Rabu, 23 April 2014

Kado Untuk Kartini

Kado Untuk Kartini

Kulangkahkan kaki di pagi buta yang udaranya masih terasa sejuk, karena kendaraan yang lewat masih terlihat sepi. Aku berjalan menuju terminal bus Tanjung Priuk membawa gitar kecil dan bungkus permen yang sudah terlihat lusuh. Mengenakan kaos lusuh seadanya dan sendal jepit. Aku berjalan tanpa henti melewat gang hingga langkahku terhenti di depan sebuah Sekolah Dasar. SDN RBU 23 Pagi terpampang di gerbang masuk sekolah, dari luar  suasana sekolah masih terlihat sepi hanya beberapa siswa yang terlihat masuk menuju kelas. Sementara di depan gerbang terlihat siswa yang diantarkan oleh ibunya, mereka terlihat sangat ceria. Aku sangat iri melihat pemandangan ini, tiap pagi aku sengaja melewati jalan ini hanya untuk melihat suasana Sekolah Dasar yang sangat aku rindukan.
Aku berhenti sekolah sejak kelas 3 SD karena saat itu ayahku meninggal dan ibu sakit-sakitan sejak dua tahun sebelum kepergian ayah. Saat ini seharusnya aku sudah duduk di bangku kelas 6 SD. Aku sebagai anak pertama, menjadi tanggungan keluarga memutuskan untuk berhenti sekolah untuk mengamen dan menjual koran. Kartini, adikku yang perempuan sekarang duduk di kelas 1 SD, alhamdulillah dia dibantu oleh pak RT untuk biaya keperluan sekolahnya.
“Nak, jangan melamun di pinggir jalan, nanti ketabrak!”Seorang kakek memecah lamunanku. Lalu aku melanjutkan perjalanan menuju stasiun Tanjung Priuk. Dalam perjalanan aku terngiang ucapan Tini, “Ulang tahun Tini nanti, kaka mau kan kasih aku kado?”Aku hanya menjawab dengan senyum hangat. Tidak pernah ada yang memberikan kado untuk Tini, aku ingin memberikan kado di ulang tahunnya yang ke-8. Hanya Kartini dan Ibu yang aku miliki sekarang, aku ingin membahagiakan mereka berdua.
“Pul, tumben dateng pagi banget?”Teriak Imam, teman mengamenku. “Iya nih mam, kejar target, buat beli kado ulang tahun Tini"jawabku. Aku sudah sampai di Stasiun Tanjung Priuk, aku meninggalkan Imam untuk mencari bus yang belum dinaiki oleh pengamen. Aku memilih patas 135 jurusan Tanjung Priuk-Ciputat. Aku bernyanyi sepanjang perjalanan. Alhamdulillah aku memang dianugerahi suara yang bagus secara otodidak, mungkin ini salah satu bentuk keadilan Tuhan. Aku turun di daerah fatmawati, lalu berjalan untuk menunggu patas 135 arah Ciputat-Tanjung Priuk. Tidak lama kemudian patas datang dan kebetulan tidak ada pengamen. Aku membawakan empat buah lagu, salah satunya lagu “Ibu Kita Kartini” karena hari ini tanggal 21 April 2014 dan bertepatan dengan hari ulang tahun adikku, Kartini. Setelah keluar tol Rawamangun, aku turun dan mencari bus lainnya.
            Hari sudah siang, kulihat jam dinding di warteg menunjukkan pukul 12 siang. Aku mencari masjid untuk menunaikan solat zuhur. Setelah selesai berwudhu kurasakan kesegaran mengaliri wajahku setelah terik matahari membakar tubuhku. Selesai solat aku menghitung uang di teras masjid, baru tiga puluh ribu yang aku dapatkan dari mengamen di 4 bus. Perutku terasa lapar karena dari pagi belum terisi.  Aku memutuskan untuk pergi ke warung di samping masjid. “Pak, air botol sama roti satu, berapa?”Tanyaku pada Bapak penjaga warung. “Lima ribu dek,”jawab Bapak penjaga warung. Aku memakan roti di bangku depan warung dengan lahap. Selesai makan, aku melanjutkan berjalan untuk mengamen dalam bus.
Mulai dari patas, bus, kopaja, hingga metro mini aku naiki. Aku tiba di senen ketika hari sudah malam, aku memutuskan untuk mengamen di dalam metro mini 07 arah Tanjung Priuk dan pulang ke rumah. Sesampainya di Tanjung Priuk, aku menghitung uang yang didapat dari hasil mengamen. Sembilan puluh tujuh ribu lima ratus yang aku dapatkan seharian mengamen dari 10 bus. Aku berjalan menuju apotik untuk membeli obat Ibu, kulihat jam yang menggantung di dinding Apotek menunjukkan pukul 8 malam. Aku kembali memikirkan ucapan Kartini “Ulang tahun Tini nanti, kaka mau kan kasih aku kado?”
“Ini dek, bonnya silahkan bawa ke kasir”Kata-kata Apoteker itu membuyarkan lamunanku. Sebelum ke kasir, aku melihat bon tertulis angka Rp 40.000,-. Aku memberikan uang empat puluh ribu rupiah yang bercampur dengan koin hasil mengamen tadi. Keluar dari Apotek aku menuju ke warteg membeli dua bungkus nasi untuk ibu dan Tini. Uang hasil mengamen sisa empat puluh lima ribu. Aku menuju Ramayana untuk membeli kado. Aku tidak tahu harus membeli apa karena harga barang-barang disana lebih dari Rp 45.000,-. Lalu aku melihat kotak pensil berwarna biru, warna kesukaan Tini dengan gambar Barbie seharga Rp 30.000,-. Aku membawa kotak pensil itu menuju kasir untuk dibungkus dengan kertas kado.
Aku keluar Ramayana dengan perasaan senang dengan membawa kado untuk Kartini. Tanganku penuh memegang gitar, nasi bungkus dan kado. Aku mendengar keributan di jalan, terdengar seperti orang teriak minta tolong dari arah jembatan penyebrangan. Lalu tiba-tiba ada seorang laki-laki berlari kencang ke arahku. Aku yang tidak menduga sebelumnya, tidak sempat menghindar. Tubuhku terjatuh, semua barang yang aku pegang terlempar ke jalan yang penuh genangan air kotor. Kado untuk Kartini, itu yang terlintas dibenakku pertama kali saat tubuhku terjatuh. Aku segera bangkit dan mengambil kado untuk kartini yang ternyata sudah basah, kotor dan sedikit berubah bentuk. Aku kembali teringat ucapan Kartini “Ulang tahun Tini nanti, kaka mau kan kasih aku kado?”Kado pertamanya sudah rusak. Laki-laki yang berlari menabrakku tadi telah merusak kado untuk Kartini yang ternyata diketahui dia adalah perampok wanita yang teriak minta tolong di jembatan penyebrangan. Aku mengambil gitar dan nasi bungkus yang alhamdulillah tidak terkena basah. Aku pulang dengan perasaan sedih dan bersalah karena kado untuk Kartini sudah rusak.
“Assalamualaikum, Tini abang pulang!”Teriakku karena pintu sudah ditutup. “Abang dari mana aja, ko jam 10 baru pulang?”Tanya adikku. “Baju abang juga kotor, kenapa?”Sambung Tini. Aku masuk ke dalam rumah menaruh obat Ibu di kamar, terlihat Ibu sudah tidur. “Iya nih abang tadi jatuh di jalan jadi kotor bajunya. Oh iya Tini, ini kado untuk kamu”Aku memberikan kado yang sudah basah tadi dengan sangat menyesal. “abang minta maaf kadonya juga jatuh”Aku menunjukkan penyesalan dalam nada suaraku. Tini menuju ke arahku mengambil kado di tanganku, dia menunjukkan wajah kecewa lalu tiba-tiba tersenyum ke arahku, “Makasih banyak yah bang Ipul, Tini senang abang kasih kado untuk Tini, ini kado pertama Tini. Walaupun rusak, abang sudah susah payah beli ini untuk Tini.”Tini mengeluarkan air mata dan memelukku. Sebelum Ayah meninggal, Tini sangat dekat dengan Ayah, dan setelah ayah meninggal akulah pengganti sosok Ayah bagi Tini. “Kado untuk Kartini, semoga kamu suka. Selamat ulang tahun yang ke-8 Kartini, semoga kelak kamu menjadi sosok wanita tangguh, setangguh Kartini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar