Panas
Terik di Asrama
Pukul
dua belas, bel berbunyi yang menandakan usainya pelajaran hari ini. Suatu panas
terik matahari terpancar ganas di asrama. Matahari sedang memancarkan sinar
panasnya tepat di atasku. Pancaran sinar yang tajam di siang hari ini terasa
menyengat kulitku. Rasanya seperti dijemur di atas gurun pasir.
Pada
saat seperti sekarang ini, kulihat santri dan santriwati berbondong-bondong
menuju asrama masing-masing untuk melanjutkan aktivitas dan kewajibannya. Tak
lama kemudian kumandang azan pun terdengar. Santri dan santriwati lekas menuju
masjid untuk melaksanakan salat zuhur berjamaah.
Asrama
putra terletak kira-kira tujuh puluh meter di sebelah kiri dari sekolah
sedangkan asrama putri terletak tujuh puluh meter di sebelah kanan dari sekolah.
Kulangkahkan kaki menuju asrama putri. Kulihat banyak pintu dengan ruang kamar
di dalamnya. Setiap kamarnya terdiri dari enam belas orang yang merupakan
campuran tsanawiyah dan aliyah. Aku menghampiri ibu asrama, yang biasa
dipanggil umi untuk membantuku menyurvei asrama putri.
Sepulang
dari masjid, santri dan santriwati kembali ke asrama untuk makan siang. Dapur
makan untuk santri dan santriwati terpisah dan letaknya berada dalam asrama
masing-masing. Semula kulihat dapur ini kosong namun kini sudah banyak antrean
santriwati. Kualihkan pandangan ke arah sudut kanan, di sana terdapat sebuah
rak besar yang berisi tumpukan piring aluminium yang tersusun rapi. Santriwati
yang baru datang lekas mengambil piring dan segera masuk barisan antrean.
Di
sekelilingku yang jelas terdengar adalah berisiknya suara santriwati yang
sedang asyik berbincang setelah makan. Kupertegas kembali sehingga terdengar
gemericik air dari tempat pencucian piring dan di sanalah santriwati
mencuci piring yang telah dipakainya. Setelah piring-piring tersebut dicuci
bersih barulah disusun kembali pada tempatnya. Ibu asrama telah siap berdiri
disebelah rak piring untuk mengawasi santriwati agar meletakkan piring-piring tersebut
dengan rapi seperti semula. Tumpukan piring aluminium telah tersusun rapi dan
semua santriwati telah meninggalkan dapur.
Jarum
jamku menunjuk pada angka satu, matahari masih memancarkan sinar panasnya. Kulihat
hanya ada beberapa santri yang berlalu lalang di sekitar halaman asrama putra,
begitu juga dengan santriwati yang lebih memilih beristirahat di asrama dari
panasnya terik matahari. Kulangkahkan kaki menuju lapangan yang terletak di
belakang sekolah. Kulihat beberapa
santri dan santriwati yang sedang serius berlatih paskibra di tengah
lapangan. Mereka terlihat terpaksa menikmati panasnya siang hari ini. Mereka siap
berlatih dalam menjalani dan melawan panasnya terik matahari hari ini demi
mengibarkan Sang Merah Putih.
Dari
sebelah kiri, dari pelataran gedung SDIT Al-Hamidiyah, terdengar suara musik
yang lantang dari anggota marching band yang juga sedang berlatih.
Anggota marching band ini yang akan mengiringi pengibaran Sang Merah Putih.
Adanya iringan musik yang dimainkan oleh anggota marching band dapat
menambah semangat berlatih bagi anggota paskibra.
Sekarang
telah menunjukkan pukul 15.15, anggota paskibra serta marching band telah
selesai berlatih. Beberapa dari mereka berbondong-bondong menuju kantin
yang letaknya kira-kira tiga puluh meter dari gedung SDIT. Matahari pun sudah
mulai condong ke barat. Azan telah berkumandang. Semua santri dan santriwati
mulai kembali ke asrama untuk mempersiapkan diri agar melaksanakan salat asar
berjamaah.
Pukul
enam nanti gerbang asrama akan ditutup. Tidak ada lagi santri maupun santriwati
yang keluar asrama terkecuali ada perihal yang sangat penting. Pengawasan ketat
akan dilakukan, baik di asrama putra maupun asrama putri. Satpam yang bertugas
pada siang hari akan digantikan oleh satpam yang bertugas pada malam hari. Aku
pun sudah akan tiba di rumah, sementara asrama yang tadi kusurvei akan terus
menjadi bayanganku terhadap suasana kehidupan santri dan santriwati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar