Rabu, 23 April 2014

Kertas dan Tinta untuk Ibu dan Ayah


Aku menatap cermin depanku. Aku tersenyum lepas melihat kini aku telah tumbuh layaknya seorang gadis yang hendak beranjak dewasa. Rambut ikal hitam dan tebal terpancar dari cermin depanku. Sudah 17 tahun kini usiaku. Aku sudah menjadi remaja. Aku bahagia dengan hidupku,meski kadang aku merasa menjadi orang yang sangat  tidak beruntung di dunia ini. Dari kecil aku hidup tak bersama dengan kedua orangtua ku. Akupun harus berpisah dengan kakak satu-satunya milik aku. Ya, Aku tinggal dengan orang tua angkatku. Mereka adalah tante dan om ku, kakak dari ayahku. Aku memanggil mereka ayah dan bunda. Mereka yang merawatku sejak ayah dipanggil Tuhan, sedang kakakku dibawa kakak pertama ayahku.
Aku selalu bertanya, “apa Tuhan itu betul-betul adil?” aku selalu bertanya dalam diamku. Aku bertanya pada diriku ketika aku sedang berhadapan dengan cermin. Aku selalu diberitahu bahwa wanita itu memiliki hati yang lembut, tetapi apa ibuku seperti itu? Dia tak ubahnya beling kaca yang pecah yang mampu melukai dan menusuk kulit kami sehingga membuat kami berdarah.
Apa ibu kecewa dengan ayah sehingga ibu tega meninggalkan aku dan kakakku serta ayahku? aku memang masih kecil ketika itu, tetapi aku tahu ayah tidak seperti itu. Ayah sosok yang bertanggungjawab dan penuh cinta.
Aku selalu ingin berontak dan teriak, “Tuhan apa kau benar-benar adil? Kau beri sosok ibu yang tak lain seperti seorang pecundang yang tega pergi meninggalkan buah hatinya, anak yang telah ia lahirkan susah payah.” Tetapi malaikat seakan menenangkanku, dimana tiba-tiba aku teringat sosok ayah dan bunda yang tak lain orangtua angkatku yang telah merawatku, mereka begitu baik dan aku temukan cinta dan kasih dari sosok orangtua walaupun bukan mereka yang melahirkanku.
****
Namaku Zahra, iya dari kecil aku dirawat oleh tante dan om yang aku panggil ayah dan bunda. Sempat aku merasakan kasih sayang dari ibu dan ayah kandungku, meski ibu harus pergi entah kemana dan ayah pergi menghadap Tuhan, sehingga aku dan kakakku Alissa pun harus berpisah.
Waktu itu kira-kira usiaku 3tahun. Ibu pergi ketika aku dan kak Alissa tertidur lelap. Pada saat aku bangun, kulihat sosok ibu sudah tak ada disamping tempat tidur kami. Aku hanya melihat ayah yang sedang memegang selembar kertas surat dan aku tak pernah tahu apa isi surat yang telah ibu tulis untuk ayah. Ayah seketika memelukku dan kak Alissa. Ayah nampak pucat dan sedih. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi ketika itu.
“ayah, ibu kemana?”  kak Alissa bertanya kepada Ayah.
Ayah hanya diam dan memelukku semakin erat.
Sejak kejadian itu, ibu tak pulang kembali ke rumah. Aku dan kak Alissa selalu bertanya kepada Ayah, “ibu kemana yah? Kenapa tidak pulang-pulang kerumah? Zahra dan Alissa kangen ibu” ayah sempat menjawab dan ayah menjawab bahwa ibu pergi meninggalkan kami dan tidak akan pernah kembali lagi.
Kemudian ayah seorang diri merawat aku dan kak Alissa sambil banting-tulang mencari biaya untuk menghidupi aku dan kak Alissa.
Dua  tahun setelah kepepergian ibu dari rumah, Ayahpun kembali meninggalkan kami, Ayah pulang menghadap Tuhan. Waktu itu kira-kira 12 tahun yang lalu, ketika aku berusia 5 tahun dan kak Alissa berusia 6 tahun, ayah pergi meninggalkan kami menghadap Tuhan.
Sore itu, Aku sedang bermain bersama kak Alissa di rumah tetangga sebelah rumah kami. Memang ayah menitipkan kami kepada tetangga ketika ayah pergi kerja. Sore berlalu hingga larut malam, ayah tak kunjung pulang ke rumah. Tetangga sebelah sampai ikut menunggu di dalam rumahku.
Tiba-tiba terdengar suara ketuk pintu.. tookkk... toookkk... tetangga sebelah rumahku yang aku lupa siapa namanya membukakan pintu rumahku.
Aku melihat dua sosok pria tinggi berseragam, mereka datang berdua. Mereka terlihat gagah. Mereka adalah seorang polisi. Polisi itu berkata, “maaf ini kediaman bapak Suhendri? Saya ingin mengabarkan bahwa bapak Suhendri kecelakaan bersama kereta yang melaju menuju stasiun Depok Baru” serentak tetanggaku kaget dan menjerit memelukku. Aku hanya diam berdua kak Alissa dan tak mengerti apa yang terjadi.
Tiba-tiba om beserta tante-tante ku datang ke rumahku. Mereka menangis sambil memeluk aku dan kak Alissa. Mereka berkata, “zahraaaaa.... alisssaaaa... kau masih kecil, nak. Ya Tuhaannn....” om serta tante-tante ku menangis seakan tak kuat menahan air mata. Aku dan kak Alissa hanya diam dalam pelukan mereka.
Diluar sana terdengar suara hujan dan petir yang keras, aku menjerit berdua kakakku. Aku menangis sangat keras. Petir itu sangat mengagetkan sehingga aku takut. Tante-tante ku akhirnya memeluk dan memangku aku dan kak Alissa.
Waktu itu kira-kira pukul 11 malam, yaaa.. pokoknya sudah larut malam sekali terdengar mobil ambulance berhenti depan rumahku. Aku bertanya pada tante yaitu adik ayahku bernama tante dini, “tante itu mobil apa? Mobil polisi yah? Pak polisinya balik lagi tante kesini?” tanteku hanya membalas dengan mencium kepalaku sambil menangis pelan.
Aku melihat ayah digotong banyak orang. Ayah tertidur lelap seperti orang yang sangat lelah dan sulit untuk diganggu. Disekelilingku menangis dan aku serta kak Alissa dipeluk erat oleh tante-tanteku.
Aku kembali bertanya kepada tante Dini, “tante, ayah kayanya capek banget yah masa pulang kerja langsung tidur. Eh.. ada banyak orang malah bukannya bangun. Ayah ngorok gak si tante? Biasanya ayah kalau bobo suka ngorok keras banget. Zahra aja suka keganggu sama suara ngoroknya ayah.” Tante dini kembali diam dan menciumi kepalaku.
Aku dengar orang-orang dirumahku membaca Al-Qur’an didepan ayahku yang sedang tertidur lelap dan akupun dikelonin oleh tanteku dan disuruh untuk segera tidur.
Pagipun tiba, aku bangun dan kulihat rumahku masih sangat ramai. Kudengar lantunan ayat suci Al-Qur’an bergema dirumahku. Aku lihat ayah masih terlelap tidur. Aku dan kak Alissa pun dimandikan oleh tanteku, tante Dini.
Setelah selesai mandi aku kembali bertanya, “tante kok ayah tidurnya pulas banget?”
kak Alissa menyambungkan, “iya tante, kok ayah gak bangun-bangun sih? Kan biasanya ayah yang memandikan kami sebelum ayah berangkat kerja.”
Tante Dini pun menjawab, “zahra, Alissa, Ayah sudah pergi sayang. Ayah pulang menghadap Tuhan. Ayah sudah dipanggil Tuhan. Ayah pulang kerumah Tuhan. Doain aja, supaya Ayah diberi tempat yang indah oleh Tuhan.” Suara tante Dini nampak terbata-bata dan air matanya mengalir di pipinya.
Aku dengan polos menjawab, “ih kok ayah jahat ninggalin kami? Knp ayah gak ajak Zahra dan kak Alissa ke rumah Tuhan? Terus kami disini sama siapa?”
Tante Dini kembali menjawab, “itu karena Tuhan sayang sama Zahra dan Alissa, begitupun Ayah, nak. Tuhan memanggil ayah karena Tuhan sayang sama Ayah, sama kaya Zahra dan Alissa sayang sama Ayah. Sekarang Ayah liat zahra dan Alissa bahagianya dari surga.”
Aku dan kak Alissa hanya diam dan cemberut.
Sesaat kemudian, aku lihat ayah dimandikan banyak orang, ayah dibungkus kain berwarna putih. Tante-tante dan om-om ku mereka terlihat sedih sekali ketika jasad ayah yang sudah dibungkus kain putih itu dimasukkan disebuah tempat yang disebut dengan keranda mayat. Ayah dimasukkan ke dalam mobil ambulance.
Aku tiba disebuah tempat yang saaangaat luas. Tapi agak mengerihkan, disekililingnya banyak sekali kuburan-kuburan yang pada saat itu sangat aku takuti.
Kemudian aku melihat tubuh ayah yang sudah dibungkus kain putih dimasukkan kedalam lubang tanah kemudian lubang itu kembali ditutupi oleh tanah sehingga sosok ayah sudah tidak nampak lagi.
Aku, kak Alissa, tante-tante, om-om, serta semua orang yang ikut menguburkan ayah kembali pulang ke rumah. Aku lihat saudara-saudara ayahku berbicara bagaimana nasib aku dan kak Alissa. Akhirnya mereka memutuskan bahwa aku tinggal bersama tante lili dan om frans, sedangkan kak Alissa ikut dengan tante titi dan om joddy.
****
 Sejak itu aku berpisah dengan kak Alissa. Aku dengan kehidupan baruku bersama orangtua angkatku, begitupun kak Alissa.
Aku harus menerima kenyataan. Aku harus hidup berpisah dengan kakak kandungku, ayahku, bahkan ibu yang telah melahirkanku.
Aku kadang merasa iri jika melihat teman-temanku yang mendapat kasih sayang dari orangtua kandung mereka, tinggal satu rumah dengan saudara kandung mereka. Aku.. iya aku hanya anak yang tidak beruntung, Tuhan memanggil Ayahku, ibuku pergi meninggalkan kami sejak kami sangat kecil, aku harus berpisah dengan kakak kandungku.
Namun begitu aku kini bahagia dengan kehidupan baruku, karena Bunda serta Ayah selalu tulus dalam memberiku kasih dan sayang dalam merawatku layaknya seorang anak kandung.

Ibu.... ibu sekarang kemana? Apa ibu ingat pernah melahirkan aku dan kak Alissa?
 Ibu sedang apa? Apa ibu rindu kami? Aku benci ibu tapi aku rindu dengan Ibu. Aku rindu ketika aku bangun tidur ibu ada disampingku dan mencium keningku, menyiapkan aku sarapan, memandikkan aku dan kak Alissa. Walau hanya terhitung 3 tahun sejak kelahiranku ibu merawatku, itu masih membekas,bu.
Ibu tahu tidak aku lupa muka ibu seperti apa? Sudah 14 tahun ibu meninggalkanku. Aku sekarang sudah besar,bu. Anak kecil ibu yang dulu ingusan, cengeng, dan gak bisa diam itu kini telah tumbuh dewasa dan cantik.
Oiyah... teruntuk ayah. Ayah yang bahagia yah disurga. Ayah tidak usah khawatir, aku dan kak Alissa bahagia kok hidup bersama kakak-kakak Ayah. Ayah doain aku biar jadi wanita yang sholehah, penyanyang, dan pintar. Semoga aku kelak tidak seperti ibu.



--The end--


Tidak ada komentar:

Posting Komentar