Rabu, 23 April 2014

Susahnya Hidup Susah

SUSAHNYA HIDUP SUSAH

Tangan mungil itu terus bekerja, mencari pelanggan yang mau di semir sepatunya hingga mengkilat. Ini sudah siang hari bolong masih saja gadis kecil ini bekerja mencari nafkah padahal ia sudah mulai keluar rumah untuk mecari uang dari subuh.  Tapi sayang hasil jerih payahnya seringkali tak terbayar dengan usaha keras gadis kecil ini.
“Pak sepatunya mau disemir?” perkataan itulah yang selalu terlontar dari bibir mungil gadis kecil itu. Di setiap sudut kota ia kunjungi untuk mendapatakan pelanggan yang lebih banyak. Tak jarang gadis kecil ini menjadi incaran kantib untuk di tangkap. Padahal dibandingkan dengan teman sepantarannya yang bernasib sama gadis kecil ini tidak pernah membuat onar, ia hanya menjalankan tugas sebagai seorang anak yang membantu keluarga untuk mendapatkan nafkah. Sedangkan teman-teman yang lainnya hanya mengandalkan wajah memelas dengan tangan dibawah berkunjung dari satu orang keorang lainnya atau bahkan yang lebih miris tak jarang teman sebayanya ini sudah berani mencopet untuk mendapatkan uang dengan cara yang mudah. “Kamu ngpain sih susah-susah semir sepatu, kan capek! Mending kayak kita ngemis atau ga yaaa….nyopet kek” ujar salah satu temannya. Gadis kecil ini pun hanya tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya dan menggelengkan kepala pertanda ia tidak akan pernah setuju dengan cara seperti itu.
Matahari telah berganti wujud, senja kali ini menunjukan keindahannya pergantian waktu inilah menjadi bagian favourite gadis kecil ini. Ia selalu senang ketika melihat awan cerah yang berganti menjadi gelap, baginya perpaduan warna langit orange yang berganti tercampur dengan warna biru yang mulai menggelap menghasilkan warna-warna lain. Sambil jalan pulang menuju rumah, ia selalu menyempatkan diri untuk pergi ke bukit melihat senja tersebut.  Sesampainya di bukit, gadis kecil ini meletakkan sepedanya bersadar pada pohon beringin besar. Dan ia pun duduk, dia bersandar pada pohon beringin tersebut.  Dengan memejamkan mata gadis ini siap untuk bercerita pada alam tentang apa yang terjadi hari ini. Setiap hari gadis kecil ini selalu bercerita tentang bagaimana keseruan ia mencari uang dan bermain bersama teman-teman. Tapi kali ini berbeda, ia tidak menceritakan hal bahagia gadis kecil ini memejamkan mata cukup lama perlahan bibir mungilya membuka untuk melontarkan kata “Tuhan aku lelah. Aku ingin kaya.”  Perlahan air mata pun jatuh membahasahi pipi gadis kecil ini. Hingga akhirnya ia pun tertidur di bawah pohon besar yang mendekap tubuh mungilnya.
Langit sudah semakin gelap, angin kencang membangunkan gadis kecil dari tidurnya. Ia tersadar bahwa ini sudah larut malam, ibu pasti mencarinya dan akan menyambut kedatanganya dengan sapu di tangan kanannya. Bergegaslah gadis kecil ini pulang, ia kayuh sepedanya sekencang mungkin tak perduli nafasnya sudah mulai terengah-engah.
“Assalamualaikum, ibu aku pulang” ujar gadis kecil ini. “Dari mana saja kamu?” gadis kecil ini pun hanya terdiam, ia tau alasan apapun yang ia lontarkan tidak akan menyelamatkan dirinya dari sapu di tangan kanan ibunya. “Mana uang hari ini?” ujar ibunya dengan suara lantang. Sambil merogoh kantong celananya gadis kecil ini memberikan segenggam uang logam dan sedikit uang kertas kepada ibunya. “Cuma segini? Kamu ini ya lama-lama pemalas! Makin hari semakin sedikit kamu mencari uang. Mau makan apa kita kalo gini, katanya mau sekolah! Buat makan aja kamu cuma dapet segini!” suara ibunya semakin lantang. Gadis kecil ini sebenarnya sudah biasa mendengar suara ibunya seperti ini, baginya ini hal biasa. Tapi kali ini ia tak kuasa menahan tangis, air matanya memicu kemarahan ibunya semakin jadi.

Lamunan Ani di hentikan oleh temannya yang sengaja menepuk pundaknya. “Kamu ngelamunin apa sih? eh kita ada kerjaan nih buat ngirim ‘barang’ ke mafia dari kota Bandung ayo ikut.” Ani yang masih dalam keadaan melamun mencoba sadar dari kenanganannya. Ia lah gadis kecil itu, kini ia hidup bukan lagi menjadi seorang gadis kecil yang lugu. Kini gadis kecil itu menjelma menjadi kumpulan buronan polisi, ia bukan lah gadis manis yang menawarkan jasa semir sepatu lagi, tapi kini gadis kecil itu adalah seorang pengedar narkoba. Ketidak seimbangan hidup yang memaksa Ani sang gadis kecil ini berubah. Baginya hidup ini tidak adil, apalagi persaingan hidup di ibu kota. Bahkan Ani sempat bekerja di club malam demi menghidupi dirinya sendiri, ia benci sekali dengan ketidak adilan ini ia benci ketika ia melamar pekerjaan semua perusahaan menolak akibat Ani bukan lah seorang sarjana dari Universitas ternama bahkan Ani belum pernah merasakan bangku sekolah. Baginya janji-janji para pemimpin bangsa ini hanyalah kicauan yang tak lebih mengobral janji belaka. Dimana keadilan bagi dirinya dan orang-orang lain yang bernasib sama seperti Ani, mereka tak pernah menginginkan untuk mendapatkan pekerjaan seperti ini memang mereka ingin hidup layak tapi….mereka butuh ketenangan dalam kejayaan hidup mereka. “Memang aku ingin kaya tapi bukan seperti ini” gumam Ani dalam hati. Sudah berkali-kali Ani menyalahkan ketidak adilannya ini tapi entah harus pada siapa ia mengadu. Baginya semua itu akan percuma, mungkin memang inilah garis hidupnya  menjadi gadis kecil yang terlahir miskin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar