Donor Darah Pertamaku
Pukul 9.30 aku
sudah berada di kampus. Matahari yang mulai naik dan terasa sedikit panas
segera mengusir rasa kantuk dan malasku. Hari ini adalah Hari kamis, hari
di mana aku dan teman-teman kelasku libur karena tidak ada jam kuliah pada hari
ini. Tetapi tugas-tugas kelompok yang diberikan dosen yang mengharuskan aku
untuk berada di sini dan sekaligus menghapus jam tidur pagiku setelah salat
subuh. Aku bergegas langsung menuju perpustakaan FSH di lantai 2, tetapi tidak
ada satupun teman kelompokku yang berada di sana. Sepertinya teman-teman
kelompokku yang lain masih berada di tempat tidurnya mengingat hari ini adalah
hari libur bagi mereka.
Sambil
menunggu teman-teman kelompokku datang, aku langsung menuju Kafe Cangkir untuk membeli cemilan, tetapi
niat itu gagal karena terlihat di depan Kafe Cangkir ada sebuah mobil donor
darah dari PMI yang sudah stand by
dan sudah dipenuhi antrian calon pendonor. Terbesit niatku untuk mencoba dan
memberanikan diri untuk mendonor darah. Lalu aku segera mendaftarkan diri
sebagai calon pendonor dengan mengisi sebuah formulir pedaftaran dan tes
kesehatan sekaligus golongan darah. Dan alhamdulillah
aku dinyatakan sehat dan layak untuk menjadi pendonor. Ini adalah kali pertama
aku mendonorkan darah karena aku sering mencobanya tetapi selalu tidak lolos
tes karena HB-ku selalu rendah.
Setelah
sekitar 15 menit menunggu akhirnya namaku dipanggil untuk segera masuk ke dalam
mobil donor darah. Di dalam mobil ini ada dua orang petugas dan dua orang
mahasiswa yang sedang diambil darahnya. Aku langsung menduduki satu-satunya
bangku yang kosong di kursi pendonor. Tegang dan takut sekali rasanya. Petugas
yang mengambil darahku ternyata seorang laki-laki, sepertinya ia cukup
berpengalaman. Kugulung lengan bajuku sampai sebatas siku. “Jangan tegang ya mbak," kata si petugas. Tapi tetap saja
aku masih tegang, setelah tanganku dipasang alat ukur tekanan darah, mulailah
si petugas mengeluarkan kantong tempat darah sekaligus jarum suntiknya. “Ambil
nafas panjang," kata si petugas ketika ingin memasukkan jarum suntiknya ke
tanganku. “Sakitnya kayak digigit semut kan? tapi semutnya segerombolan hehe.” Guyonan
si petugas. Dan ternyata memang rasanya sakit seperti digigit banyak semut.
Darah langsung mengalir ke kantong darah yang disediakan. Sekitar lima belas
menit berlalu mulailah rasa pusing dan mual melandaku, mataku mulai tidak fokus
dan buram, keringat bercucuran ditubuhku padahal mobil ini dilengkapi dengan pendingin
ruangan dengan suhu yang cukup dingin. “Waduh mukanya pucat nih, kayaknya yang
ini sudah mulai gak kuat," ujar si petugas yang mengambil darahku kepada
petugas yang satunya. Rasa mual yang aku rasakan semakin menjadi sampai
menimbulkan suara seperti ingin muntah. Si petugas panik sambil mencari-cari
plastik yang kosong untuk berjaga-jaga takut aku mengeluarkan muntahan. “Masih
kuat kan? sabar ya sebentar lagi," ujar si petugas sambil mengecek kantong
darahku yang sudah hampir penuh. “Ambil nafas, keluarkan,” ujar petugas yang
satunya lagi. Aku sebisa mungkin bertahan sambil melakukan instruksi dari si
petugas. Tak lama kemudian, aku sudah tidak kuat akan rasa pusing dan mualnya
lalu aku meminta untuk segera menyudahinya. Lalu petugas itu segera mencabut
jarum suntiknya dan terlepaslah sudah gigitan segerombolan semut itu di tanganku. “Untung sudah penuh, kalau
tidak darahnya terbuang sia-sia nih hehe,"
ujar si petugas sambil mengecek kantong darahku. “Tiduran disini dulu ya sampai
pusing dan mualnya hilang. Kamu baru pertama kali ya?” Ujar si petugas yang
satunya lagi. Lalu aku mengangguk dan tersenyum. “Biasanya kalau baru pertama
kali donor memang begitu kok, jangan kapok ya.”
Setelah
pusing dan mualnya sudah hampir hilang lalu aku segera meninggalkan mobil itu
karena antrean di luar masih panjang. Tak lupa kedua petugas itu mengucapkan
terimakasih dan memberikanku sebuah
bingkisan dan kartu donor. Ini toh rasanya donor darah. Rasa syukur
yang teramat sangat terucap padaku karena aku telah berhasil melewati rasa
takut ini, walau sebenarnya tanganku masih terasa kemeng hingga saat ini. Pada hari itu aku berjanji dalam hati, aku
tidak akan kapok untuk mendonor darah
lagi karena setetes darah kita begitu berarti untuk menyelamatkan nyawa orang
lain. Insya Allah niat baik akan
selalu dimudahkan oleh Allah SWT. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar