayanya murung aja? Butuh pendamping?” Ujar Haris  “kok nyasarnya ke pendamping sih ris? Aku cuma lagi berkontemplasi kok.” Balasku  “mungkin ku kira kau butuh teman berbagi hal yang lai,hihihi.”  Haris meledekku sambil tertawa bersama yang lainnya. Memang cukup membuat muka cemberut kalo main ledek-ledekan beginian,tetapi di kala sepi akupun juga memikirkannya bahwa bagaimana pasanganku kelak dan bagaimana kita kelak. Pada akhirnya juga tidak bisa di abaikan dan mungkin harus mengerti di saat sekarang ini.
                         Mengenai pasangan hidup sering kulihat di twitter dan facebook ungkapan-ungkapan yang di sukai seperti  “jodohku mungkin kita tidak bersama tapi mungkin kita menatap langit yang sama” atau “Bila kau tidak berjodoh dengan nama yang ada dalam doamu,mungkin kau berjodoh dengan nama yang mendoakanmu”  dua kalimat tadi paling sering terlihat di media sosial, sering terpikir sih namun karena aku orangnya cuek ku biarkan saja membayang di pikirku.
                        Semenjak terbayang tentang “jodoh”  akupun mulai membaca buku-buku fiqh tentang pernikahan, mendatangi dan meresapi acara walimahan, melihat keluarga baru untuk memahami apa arti jodoh. Semenjak mendapatkan bayangan jodoh dapatku simpulkan bahwa nanti maunya jdodhnya yang shalehah, yang menjaga hijabnya, berpengetahuan agama luas dan hal lainnya sudah terinci di dalam otakku ini. Ketika hal ini di share dengan temanku mereka pun meledekku,mungkinku terlalu kaku sampai membuatnya menjadi list,tapi ya inilah aku.
                      List tentang jodoh pun sudah ada namun tetap tak terasa jika di implementasikan ke dunia nyata, rasa hampir tidak mungkin karena manusia tidak sempurna begitu juga aku,namun apakah ada yang cocok dan membuat hati nyaman belum dapat dirasakan.  Suatu ketika dalam event kampus di tengah acara aku melihat suatu hal yang mengagumkan,seorang wanita yang luar biasa menjaga hijabnya mampu bergaul dan menasehati teman perempuannya yang notabene dulunya sering nongkrong dan hang out bersama teman-temannya dan sering membicarakan orang lain. Kukira ketika kita berjalan pada suatu jalan lurus kita tidak bise menoleh ke samping untuk melihat apa yang ada di kiri dan kanan. Sungguh pribadi yang membuat saya berdecak kagum,namun selain rasa kagum tersebut nampaknya ada perasaan lain yang hinggap. Wanita tersebut bernama Zahra.
                     Semenjak hari itu pikiran ini terus terbayang suatu pikiran,apakah perasaan itu rasa kagum bercampur dengan rasa suka? , bagaimana rasa mengungkapkan rasa suka tersebut? Walau aku tau siapa wanita tersebut namun tetap tidak bisa terungkap apa yang ada dalam perasaan ini campur aduk rasanya. Mengetahui nama dan rupanya hanya menyiksa jiwa ini ketika tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semenjak berjalannya waktu akupun harus mengetahui bagaimana cara menguasai perasaan ini, ku ikuti beberapa kajian dan membaca buku pada akhirnya dapat ku simpulkan adalah bagaimana cara menyalurkan perasaan ini pada kondisi dan waktu yang tepat yaitu ke jenjang pernikahan.
 19 juni 2011
                       Kehampaan memuncak,rasanya ada yang aneh dalam hidup ini ketika kulihat orang –orang berlalu lalang. Malam ini akupun ke luar rumah menyendiri sambil berpikir apabenar dia jodohku? Bagaimana nanti di jodohkan? Dan bagaiman kisahnya?  Aku mulai membayangkan kisah tentang bagaimana Rasulullah saw dengan khadijah ra. Atau ali bin abi thalib ra. Dengan fatimah ra. Dan yang juga terbayang dengan kisah perjodohan antara salma al farisi,abu darda dengan akhwat shalehah. Pada malam itu akupun tidak dapat menyimpulkan apapun dan hanya berlalu denga hari-hari berikutnya.
                       Tepat dua tahun setelah event terebut akupun masih bingung dengan apa yang harus kulakukan,kukatakan dan sampai kapan perasaan ini begitu berkecamuk di dalam pikiranku. Belum sempat ku menemukan jawaban atas pertanyaan yang berkecamuk sudah di kejutkan dengan suara temanku Azhar bahwa kita telah di undang ke resepsi pernikahan Zahra. Rasanya aku mau pingsan dan melupakan saja,bagaimana perasaan senang atas suatu kebahagiaan saudari kita bercampur dengan perasaan kagum dan suka yang pernah di rasakan. Pada hari itu dunia terasa gelap walau panas matahari sangat terik.
                   Pada hari di langsungkan acara akad dan resepsi pernikahan akupun sempat bingung antara hadir dan tidak,karena takut sedih dalam acara tersebut. Namun kita telah dewasa harus menghadapi segalanya dengan bijak,dan hari itupun aku datang dengan senyum lebar yang ada di wajah. Ketika hari itu sudah selesai akupun mulai mencari lagi apa arti kata cinta,jodoh dan perasaan suka. Mungkin dalam konsep jodoh kita akan mendapatkan jodoh sebagaimana kita. Mungkin saja aku belum tepat atau pantas dengan zahra yang luar biasa dalam hal agama ,dakwah dan pergaulan. Aku hanyalah aku yang masih saja tidak berubah,walau pada akhirnya aku menyadari suatu konsep yang hilang. Yaitu tentang “pemilik jodoh” yaitu Allah swt. Harusnya aku lebih mencintai Allah swt daripada dia yang kita inginkan menjadi jodoh kita atau mungkin kita harus lebih mencintai Allah swt dimana ia yang kita inginkan lebih mendahulukan Allah swt daripada yang lain. Akhirnya aku tau bahwa hakikat cinta ini harus sebagaimana semestinya
                             
                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar