Rabu, 23 April 2014

SERIBU BURUNG KERTAS

Sore, jam setengah lima. Matahari mulai beranjak menuju peraduannya. Burung-burung berterbangan kembali ke sarangnya. Suasana sepi yang tercipta pada salah satu gang di komplek perumahan sangat bertolak belakang dengan suasana satu jam lalu, dimana masih banyak anak kecil yang menghabiskan waktu sorenya bermain di depan rumah bersama para babysitter yang mengawasi tingkah para majikan kecilnya. Pemandangan asing terlihat pada salah satu rumah yang berada di deretan paling depan di sebelah kanan. Gadis kecil bermata sipit dan berkulit putih khas oriental tengah berdiri mematung di depan pagar rumahnya. Menatap jalanan dengan tatapan kosong. Entah apa yang dipikirkannya, tetapi apapun itu terlihat pada raut wajahnya yang tampak murung. Cukup lama gadis kecil itu terdiam, sampai akhirnya ia menghembuskan nafas lelah sambil berkata “Mommy tidak pulang tepat waktu lagi.” Mendengar dari apa yang gadis kecil itu ucapkan sudah jelas bahwa bukan kali pertama ia berdiri diam seperti ini.
“Tok.. Tok.. Tok… “ Suara ketukan pintu membuat kegiatan menggambar yang dilakukan gadis kecil bernama Aleyna itu terhenti. “Masuk.” Setelah jawaban dari gadis kecil itu barulah terdengar suara pintu di buka dan munculah ‘Mba Ina’ begitu panggilan yang diberikan gadis kecil itu pada babysitternya. “Leyna makan yuk, udah Mba In siapin makan malemnya.” Tapi yang dilakukan gadis kecil itu adalah mengambil pensil warna yang tadi ia letakkan disamping buku gambarnya dan kembali menggambar sambil berkata “Aku mau makan bareng Mommy, Mba In makan aja duluan kalo udah laper.” Setelah penolakan yang diterima, Mba In kembali membujuk majikan kecilnya itu “Mommy kan pulangnya malem masa Leyna nggak makan malem, nanti kalo Leyna sakit Mommy jadi marah. Mba In suapin aja ya makannya.” Menunggu respon apa yang akan diberikan gadis kecil itu tapi nyatanya tidak ada tanggapan apapun. Ia tetap melakukan kegiatan menggambarnya tanpa memperdulikan keadaan sekitar.
Jam menunjukkan pukul 23.00. Terdengar deru mesin mobil menandakan baru saja ada mobil yang masuk ke dalam garasi. Aleyna, gadis kecil yang tengah bergumul dengan selimut tebal serta bantal empuknya itu tahu bahwa kedua orang tuanya baru saja tiba di rumah. Mendengar sura pintu kamarnya yang di buka perlahan membuat cahaya dari luar masuk ke dalam kamarnya yang hanya diterangi oleh lampu tidur kecil, tidak semata-mata membuat ia beranjak dari posisi tidurnya. Gadis kecil itu tetap setia memeluk boneka Teddy Bear kesayangannya ketika dirasakannya tangan lembut sang Mommy mengelus puncak kepalanya serta mendaratkan kecupan selamat malam di dahinya sambil berbisik “Good night, little baby.
****
 Seperti biasa gadis kecil itu kini tengah menyantap sarapannya seorang diri. Tidak usah ditanyakan lagi kemana perginya kedua orang tua gadis kecil itu. Kesibukan karena urusan pekerjaan membuat mereka harus berangkat ke kantor lebih pagi. Memakan sarapan yang dibuatkan Mba Ina sambil menunggu jemputan yang akan mengantarkannya ke sekolah adalah salah satu rutinitasnya setiap pagi. Setelah jemputannya tiba, ia berangkat ke sekolah dan baru tiba kembali ke rumah nanti pukul 13.00 siang.
Sepulang sekolah, setelah berganti pakaian dan membereskan buku pelajarannya gadis kecil itu melangkah mendekati bingkisan yang ada di atas meja belajarnya. Bingkisan yang di dalamnya berisi beberapa buku cerita terbaru itu sudah pasti Mommynya yang membelikan, mengingat sekarang ia sudah mahir membaca dan menulis. Tapi bukan buku-buku cerita ini yang ia butuhkan bukan juga beberapa boneka Barbie lengkap dengan baju serta rambut palsunya atau segala macam hadiah yang Mommynya berikan beberapa hari terakhir ini karena keterlambatannya kembali ke rumah. Aleyna, gadis kecil itu membutuhkan Mommynya.
Melihat foto yang di letakkan tidak jauh dari meja belajarnya, gadis kecil itu menatapnya dengan pandangan sendu. Tersirat kerinduan yang tengah dirasakan gadis kecil itu. Bagaimana tidak, foto itu memperlihatkan kedekatan keluarga mereka. Foto pertama terlihat ia, Mommy dan Papinya yang saat itu sedang berjalan-jalan menikmati suasana pagi di taman komplek. Foto satunya lagi memperlihatkan kedekatan gadis kecil itu dengan Mommynya, bagaimana ketika mereka bercanda dan saling menggelitik pada suatu sore di taman belakang.
Keadaan ini berlangsung baru beberapa hari. Memang sebelumnya Mommynya sudah kembali bekerja mengingat usia Aleyna yang dirasa sudah cukup untuk ditinggal bekerja. Tapi baru beberapa hari ini, ia mendengar bahwa Mommynya dipindah tugaskan atau apalah ia tidak terlalu mengerti, yang ia tahu adalah hal itu menyebabkan Mommynya selalu pulang telat dan pergi lebih pagi darinya. Tadinya ia berpikir sudah cukup Papinya saja yang bekerja dari pagi sampai malam, tapi mengapa sekarang Mommynya juga harus ikut bekerja seperti itu.
Setelah meratapi kesedihannya Aleyna, gadis kecil itu tertarik pada salah satu buku yang tadi tidak sengaja ia letakkan di luar dari bingkisan plastiknya. KEAJAIBAN SENBAZURU, tertulis pada cover depannya menandakan bahwa itulah judul buku yang kini ia genggam. Sambil duduk bersandar pada kursi belajarnya, ia mulai membuka lembar demi lembar buku tersebut. Gadis itu tampak antusias membaca serta memahami apa yang diceritakan buku itu. Tidak terasa hampir setengah jam gadis kecil itu menghabiskan waktunya untuk membaca buku cerita bergambar itu.
Buku cerita bergambar itu menceritakan tentang sebuah mitos di Jepang tentang seribu burung kertas, mitos ini mengatakan bahwa barangsiapa yang bisa merangkai seribu burung kertas, maka apapun yang menjadi doa dan harapannya akan terwujud. Buku itu menggambarkan kisah seorang gadis kecil penderita leukemia bernama Sadako Sasaki. Ketika mendengar mitos tersebut Sadako mulai melipat burung-burung kertas dengan harapan penyakitnya akan sembuh tapi seiring berjalannya waktu, Sadako melihat kawan-kawan sedesanya yang menderita penyakit leukemia meninggal satu persatu. Harapannya untuk sembuh kemudian menghilang. Meski begitu ia tetap melipat burung-burung kertas dengan harapan yang baru, yakni agar tercipta perdamaian dunia supaya tidak ada lagi anak-anak yang menderita sepertinya. Belum selesai seribu burung dibuat, ia meninggal. Akhirnya kawan-kawan dan keluarganya membuat burung kertas hingga 1000 burung kertas itu terpenuhi dan meletakkannya di makam Sadako.
Setelah membaca lembar terakhir buku ‘KEAJAIBAN SENBAZURU’ Aleyna, gadis kecil itu terdiam dan tidak lama kemudian tersenyum. Sedikit berlari menuju rak tempat beberapa mainannya tersimpan rapih, ia mulai mencari sesuatu. Diambilnya tiga pak kertas origami yang disimpan di rak kedua lemari mainannya. Dengan wajah gembira gadis kecil itu mengambil lembar pertama kertas origami berwarna merah, lalu ia membuka beberapa lembar terakhir buku yang baru saja ia baca, maka terlihatlah langkah-langkah untuk membuat burung kertas.
Cahaya jingga dari matahari sore terlihat masuk melalui celah-celah jendela kamar seorang gadis kecil yang saat itu tengah serius melakukan kegiatan yang sama sejak beberapa jam lalu. Jari-jari kecilnya sangat terampil melipat lembar demi lembar kertas origami mengikuti instrusksi dari buku yang ia baca. Terlihat juga posisi duduk gadis kecil itu yang mulai beberapa kali mengalami perubahan, saat ini ia tengah duduk di lantai dengan karpet bulu sebagai alasnya. Beberapa burung kertas dengan warna yang beragam bertebaran di sekitar gadis kecil itu. Tidak diperdulikannya lagi bagaimana keadaan lantai yang kini mulai terlihat berantakan, gadis kecil itu tetap melakukan kegiatannya dengan raut senang menghiasi wajahnya.
****
            Tidak seperti kemarin, Aleyna melalui hari ini dengan gembira. Senyum merekah tidak lepas dari wajahnya bahkan sejak ia bangun dari tidur. Ketika berada di ruang makan pun gadis kecil itu terdengar tengah bersenandung kecil sambil memakan sarapan paginya. Raut ceria yang sudah beberapa hari terakhir ini tidak terlihat kini dapat kembali menghiasi wajahnya. “Pagi Mba In, Leyna berangkat dulu ya” Sapaan tiba-tiba yang diberikan gadis kecil itu, membuat babysitternya kaget karena tidak biasanya majikan kecilnya itu menyapanya. Saat di sekolah pun gadis itu bermain dengan asyiknya tanpa ada gurat sedih menghiasi wajahnya. Begitulah hari itu dilalui Aleyna dengan riang gembira.
****
            Tidak terasa sudah  banyak burung kertas yang telah dibuat oleh Aleyna, tetapi jari-jari kecilnya tetap tidak berhenti untuk melipat lembar demi lembar kertas origami yang dimilikinya, karena ia tahu bahwa masih tersimpan harapan dari setiap lipatan burung-burung kertas yang ia buat. Seperti sore ini, ditemani dengan cahaya senja di langit sore gadis kecil itu duduk di depan pagar rumahnya masih dengan jari-jari yang terus melipat beberapa kertas origami. Gurat senang juga tetap menghiasi wajahya, terlihat sangat berbeda dengan keadaannya beberapa hari lalu.
            “Aleyna…” Ketika mendengar namanya dipanggil, gadis kecil yang tengah serius melakukan kegiatannya itu menoleh pada sumber suara, dan terlihatlah Mommynya sedang berjalan ke arahnya dengan bingkisan plastik di tangan sebelah kirinya.
            Mommy…” Aleyna, gadis kecil itu segera menghentikan kegiatannya, dan berlari menghampiri Mommynya.
            Setelah melepas rindu dengan pelukan serta ciuman yang diberikan Mommynya, Ibu dan anak ini kembali berjalan ke rumah sambil bergandengan tangan. “Ini buat kamu” Mommynya menyerahkan bingkisan yang dibawanya.
            Lalu gadis kecil itu membuka bingkisan yang baru saja ia terima. “Origami…?” dengan raut wajah bingung gadis kecil itu bertanya pada Mommynya.
            Mommy tahu beberapa hari terakhir ini kamu sedang senang membuat burung kertas kan?” jelas Mommynya.
            “Yup, tapi kurasa… aku sudah tidak membutuhkannya lagi sekarang” dengan riang gadis kecil itu menjelaskan “Mommy tahu? Kurasa Tuhan lebih menyayangiku dibandingkan dengan Sadako Sasaki.” Terlihat raut bingung dari wajah sang Mommy. “Tuhan sudah mengabulkan permintaanku sebelum aku berhasil membuat seribu burung kertas”
            “Permintaan?” Gurat bingung masih tidak terlepas dari wajah Ibu gadis kecil itu.
“Apa Mommy tidak tahu? Apabila kita berhasil membuat seribu burung kertas maka Tuhan akan mengabulkan satu permintaan kita”
“Lalu permintaan apa yang Aleyna minta?” kali ini gurat penasaran ikut hadir menghiasi wajah sang Mommy.
“Aku ingin melihat langit sore bersama Mommy setiap hari, seperti hari ini. Love you Mommy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar