Kamis, 03 April 2014

Deskripsi Ruang



Deskripsi Ruang

BUKAN KAMAR 308

Melewati lorong asrama putri lantai tiga, suasana gelap akibat lampu yang belum dinyalakan serta keheningan yang tercipta karena penghuni asrama putri yang belum kembali, membuatku ingin segera sampai ke kamarku. Pintu kayu berukuran 1x2 meter yang berdiri tegak tidak jauh dari tempatku berada berhasil membuat tanganku bergerak untuk memutar gagangnya. Kesan asing yang tercipta menyambutku. Pencahayaan yang redup akibat gorden-gorden yang menutupi jendela belum teribuka, sehingga cahaya matahari yang seharusnya dapat masuk melalui kaca jendela yang membatasi kamar dengan balkon tidak dapat menerangi kamar berukuran 3x5 meter ini.
Kamar ini berada di bagian gedung sebelah kiri dengan balkon yang menghadap ke lapangan dalam asrama. Pintu masuk yang berada di paling kanan berada satu garis lurus dengan pintu belakang, tetapi sayang penglihatanku terhalang oleh dua benda yang terletak bersebelahan yaitu lemari emapat pintu dan meja rias lengkap dengan kursinya. Keduanya diletakkan tidak jauh dari pintu masuk dengan posisi menghadap ke Selatan. Apabila melihat ke samping kanan terlihat dua tempat tidur tingkat yang sejajar. Tidak lupa pula rak buku yang berada diantara keduanya.
            Jika diperhatikan secara seksama suasana asing yang tercipta di awal kembali mengganguku. Terlihat beberapa baju tergeletak dimana-mana. Buku-buku yang seharusnya tertata rapi di rak buku malahan terlihat menggunung dibeberapa sudut ruangan. Apabila masuk lebih dalam, beberapa peralatan kosmetik khas perempuan tertata cukup rapi di atas meja rias. Tidak lupa kipas angin yang berada tidak jauh dari meja rias berputar lambat mengingat keadaannya yang sudah dipenuhi dengan debu . Beberapa helai rambut juga terlihat berserakan tepat dilantai depan meja rias. Untung saja dinding ruangan kamar bercat biru muda ini masih mulus tak bercelah sehingga kesan rapi masih dapat terlihat.
            Saat aku masih memeperhatikan sisi kamar lainnya, terdengar suara yang menegurku, “Nyari siapa?”. Aku pun menoleh mencari sumber suara, dan terlihatlah Bia temanku, berdiri di depan pintu kamar ini dengan raut wajah bingung. “Nan?” suaranya kembali menyadarkanku. “Bia sendiri ngapain disini? Bukannya ini kamar tiga-kosong-delapan?” aku menjawab pertanyaannya dengan kembali bertanya padanya sambil berjalan mendekatinya. “Ini kamar nomor tiga-kosong-empat” sambil tangannya menunjuk ke papan bertuliskan 304 yang menempel di depan pintu. “Ups… maaf, kirain ini kamar tiga-kosong-delapan tapi ternyata bukan!” jawabku sambil tersenyum masam dan berlalu keluar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar