Aku menatap cermin depanku. Aku
tersenyum lepas melihat kini aku telah tumbuh layaknya seorang gadis yang
hendak beranjak dewasa. Rambut ikal hitam dan tebal terpancar dari cermin
depanku. Sudah 17 tahun kini usiaku. Aku sudah menjadi remaja. Aku bahagia dengan
hidupku,meski kadang aku merasa menjadi orang yang sangat tidak beruntung di dunia ini. Dari kecil aku
hidup tak bersama dengan kedua orangtua ku. Akupun harus berpisah dengan kakak
satu-satunya milik aku. Ya, Aku tinggal dengan orang tua angkatku. Mereka
adalah tante dan om ku, kakak dari ayahku. Aku memanggil mereka ayah dan bunda.
Mereka yang merawatku sejak ayah dipanggil Tuhan, sedang kakakku dibawa kakak
pertama ayahku.
Aku selalu bertanya, “apa Tuhan
itu betul-betul adil?” aku selalu bertanya dalam diamku. Aku bertanya pada
diriku ketika aku sedang berhadapan dengan cermin. Aku selalu diberitahu bahwa
wanita itu memiliki hati yang lembut, tetapi apa ibuku seperti itu? Dia tak
ubahnya beling kaca yang pecah yang mampu melukai dan menusuk kulit kami
sehingga membuat kami berdarah.
Apa ibu kecewa dengan ayah
sehingga ibu tega meninggalkan aku dan kakakku serta ayahku? aku memang masih
kecil ketika itu, tetapi aku tahu ayah tidak seperti itu. Ayah sosok yang
bertanggungjawab dan penuh cinta.
Aku selalu ingin berontak dan
teriak, “Tuhan apa kau benar-benar adil? Kau beri sosok ibu yang tak lain
seperti seorang pecundang yang tega pergi meninggalkan buah hatinya, anak yang
telah ia lahirkan susah payah.” Tetapi malaikat seakan menenangkanku, dimana tiba-tiba
aku teringat sosok ayah dan bunda yang tak lain orangtua angkatku yang telah
merawatku, mereka begitu baik dan aku temukan cinta dan kasih dari sosok
orangtua walaupun bukan mereka yang melahirkanku.
****
Namaku Zahra, iya dari kecil aku
dirawat oleh tante dan om yang aku panggil ayah dan bunda. Sempat aku merasakan
kasih sayang dari ibu dan ayah kandungku, meski ibu harus pergi entah kemana
dan ayah pergi menghadap Tuhan, sehingga aku dan kakakku Alissa pun harus
berpisah.
Waktu itu kira-kira usiaku
3tahun. Ibu pergi ketika aku dan kak Alissa tertidur lelap. Pada saat aku
bangun, kulihat sosok ibu sudah tak ada disamping tempat tidur kami. Aku hanya melihat
ayah yang sedang memegang selembar kertas surat dan aku tak pernah tahu apa isi
surat yang telah ibu tulis untuk ayah. Ayah seketika memelukku dan kak Alissa.
Ayah nampak pucat dan sedih. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi ketika
itu.
“ayah, ibu kemana?” kak Alissa bertanya kepada Ayah.
Ayah hanya diam dan memelukku
semakin erat.
Sejak kejadian itu, ibu tak
pulang kembali ke rumah. Aku dan kak Alissa selalu bertanya kepada Ayah, “ibu
kemana yah? Kenapa tidak pulang-pulang kerumah? Zahra dan Alissa kangen ibu”
ayah sempat menjawab dan ayah menjawab bahwa ibu pergi meninggalkan kami dan
tidak akan pernah kembali lagi.
Kemudian ayah seorang diri
merawat aku dan kak Alissa sambil banting-tulang mencari biaya untuk menghidupi
aku dan kak Alissa.
Dua tahun setelah kepepergian ibu dari rumah,
Ayahpun kembali meninggalkan kami, Ayah pulang menghadap Tuhan. Waktu itu
kira-kira 12 tahun yang lalu, ketika aku berusia 5 tahun dan kak Alissa berusia
6 tahun, ayah pergi meninggalkan kami menghadap Tuhan.
Sore itu, Aku sedang bermain
bersama kak Alissa di rumah tetangga sebelah rumah kami. Memang ayah menitipkan
kami kepada tetangga ketika ayah pergi kerja. Sore berlalu hingga larut malam,
ayah tak kunjung pulang ke rumah. Tetangga sebelah sampai ikut menunggu di
dalam rumahku.
Tiba-tiba terdengar suara ketuk
pintu.. tookkk... toookkk... tetangga sebelah rumahku yang aku lupa siapa
namanya membukakan pintu rumahku.
Aku melihat dua sosok pria tinggi
berseragam, mereka datang berdua. Mereka terlihat gagah. Mereka adalah seorang polisi.
Polisi itu berkata, “maaf ini kediaman bapak Suhendri? Saya ingin mengabarkan
bahwa bapak Suhendri kecelakaan bersama kereta yang melaju menuju stasiun Depok
Baru” serentak tetanggaku kaget dan menjerit memelukku. Aku hanya diam berdua
kak Alissa dan tak mengerti apa yang terjadi.
Tiba-tiba om beserta tante-tante ku
datang ke rumahku. Mereka menangis sambil memeluk aku dan kak Alissa. Mereka
berkata, “zahraaaaa.... alisssaaaa... kau masih kecil, nak. Ya Tuhaannn....” om
serta tante-tante ku menangis seakan tak kuat menahan air mata. Aku dan kak
Alissa hanya diam dalam pelukan mereka.
Diluar sana terdengar suara hujan
dan petir yang keras, aku menjerit berdua kakakku. Aku menangis sangat keras.
Petir itu sangat mengagetkan sehingga aku takut. Tante-tante ku akhirnya
memeluk dan memangku aku dan kak Alissa.
Waktu itu kira-kira pukul 11
malam, yaaa.. pokoknya sudah larut malam sekali terdengar mobil ambulance
berhenti depan rumahku. Aku bertanya pada tante yaitu adik ayahku bernama tante
dini, “tante itu mobil apa? Mobil polisi yah? Pak polisinya balik lagi tante
kesini?” tanteku hanya membalas dengan mencium kepalaku sambil menangis pelan.
Aku melihat ayah digotong banyak
orang. Ayah tertidur lelap seperti orang yang sangat lelah dan sulit untuk
diganggu. Disekelilingku menangis dan aku serta kak Alissa dipeluk erat oleh
tante-tanteku.
Aku kembali bertanya kepada tante
Dini, “tante, ayah kayanya capek banget yah masa pulang kerja langsung tidur. Eh..
ada banyak orang malah bukannya bangun. Ayah ngorok gak si tante? Biasanya ayah
kalau bobo suka ngorok keras banget. Zahra aja suka keganggu sama suara
ngoroknya ayah.” Tante dini kembali diam dan menciumi kepalaku.
Aku dengar orang-orang dirumahku
membaca Al-Qur’an didepan ayahku yang sedang tertidur lelap dan akupun
dikelonin oleh tanteku dan disuruh untuk segera tidur.
Pagipun tiba, aku bangun dan
kulihat rumahku masih sangat ramai. Kudengar lantunan ayat suci Al-Qur’an
bergema dirumahku. Aku lihat ayah masih terlelap tidur. Aku dan kak Alissa pun
dimandikan oleh tanteku, tante Dini.
Setelah selesai mandi aku kembali
bertanya, “tante kok ayah tidurnya pulas banget?”
kak Alissa menyambungkan, “iya
tante, kok ayah gak bangun-bangun sih? Kan biasanya ayah yang memandikan kami
sebelum ayah berangkat kerja.”
Tante Dini pun menjawab, “zahra,
Alissa, Ayah sudah pergi sayang. Ayah pulang menghadap Tuhan. Ayah sudah
dipanggil Tuhan. Ayah pulang kerumah Tuhan. Doain aja, supaya Ayah diberi
tempat yang indah oleh Tuhan.” Suara tante Dini nampak terbata-bata dan air matanya
mengalir di pipinya.
Aku dengan polos menjawab, “ih
kok ayah jahat ninggalin kami? Knp ayah gak ajak Zahra dan kak Alissa ke rumah
Tuhan? Terus kami disini sama siapa?”
Tante Dini kembali menjawab, “itu
karena Tuhan sayang sama Zahra dan Alissa, begitupun Ayah, nak. Tuhan memanggil
ayah karena Tuhan sayang sama Ayah, sama kaya Zahra dan Alissa sayang sama
Ayah. Sekarang Ayah liat zahra dan Alissa bahagianya dari surga.”
Aku dan kak Alissa hanya diam dan
cemberut.
Sesaat kemudian, aku lihat ayah
dimandikan banyak orang, ayah dibungkus kain berwarna putih. Tante-tante dan
om-om ku mereka terlihat sedih sekali ketika jasad ayah yang sudah dibungkus
kain putih itu dimasukkan disebuah tempat yang disebut dengan keranda mayat. Ayah
dimasukkan ke dalam mobil ambulance.
Aku tiba disebuah tempat yang
saaangaat luas. Tapi agak mengerihkan, disekililingnya banyak sekali
kuburan-kuburan yang pada saat itu sangat aku takuti.
Kemudian aku melihat tubuh ayah
yang sudah dibungkus kain putih dimasukkan kedalam lubang tanah kemudian lubang
itu kembali ditutupi oleh tanah sehingga sosok ayah sudah tidak nampak lagi.
Aku, kak Alissa, tante-tante,
om-om, serta semua orang yang ikut menguburkan ayah kembali pulang ke rumah.
Aku lihat saudara-saudara ayahku berbicara bagaimana nasib aku dan kak Alissa.
Akhirnya mereka memutuskan bahwa aku tinggal bersama tante lili dan om frans,
sedangkan kak Alissa ikut dengan tante titi dan om joddy.
****
Sejak itu aku berpisah dengan kak Alissa. Aku
dengan kehidupan baruku bersama orangtua angkatku, begitupun kak Alissa.
Aku harus menerima kenyataan. Aku
harus hidup berpisah dengan kakak kandungku, ayahku, bahkan ibu yang telah
melahirkanku.
Aku kadang merasa iri jika
melihat teman-temanku yang mendapat kasih sayang dari orangtua kandung mereka,
tinggal satu rumah dengan saudara kandung mereka. Aku.. iya aku hanya anak yang
tidak beruntung, Tuhan memanggil Ayahku, ibuku pergi meninggalkan kami sejak
kami sangat kecil, aku harus berpisah dengan kakak kandungku.
Namun begitu aku kini bahagia
dengan kehidupan baruku, karena Bunda serta Ayah selalu tulus dalam memberiku
kasih dan sayang dalam merawatku layaknya seorang anak kandung.
Ibu.... ibu sekarang kemana? Apa
ibu ingat pernah melahirkan aku dan kak Alissa?
Ibu sedang apa? Apa ibu rindu kami? Aku benci
ibu tapi aku rindu dengan Ibu. Aku rindu ketika aku bangun tidur ibu ada
disampingku dan mencium keningku, menyiapkan aku sarapan, memandikkan aku dan
kak Alissa. Walau hanya terhitung 3 tahun sejak kelahiranku ibu merawatku, itu
masih membekas,bu.
Ibu tahu tidak aku lupa muka ibu
seperti apa? Sudah 14 tahun ibu meninggalkanku. Aku sekarang sudah besar,bu.
Anak kecil ibu yang dulu ingusan, cengeng, dan gak bisa diam itu kini telah
tumbuh dewasa dan cantik.
Oiyah... teruntuk ayah. Ayah yang
bahagia yah disurga. Ayah tidak usah khawatir, aku dan kak Alissa bahagia kok
hidup bersama kakak-kakak Ayah. Ayah doain aku biar jadi wanita yang sholehah,
penyanyang, dan pintar. Semoga aku kelak tidak seperti ibu.
--The end--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar