Rabu, 09 April 2014



BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH

Alkisah, hiduplah sebuah keluarga yang hidup dengan tenteram dan damai. Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak semata wayangnya bernama Bawang Putih. Namun, ketenteraman dan kedamaian ini terganggu lantaran si ibu jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Kejadian tersebut membuat keluarga kecil itu bersedih karena kehilangan orang yang dicintai.
Tak jauh dari rumah mereka, tinggallah seorang janda dan putrinya bernama Bawang Merah. Ketika ibu Bawang Putih telah meninggal, kedua orang ini sering datang ke rumah Bawang Putih. Pada awalnya, antara ibu Bawang Merah dengan ayah Bawang Putih hanya saling berbincang saja. Namun, lama-kelamaan, timbul juga pemikiran di pikiran ayah Bawang Putih untuk mempersunting ibu Bawang Merah. Ayah Bawang Putih tidak ingin putri semata wayangnya tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu.
Setelah berdiskusi dengan Bawang Putih, keduanya pun melangsungkan pernikahan. Saat baru menikah, ibu tiri dan Bawang Merah sangat baik terhadap Bawang Putih. Akan tetapi, ternyata itu hanyalah kamuflase keduanya. Diam-diam, keduanya merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Bawang Putih.
Maka, ibu tiri dan Bawang Merah menyuruh Bawang Putih melakukan banyak pekerjaan rumah yang berat-berat. Tentunya, semua beban ini tidak diceritakan Bawang Putih kepada ayahnya. Lagi pula, setelah menikah dengan ibu Bawang Merah, ayahnya bukannya kunjung bahagia melainkan malah sakit-sakitan yang berujung pada kematian.
Bawang Putih sedih mengetahui dirinya akan hidup sebatang kara dan tetap tak bisa berbuat apapun dihadapan ibu tiri dan Bawang Merah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah mematuhi perintah ibu dan saudara tirinya. Bawang Putih berharap keduanya bisa berubah. Namun, mereka semakin menjadi-jadi.
Suatu hari, ketika Bawang Putih pergi ke sungai untuk mencuci, baju kesayangan ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih melapor kepada ibu tirinya. Namun, bukannya mengasihaninya, ibu tiri Bawang Putih malah menyuruh untuk mencarinya sampai ketemu. Jika tidak, Bawang Putih tidak diperbolehkan pulang.
Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari baju kesayangan ibu tirinya. Namun, sejauh kakinya melangkah tidak ditemukannya baju kesayangan ibunya. Padahal hari sudah malam. Bawang Putih hampir saja menangis jika tidak melihat lampu minyak di gubuk tepi sungai. Bawang Putih pun menghampirinya.
Tok. Tok. Tok. Bawang Putih mengetuk pintu gubuk itu, keluarlah seorang wanita paruh baya. Wanita paruh baya terkejut melihat seorang wanita sudah malam masih berkeliaran di hutan dengan baju basah kuyup dan badan kedinginan.

“Ada apa nak malam-malam datang ke gubuk ini dengan baju basah kuyup dan badan kedinginan?” tanya nenek.

“Aku disuruh mencari baju kesayangan ibu tiriku yang hanyut, jika aku tidak menemukannya aku tidak boleh pulang kerumah”.

“kejam sekali Ibumu, baiklah kalau begitu kamu bermalam saja di gubuk ini dan esok hari kamu lanjutkan kembali mencari baju yang hanyut itu”.

“Baik nek, terimakasih telah membolehkan saya bermalam di gubuk ini”.
Sebagai rasa terimakasih Bawang Putih membantu wanita separuh baya yang hidup sendiri di tepi sungai untuk merapikan gubuk sempit dan menyiapkan sarapan pagi.  Setelah pekerjaan itu selesai, ia pamit kepada wanita paruh baya untuk kembali mencari baju Ibu tirinya.

“nek, aku pamit dulu ya ingin melanjutkan mencari baju yang hanyut”.

Nenek berkata,” iya hati-hati ya nak semoga baju Ibumu segera ditemukan dan jika matahari sudah tenggelam kamu masih mencari baju itu bermalamlah di gubuk ini”.
“Baik nek”.

Akhirnya, Bawang Putih menemukan baju Ibu tirinya yang hilang tersangkut di ranting pohon dekat aliran sungai. Alangkah bahagia hatinya, setelah menemukan baju milik Ibu tirinya, Ia segera pulang kerumah dengan hati bahagia, karena telah menemukan baju ibu tirinya.
Tiba di rumah, Ibu tiri dan Bawang Merah memarahi Bawang Putih, karena semenjak Bawang Putih pergi mencari baju, pekerjaan di rumah menjadi terbengkalai. Mereka menyuruh Bawang Putih untuk segera merapikan rumah. Namun, Bawang Putih pun menerimanya dengan ikhlas dan segera merapikan rumahnya. Ibu tiri dan Bawang Merah memiliki rencana untuk mengusir Bawang Putih dari rumahnya. Namun, rencana itupun gagal, karena selama berada di rumah, Bawang Putih selalu mengerjakan pekerjaan rumah, patuh, dan tidak pernah membantah perintah ibu tirinya dan Bawang Merah.
Seminggu kemudian, Ibu tiri Bawang Putih menderita sakit parah. Selama Ibunya sakit Bawang Merah tidak peduli dengan keadaan ibunya, Bawang Merah malah menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan dirinya sendiri. Akan tetapi, Bawang Putih setiap hari selalu mencarikan ibu tirinya obat-obatan dan merawatnya dengan penuh kesabaran. Bawang Putih tidak memiliki rasa benci sedikitpun di dalam hati kepada Ibu tirinya yang selalu menganiaya dan menghinanya.
Dengan kemurahan hatinya itulah, yang membuat Ibu tirinya sayang kepada Bawang Putih. Berangsur-angsur penyakit ibu tirinya mulai pulih. Perlakuan ibu tirinya pun berubah terhadap Bawang Putih. Kini ia tidak pernah mencaci, memarahi bahkan menyuruh Bawang  Putih melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang berat. Ia pun semakin perhatian kepada Bawang Putih dan mengesampingkan Bawang Merah. Bawang Merah melihat perlakuan ibunya terhadap Bawang Putih yang semakin baik dan memberikan perhatian lebih, membuat Bawang Merah cemburu. Bawang Merah merasa mendapatkan kasih sayang yang berbeda dengan saudara tirinya. Oleh karena hal itu, membuat Bawang Merah beberapa kali ingin pergi dari rumah. Namun, usahanya selalu digagalkan oleh Bawang Putih. Mengetahui hal tersebut, Ibu Bawang Merah berusaha memberi kasih sayang yang sama untuk kedua putrinya.  Dan Mereka hidup rukun di rumah tersebut.
Selang dua bulan mereka hidup rukun, kemudian maut memisahkan Bawang Merah dan Bawang Putih dengan Ibunya. Mereka berdua ikhlas menerimanya. Semenjak saat itu mereka memutuskan untuk menikah dan hidup masing-masing. Bawang Merah memutuskan keluar dari rumah untuk merantau bersama pasangan hidupnya ke Kalimantan. Sementara Bawang Putih tetap mendiami rumahnya, karena rumah tersebut adalah milik ayah kandungnya. Walau terpisah dengan jarak yang jauh mereka tetap menjaga hubungan persaudaraan dengan erat.
Kehidupan di sekitar rumah Bawang Putih jauh berbeda yang tadinya pedesaan, kini berubah menjadi sebuah kota yang maju. Di situlah Bawang Putih memulai hidupnya bersama suaminya dan membangun sebuah perusahaan. Kemudian perusahaan itu berkembang pesat seiring berjalannya waktu. Kini Bawang Putih hidup bahagia bersama suaminya, meski ia tidak diberikan keturunan.
Begitu juga kehidupan Bawang Merah yang serba berkecukupan, tiba-tiba jatuh miskin. Perusahaan suaminya tiba-tiba gulung tikar. Kebutuhan hidup yang beragam dan semakin meningkat, membuat Bawang merah dan suaminya untuk menjual rumah mewahnya, dan memutuskan untuk tinggal di rumah kontrakan berukuran kecil. Mendengar hal itu, Bawang Putih geram dan memaksa Bawang Merah, suami, dan ketiga anaknya untuk tinggal bersama di rumahnya. Suami Bawang Merah bersikukuh menolak tawaran mulia dari iparnya tersebut. Suami Bawang Merah beranggapan, bahwa tak lama kemudian ia akan mendapatkan pekerjaan yang dapat mencukupi kehidupan keluarganya. Setelah berfikir panjang, akhirnya suami Bawang Merah menerima tawaran Bawang Putih untuk tinggal bersama di rumahnya.
Beberapa hari setelah Bawang Merah, suami, dan ketiga anaknya sampai di rumah Bawang Putih. Suami Bawang Putih mengajak suami Bawang Merah untuk mengembangkan perusahaan miliknya. Setelah mengalami rintangan atau cobaan kehidupan kedua keluarga ini bahagia dan serba kecukupan, walaupun Bawang Putih tidak dikaruniai seorang anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar