SUSAHNYA HIDUP SUSAH
Tangan mungil itu terus bekerja, mencari
pelanggan yang mau di semir sepatunya hingga mengkilat. Ini sudah siang hari
bolong masih saja gadis kecil ini bekerja mencari nafkah padahal ia sudah mulai
keluar rumah untuk mecari uang dari subuh.
Tapi sayang hasil jerih payahnya seringkali tak terbayar dengan usaha
keras gadis kecil ini.
“Pak sepatunya mau disemir?” perkataan itulah
yang selalu terlontar dari bibir mungil gadis kecil itu. Di setiap sudut kota
ia kunjungi untuk mendapatakan pelanggan yang lebih banyak. Tak jarang gadis
kecil ini menjadi incaran kantib untuk di tangkap. Padahal dibandingkan dengan
teman sepantarannya yang bernasib sama gadis kecil ini tidak pernah membuat
onar, ia hanya menjalankan tugas sebagai seorang anak yang membantu keluarga
untuk mendapatkan nafkah. Sedangkan teman-teman yang lainnya hanya mengandalkan
wajah memelas dengan tangan dibawah berkunjung dari satu orang keorang lainnya
atau bahkan yang lebih miris tak jarang teman sebayanya ini sudah berani
mencopet untuk mendapatkan uang dengan cara yang mudah. “Kamu ngpain sih
susah-susah semir sepatu, kan capek! Mending kayak kita ngemis atau ga
yaaa….nyopet kek” ujar salah satu temannya. Gadis kecil ini pun hanya tersenyum
memperlihatkan gigi ompongnya dan menggelengkan kepala pertanda ia tidak akan
pernah setuju dengan cara seperti itu.
Matahari telah berganti wujud, senja kali ini
menunjukan keindahannya pergantian waktu inilah menjadi bagian favourite gadis
kecil ini. Ia selalu senang ketika melihat awan cerah yang berganti menjadi
gelap, baginya perpaduan warna langit orange yang berganti tercampur dengan
warna biru yang mulai menggelap menghasilkan warna-warna lain. Sambil jalan
pulang menuju rumah, ia selalu menyempatkan diri untuk pergi ke bukit melihat
senja tersebut. Sesampainya di bukit,
gadis kecil ini meletakkan sepedanya bersadar pada pohon beringin besar. Dan ia
pun duduk, dia bersandar pada pohon beringin tersebut. Dengan memejamkan mata gadis ini siap untuk
bercerita pada alam tentang apa yang terjadi hari ini. Setiap hari gadis kecil
ini selalu bercerita tentang bagaimana keseruan ia mencari uang dan bermain
bersama teman-teman. Tapi kali ini berbeda, ia tidak menceritakan hal bahagia
gadis kecil ini memejamkan mata cukup lama perlahan bibir mungilya membuka
untuk melontarkan kata “Tuhan aku lelah. Aku ingin kaya.” Perlahan air mata pun jatuh membahasahi pipi
gadis kecil ini. Hingga akhirnya ia pun tertidur di bawah pohon besar yang
mendekap tubuh mungilnya.
Langit sudah semakin gelap, angin kencang
membangunkan gadis kecil dari tidurnya. Ia tersadar bahwa ini sudah larut
malam, ibu pasti mencarinya dan akan menyambut kedatanganya dengan sapu di
tangan kanannya. Bergegaslah gadis kecil ini pulang, ia kayuh sepedanya
sekencang mungkin tak perduli nafasnya sudah mulai terengah-engah.
“Assalamualaikum,
ibu aku pulang” ujar gadis kecil ini. “Dari mana saja kamu?” gadis kecil ini pun
hanya terdiam, ia tau alasan apapun yang ia lontarkan tidak akan menyelamatkan
dirinya dari sapu di tangan kanan ibunya. “Mana uang hari ini?” ujar ibunya
dengan suara lantang. Sambil merogoh kantong celananya gadis kecil ini
memberikan segenggam uang logam dan sedikit uang kertas kepada ibunya. “Cuma
segini? Kamu ini ya lama-lama pemalas! Makin hari semakin sedikit kamu mencari
uang. Mau makan apa kita kalo gini, katanya mau sekolah! Buat makan aja kamu
cuma dapet segini!” suara ibunya semakin lantang. Gadis kecil ini sebenarnya
sudah biasa mendengar suara ibunya seperti ini, baginya ini hal biasa. Tapi
kali ini ia tak kuasa menahan tangis, air matanya memicu kemarahan ibunya
semakin jadi.
Lamunan
Ani di hentikan oleh temannya yang sengaja menepuk pundaknya. “Kamu ngelamunin
apa sih? eh kita ada kerjaan nih buat ngirim ‘barang’ ke mafia dari kota
Bandung ayo ikut.” Ani yang masih dalam keadaan melamun mencoba sadar dari
kenanganannya. Ia lah gadis kecil itu, kini ia hidup bukan lagi menjadi seorang
gadis kecil yang lugu. Kini gadis kecil itu menjelma menjadi kumpulan buronan
polisi, ia bukan lah gadis manis yang menawarkan jasa semir sepatu lagi, tapi
kini gadis kecil itu adalah seorang pengedar narkoba. Ketidak seimbangan hidup
yang memaksa Ani sang gadis kecil ini berubah. Baginya hidup ini tidak adil,
apalagi persaingan hidup di ibu kota. Bahkan Ani sempat bekerja di club malam
demi menghidupi dirinya sendiri, ia benci sekali dengan ketidak adilan ini ia
benci ketika ia melamar pekerjaan semua perusahaan menolak akibat Ani bukan lah
seorang sarjana dari Universitas ternama bahkan Ani belum pernah merasakan
bangku sekolah. Baginya janji-janji para pemimpin bangsa ini hanyalah kicauan
yang tak lebih mengobral janji belaka. Dimana keadilan bagi dirinya dan
orang-orang lain yang bernasib sama seperti Ani, mereka tak pernah menginginkan
untuk mendapatkan pekerjaan seperti ini memang mereka ingin hidup layak
tapi….mereka butuh ketenangan dalam kejayaan hidup mereka. “Memang aku ingin
kaya tapi bukan seperti ini” gumam Ani dalam hati. Sudah berkali-kali Ani
menyalahkan ketidak adilannya ini tapi entah harus pada siapa ia mengadu.
Baginya semua itu akan percuma, mungkin memang inilah garis hidupnya menjadi gadis kecil yang terlahir miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar