Sore, jam setengah lima. Matahari mulai beranjak menuju peraduannya.
Burung-burung berterbangan kembali ke sarangnya. Suasana sepi yang tercipta pada
salah satu gang di komplek perumahan sangat bertolak belakang dengan suasana
satu jam lalu, dimana masih banyak anak kecil yang menghabiskan waktu sorenya
bermain di depan rumah bersama para babysitter yang mengawasi tingkah
para majikan kecilnya. Pemandangan asing terlihat pada salah satu rumah yang
berada di deretan paling depan di sebelah kanan. Gadis kecil bermata sipit dan
berkulit putih khas oriental tengah berdiri mematung di depan pagar
rumahnya. Menatap jalanan dengan tatapan kosong. Entah apa yang dipikirkannya,
tetapi apapun itu terlihat pada raut wajahnya yang tampak murung. Cukup lama
gadis kecil itu terdiam, sampai akhirnya ia menghembuskan nafas lelah sambil
berkata “Mommy tidak pulang tepat waktu lagi.” Mendengar dari apa yang
gadis kecil itu ucapkan sudah jelas bahwa bukan kali pertama ia berdiri diam
seperti ini.
“Tok.. Tok.. Tok… “ Suara ketukan pintu membuat kegiatan menggambar yang
dilakukan gadis kecil bernama Aleyna itu terhenti. “Masuk.” Setelah jawaban
dari gadis kecil itu barulah terdengar suara pintu di buka dan munculah ‘Mba
Ina’ begitu panggilan yang diberikan gadis kecil itu pada babysitternya.
“Leyna makan yuk, udah Mba In siapin makan malemnya.” Tapi yang dilakukan gadis
kecil itu adalah mengambil pensil warna yang tadi ia letakkan disamping buku
gambarnya dan kembali menggambar sambil berkata “Aku mau makan bareng Mommy,
Mba In makan aja duluan kalo udah laper.” Setelah penolakan yang diterima, Mba
In kembali membujuk majikan kecilnya itu “Mommy kan pulangnya malem masa
Leyna nggak makan malem, nanti kalo Leyna sakit Mommy jadi marah. Mba In
suapin aja ya makannya.” Menunggu respon apa yang akan diberikan gadis kecil itu
tapi nyatanya tidak ada tanggapan apapun. Ia tetap melakukan kegiatan
menggambarnya tanpa memperdulikan keadaan sekitar.
Jam menunjukkan pukul 23.00. Terdengar deru mesin mobil menandakan baru
saja ada mobil yang masuk ke dalam garasi. Aleyna, gadis kecil yang tengah
bergumul dengan selimut tebal serta bantal empuknya itu tahu bahwa kedua orang
tuanya baru saja tiba di rumah. Mendengar sura pintu kamarnya yang di buka
perlahan membuat cahaya dari luar masuk ke dalam kamarnya yang hanya diterangi
oleh lampu tidur kecil, tidak semata-mata membuat ia beranjak dari posisi
tidurnya. Gadis kecil itu tetap setia memeluk boneka Teddy Bear
kesayangannya ketika dirasakannya tangan lembut sang Mommy mengelus puncak
kepalanya serta mendaratkan kecupan selamat malam di dahinya sambil berbisik “Good
night, little baby.”
****
Seperti biasa gadis kecil itu kini
tengah menyantap sarapannya seorang diri. Tidak usah ditanyakan lagi kemana
perginya kedua orang tua gadis kecil itu. Kesibukan karena urusan pekerjaan
membuat mereka harus berangkat ke kantor lebih pagi. Memakan sarapan yang
dibuatkan Mba Ina sambil menunggu jemputan yang akan mengantarkannya ke sekolah
adalah salah satu rutinitasnya setiap pagi. Setelah jemputannya tiba, ia
berangkat ke sekolah dan baru tiba kembali ke rumah nanti pukul 13.00 siang.
Sepulang sekolah, setelah berganti pakaian dan membereskan buku
pelajarannya gadis kecil itu melangkah mendekati bingkisan yang ada di atas meja
belajarnya. Bingkisan yang di dalamnya berisi beberapa buku cerita terbaru itu
sudah pasti Mommynya yang membelikan, mengingat sekarang ia sudah mahir
membaca dan menulis. Tapi bukan buku-buku cerita ini yang ia butuhkan bukan
juga beberapa boneka Barbie lengkap dengan baju serta rambut palsunya
atau segala macam hadiah yang Mommynya berikan beberapa hari terakhir
ini karena keterlambatannya kembali ke rumah. Aleyna, gadis kecil itu membutuhkan
Mommynya.
Melihat foto yang di letakkan tidak jauh dari meja belajarnya, gadis
kecil itu menatapnya dengan pandangan sendu. Tersirat kerinduan yang tengah
dirasakan gadis kecil itu. Bagaimana tidak, foto itu memperlihatkan kedekatan
keluarga mereka. Foto pertama terlihat ia, Mommy dan Papinya yang saat
itu sedang berjalan-jalan menikmati suasana pagi di taman komplek. Foto satunya
lagi memperlihatkan kedekatan gadis kecil itu dengan Mommynya, bagaimana
ketika mereka bercanda dan saling menggelitik pada suatu sore di taman
belakang.
Keadaan ini berlangsung baru beberapa hari. Memang sebelumnya Mommynya
sudah kembali bekerja mengingat usia Aleyna yang dirasa sudah cukup untuk
ditinggal bekerja. Tapi baru beberapa hari ini, ia mendengar bahwa Mommynya
dipindah tugaskan atau apalah ia tidak terlalu mengerti, yang ia tahu adalah
hal itu menyebabkan Mommynya selalu pulang telat dan pergi lebih pagi darinya.
Tadinya ia berpikir sudah cukup Papinya saja yang bekerja dari pagi sampai
malam, tapi mengapa sekarang Mommynya juga harus ikut bekerja seperti
itu.
Setelah meratapi kesedihannya Aleyna, gadis kecil itu tertarik pada salah
satu buku yang tadi tidak sengaja ia letakkan di luar dari bingkisan
plastiknya. KEAJAIBAN SENBAZURU, tertulis pada cover depannya menandakan
bahwa itulah judul buku yang kini ia genggam. Sambil duduk bersandar pada kursi
belajarnya, ia mulai membuka lembar demi lembar buku tersebut. Gadis itu tampak
antusias membaca serta memahami apa yang diceritakan buku itu. Tidak terasa
hampir setengah jam gadis kecil itu menghabiskan waktunya untuk membaca buku cerita
bergambar itu.
Buku cerita
bergambar itu menceritakan tentang sebuah mitos di Jepang tentang seribu burung
kertas, mitos ini mengatakan bahwa barangsiapa yang bisa merangkai seribu
burung kertas, maka apapun yang menjadi doa dan harapannya akan terwujud. Buku
itu menggambarkan kisah seorang gadis kecil penderita leukemia bernama Sadako
Sasaki. Ketika mendengar mitos tersebut Sadako mulai melipat burung-burung
kertas dengan harapan penyakitnya akan sembuh tapi seiring berjalannya waktu, Sadako
melihat kawan-kawan sedesanya yang menderita penyakit leukemia meninggal satu
persatu. Harapannya untuk sembuh kemudian menghilang. Meski begitu ia tetap
melipat burung-burung kertas dengan harapan yang baru, yakni agar tercipta
perdamaian dunia supaya tidak ada lagi anak-anak yang menderita sepertinya.
Belum selesai seribu burung dibuat, ia meninggal. Akhirnya kawan-kawan dan
keluarganya membuat burung kertas hingga 1000 burung kertas itu terpenuhi dan
meletakkannya di makam Sadako.
Setelah
membaca lembar terakhir buku ‘KEAJAIBAN SENBAZURU’ Aleyna, gadis kecil itu
terdiam dan tidak lama kemudian tersenyum. Sedikit berlari menuju rak tempat
beberapa mainannya tersimpan rapih, ia mulai mencari sesuatu. Diambilnya tiga
pak kertas origami yang disimpan di rak kedua lemari mainannya. Dengan wajah
gembira gadis kecil itu mengambil lembar pertama kertas origami berwarna merah,
lalu ia membuka beberapa lembar terakhir buku yang baru saja ia baca, maka terlihatlah
langkah-langkah untuk membuat burung kertas.
Cahaya jingga
dari matahari sore terlihat masuk melalui celah-celah jendela kamar seorang
gadis kecil yang saat itu tengah serius melakukan kegiatan yang sama sejak
beberapa jam lalu. Jari-jari kecilnya sangat terampil melipat lembar demi
lembar kertas origami mengikuti instrusksi dari buku yang ia baca. Terlihat
juga posisi duduk gadis kecil itu yang mulai beberapa kali mengalami perubahan,
saat ini ia tengah duduk di lantai dengan karpet bulu sebagai alasnya. Beberapa
burung kertas dengan warna yang beragam bertebaran di sekitar gadis kecil itu.
Tidak diperdulikannya lagi bagaimana keadaan lantai yang kini mulai terlihat
berantakan, gadis kecil itu tetap melakukan kegiatannya dengan raut senang
menghiasi wajahnya.
****
Tidak seperti kemarin, Aleyna
melalui hari ini dengan gembira. Senyum merekah tidak lepas dari wajahnya
bahkan sejak ia bangun dari tidur. Ketika berada di ruang makan pun gadis kecil
itu terdengar tengah bersenandung kecil sambil memakan sarapan paginya. Raut
ceria yang sudah beberapa hari terakhir ini tidak terlihat kini dapat kembali
menghiasi wajahnya. “Pagi Mba In, Leyna berangkat dulu ya” Sapaan tiba-tiba yang
diberikan gadis kecil itu, membuat babysitternya kaget karena tidak
biasanya majikan kecilnya itu menyapanya. Saat di sekolah pun gadis itu bermain
dengan asyiknya tanpa ada gurat sedih menghiasi wajahnya. Begitulah hari itu
dilalui Aleyna dengan riang gembira.
****
Tidak terasa sudah banyak burung kertas yang telah dibuat oleh
Aleyna, tetapi jari-jari kecilnya tetap tidak berhenti untuk melipat lembar
demi lembar kertas origami yang dimilikinya, karena ia tahu bahwa masih
tersimpan harapan dari setiap lipatan burung-burung kertas yang ia buat. Seperti
sore ini, ditemani dengan cahaya senja di langit sore gadis kecil itu duduk di
depan pagar rumahnya masih dengan jari-jari yang terus melipat beberapa kertas
origami. Gurat senang juga tetap menghiasi wajahya, terlihat sangat berbeda
dengan keadaannya beberapa hari lalu.
“Aleyna…” Ketika mendengar namanya
dipanggil, gadis kecil yang tengah serius melakukan kegiatannya itu menoleh
pada sumber suara, dan terlihatlah Mommynya sedang berjalan ke arahnya
dengan bingkisan plastik di tangan sebelah kirinya.
“Mommy…” Aleyna, gadis kecil
itu segera menghentikan kegiatannya, dan berlari menghampiri Mommynya.
Setelah melepas rindu dengan pelukan
serta ciuman yang diberikan Mommynya, Ibu dan anak ini kembali berjalan
ke rumah sambil bergandengan tangan. “Ini buat kamu” Mommynya
menyerahkan bingkisan yang dibawanya.
Lalu gadis kecil itu membuka bingkisan yang baru
saja ia terima. “Origami…?” dengan raut wajah bingung gadis kecil itu bertanya
pada Mommynya.
“Mommy tahu beberapa hari
terakhir ini kamu sedang senang membuat burung kertas kan?” jelas Mommynya.
“Yup, tapi kurasa… aku sudah tidak
membutuhkannya lagi sekarang” dengan riang gadis kecil itu menjelaskan
“Mommy tahu? Kurasa Tuhan lebih menyayangiku dibandingkan dengan Sadako
Sasaki.” Terlihat raut bingung dari wajah sang Mommy. “Tuhan sudah
mengabulkan permintaanku sebelum aku berhasil membuat seribu burung kertas”
“Permintaan?” Gurat bingung masih
tidak terlepas dari wajah Ibu gadis kecil itu.
“Apa Mommy tidak tahu? Apabila kita berhasil membuat seribu burung
kertas maka Tuhan akan mengabulkan satu permintaan kita”
“Lalu permintaan apa yang Aleyna minta?” kali ini gurat penasaran ikut
hadir menghiasi wajah sang Mommy.
“Aku ingin melihat langit sore bersama Mommy setiap hari, seperti
hari ini. Love you Mommy”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar