Kado Untuk Kartini
Kulangkahkan kaki di pagi buta yang udaranya masih
terasa sejuk, karena kendaraan yang lewat masih terlihat sepi. Aku berjalan
menuju terminal bus Tanjung Priuk membawa gitar kecil dan bungkus permen yang
sudah terlihat lusuh. Mengenakan kaos lusuh seadanya dan sendal jepit. Aku
berjalan tanpa henti melewat gang hingga langkahku terhenti di depan sebuah
Sekolah Dasar. SDN RBU 23 Pagi terpampang di gerbang masuk sekolah, dari
luar suasana sekolah masih terlihat sepi hanya beberapa siswa yang
terlihat masuk menuju kelas. Sementara di depan gerbang terlihat siswa yang
diantarkan oleh ibunya, mereka terlihat sangat ceria. Aku sangat iri melihat
pemandangan ini, tiap pagi aku sengaja melewati jalan ini hanya untuk melihat
suasana Sekolah Dasar yang sangat aku rindukan.
Aku berhenti sekolah sejak kelas 3 SD karena saat itu
ayahku meninggal dan ibu sakit-sakitan sejak dua tahun sebelum kepergian ayah.
Saat ini seharusnya aku sudah duduk di bangku kelas 6 SD. Aku sebagai anak
pertama, menjadi tanggungan keluarga memutuskan untuk berhenti sekolah untuk
mengamen dan menjual koran. Kartini, adikku yang perempuan sekarang duduk di
kelas 1 SD, alhamdulillah dia dibantu oleh pak RT untuk biaya keperluan sekolahnya.
“Nak, jangan melamun di pinggir jalan, nanti ketabrak!”Seorang kakek
memecah lamunanku. Lalu aku melanjutkan perjalanan menuju stasiun Tanjung
Priuk. Dalam perjalanan aku terngiang ucapan Tini, “Ulang tahun Tini nanti,
kaka mau kan kasih aku kado?”Aku hanya menjawab dengan senyum hangat. Tidak
pernah ada yang memberikan kado untuk Tini, aku ingin memberikan kado di ulang
tahunnya yang ke-8. Hanya Kartini dan Ibu yang aku miliki sekarang, aku ingin
membahagiakan mereka berdua.
“Pul, tumben dateng pagi banget?”Teriak Imam, teman mengamenku. “Iya nih
mam, kejar target, buat beli kado ulang tahun Tini"jawabku. Aku sudah
sampai di Stasiun Tanjung Priuk, aku meninggalkan Imam untuk mencari bus yang
belum dinaiki oleh pengamen. Aku memilih patas 135 jurusan Tanjung
Priuk-Ciputat. Aku bernyanyi sepanjang perjalanan. Alhamdulillah aku memang
dianugerahi suara yang bagus secara otodidak, mungkin ini salah satu bentuk
keadilan Tuhan. Aku turun di daerah fatmawati, lalu berjalan untuk menunggu
patas 135 arah Ciputat-Tanjung Priuk. Tidak lama kemudian patas datang dan
kebetulan tidak ada pengamen. Aku membawakan empat buah lagu, salah satunya
lagu “Ibu Kita Kartini” karena hari ini tanggal 21 April 2014 dan bertepatan
dengan hari ulang tahun adikku, Kartini. Setelah keluar tol Rawamangun, aku
turun dan mencari bus lainnya.
Hari
sudah siang, kulihat jam dinding di warteg menunjukkan pukul 12 siang. Aku
mencari masjid untuk menunaikan solat zuhur. Setelah selesai berwudhu kurasakan
kesegaran mengaliri wajahku setelah terik matahari membakar tubuhku. Selesai
solat aku menghitung uang di teras masjid, baru tiga puluh ribu yang aku
dapatkan dari mengamen di 4 bus. Perutku terasa lapar karena dari pagi belum
terisi. Aku memutuskan untuk pergi ke warung di samping masjid. “Pak, air
botol sama roti satu, berapa?”Tanyaku pada Bapak penjaga warung. “Lima ribu
dek,”jawab Bapak penjaga warung. Aku memakan roti di bangku depan warung dengan
lahap. Selesai makan, aku melanjutkan berjalan untuk mengamen dalam bus.
Mulai dari patas, bus, kopaja, hingga metro mini aku
naiki. Aku tiba di senen ketika hari sudah malam, aku memutuskan untuk mengamen
di dalam metro mini 07 arah Tanjung Priuk dan pulang ke rumah. Sesampainya di
Tanjung Priuk, aku menghitung uang yang didapat dari hasil mengamen. Sembilan
puluh tujuh ribu lima ratus yang aku dapatkan seharian mengamen dari 10 bus.
Aku berjalan menuju apotik untuk membeli obat Ibu, kulihat jam yang menggantung
di dinding Apotek menunjukkan pukul 8 malam. Aku kembali memikirkan ucapan
Kartini “Ulang tahun Tini nanti, kaka mau kan kasih aku kado?”
“Ini dek, bonnya silahkan bawa ke kasir”Kata-kata
Apoteker itu membuyarkan lamunanku. Sebelum ke kasir, aku melihat bon tertulis
angka Rp 40.000,-. Aku memberikan uang empat puluh ribu rupiah yang bercampur
dengan koin hasil mengamen tadi. Keluar dari Apotek aku menuju ke warteg
membeli dua bungkus nasi untuk ibu dan Tini. Uang hasil mengamen sisa empat
puluh lima ribu. Aku menuju Ramayana untuk membeli kado. Aku tidak tahu harus
membeli apa karena harga barang-barang disana lebih dari Rp 45.000,-. Lalu aku
melihat kotak pensil berwarna biru, warna kesukaan Tini dengan gambar Barbie
seharga Rp 30.000,-. Aku membawa kotak pensil itu menuju kasir untuk
dibungkus dengan kertas kado.
Aku keluar Ramayana dengan perasaan senang dengan
membawa kado untuk Kartini. Tanganku penuh memegang gitar, nasi bungkus dan
kado. Aku mendengar keributan di jalan, terdengar seperti orang teriak minta
tolong dari arah jembatan penyebrangan. Lalu tiba-tiba ada seorang laki-laki
berlari kencang ke arahku. Aku yang tidak menduga sebelumnya, tidak sempat
menghindar. Tubuhku terjatuh, semua barang yang aku pegang terlempar ke jalan
yang penuh genangan air kotor. Kado untuk Kartini, itu yang terlintas dibenakku
pertama kali saat tubuhku terjatuh. Aku segera bangkit dan mengambil kado untuk
kartini yang ternyata sudah basah, kotor dan sedikit berubah bentuk. Aku
kembali teringat ucapan Kartini “Ulang tahun Tini nanti, kaka mau kan kasih aku
kado?”Kado pertamanya sudah rusak. Laki-laki yang berlari menabrakku tadi telah
merusak kado untuk Kartini yang ternyata diketahui dia adalah perampok wanita
yang teriak minta tolong di jembatan penyebrangan. Aku mengambil gitar dan nasi
bungkus yang alhamdulillah tidak terkena basah. Aku pulang dengan perasaan
sedih dan bersalah karena kado untuk Kartini sudah rusak.
“Assalamualaikum, Tini abang pulang!”Teriakku karena
pintu sudah ditutup. “Abang dari mana aja, ko jam 10 baru pulang?”Tanya adikku.
“Baju abang juga kotor, kenapa?”Sambung Tini. Aku masuk ke dalam rumah menaruh
obat Ibu di kamar, terlihat Ibu sudah tidur. “Iya nih abang tadi jatuh di jalan
jadi kotor bajunya. Oh iya Tini, ini kado untuk kamu”Aku memberikan kado yang
sudah basah tadi dengan sangat menyesal. “abang minta maaf kadonya juga
jatuh”Aku menunjukkan penyesalan dalam nada suaraku. Tini menuju ke arahku
mengambil kado di tanganku, dia menunjukkan wajah kecewa lalu tiba-tiba
tersenyum ke arahku, “Makasih banyak yah bang Ipul, Tini senang abang kasih
kado untuk Tini, ini kado pertama Tini. Walaupun rusak, abang sudah susah payah
beli ini untuk Tini.”Tini mengeluarkan air mata dan memelukku. Sebelum Ayah
meninggal, Tini sangat dekat dengan Ayah, dan setelah ayah meninggal akulah
pengganti sosok Ayah bagi Tini. “Kado untuk Kartini, semoga kamu suka. Selamat
ulang tahun yang ke-8 Kartini, semoga kelak kamu menjadi sosok wanita tangguh,
setangguh Kartini.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar