JAKA TARUB
Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang
memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu di kawasan
gunung keramat. Di gunung itu terdapat sebuah telaga. Tanpa sengaja, ia melihat
dan kemudian mengamati tujuh bidadari sedang mandi di telaga tersebut. Karena
terpikat, Jaka Tarub mengambil selendang yang tengah disampirkan milik
salah seorang bidadari. Ketika para bidadari selesai mandi, mereka berdandan
dan siap kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari, karena tidak menemukan
selendangnya, tidak mampu kembali dan akhirnya ditinggal pergi oleh
kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu muncul
dan berpura-pura menolong. Bidadari yang bernama Nawangwulan itu bersedia ikut
pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah senja.
Singkat cerita, keduanya lalu
menikah. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai Nawangsih.
Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak
sekali-kali menanyakan rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi isteri.
Rahasia tersebut adalah bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi menggunakan hanya
sebutir beras dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka
Tarub yang penasaran tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak
nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak
nasi seperti umumnya wanita biasa.
*****
Akibat hal ini, persediaan gabah di
lumbung menjadi cepat habis. Ketika persediaan gabah tinggal sedikit,
Nawangwulan menemukan selendangnya, yang ternyata disembunyikan suaminya di
dalam lumbung. Nawangmulan sangat marah dan sedih saat itu, kenapa suaminya
begitu tega. Nawangmulan kemudian mencari suaminya dan dia berpesan agar
Jaka Tarub menjaga anaknya dengan baik. Jaka Tarub memohon istrinya
untuk tidak kembali ke kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Dan dia
seketika pergi ke kahyangan meninggalkan bumi.
Hari demi hari dilewati oleh Jaka Tarub,
hari demi hari itu pula Jaka Tarub hidup dengan penyesalan. Dia merindukan
sosok seorang Nawangmulan. Begitupun dengan Nawangsih, putri Jaka Tarub dengan
Nawangmulan merindukan sosok ibu. Dari kahyangan Nawangmulan pun selalu memperhatikan
suaminya dan anaknya. Dia juga merindukan suami dan anaknya. Sampai suatu hari,
Nawangmulan tidak kuat untuk memendam rasa itu. Ia meminta izin agar ia tinggal
di bumi kembali. Tapi Raja kahyangan tidak mengizinkannya. Nawangmulan sangat
sedih. Kemudian karena Raja tidak tega melihat Nawangmulan menangis setiap hari.
Ia mengizinkan, tapi bukan untuk Nawangmulan tinggal di bumi melainkan Jaka
Tarub dan anaknyalah yang harus tinggal di kahyangan.
Nawangmulan pun
turun ke bumi dan meminta suaminya untuk tinggal di kahyangan. Pada awalnya, Jaka
Tarub ragu bagaimana bisa ia hidup di kahyangan, di suatu tempat yang asing.
Akan tetapi, pikiran itu terbantahkan oleh pikiran lain bahwa pasti
menyenangkan hidup di khayangan terlebih lagi tinggal bersama orang yang
dicintainya, Nawangmulan. Karena cintanya kepada Nawangmulan, pada akhirnya Jaka
Tarub pun menerimanya. Ia ingin menghabiskan sisa hidup bersama Nawangmulan. Setelah
waktu itu, maka Jaka Tarub telah mengetahui seluk beluk kehidupan khayangan,
dalam bicara atau diam dan juga dalam pengamatan. Kesimpulannya, hidup di
khayangan tak seindah bayangan. Karena tentu bukan hidup namanya, jika tanpa
masalah. Sederhananya demikian, di mana-mana, sama saja. Tapi mungkin memang
beginilah takdir cerita tentang Jaka Tarub.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar