Pagi di Ujung Jalan
Pukul
setengah lima pagi, matahari masih nyenyak menenggelamkan dirinya. Aku duduk di
bangku dari semen di depan sebuah toko kelontong yang berdampingan dengan
sebuah rumah. Terasa gelap dan hanya sedikit cahaya dari pancaran lampu rumah
kelontong di ujung jalan ini. Udara dingin terasa menusuk tulang serta
keheningan yang hanya terdengar suara jangkrik, suara pedagang sayur yang mulai
sibuk dengan dagangannya dan suara sayup-sayup sapu di kejauhan. Dan toko
kelontong ini masih hening belum memulai aktivitas sibuknya seperti biasa.
Biasanya
sepagi ini aku masih menikmati dinginnya pagi di ranjang, diantara selimut yang
berantakan. Aku duduk, sambil menegakkan punggung dan sesekali bersiku tangan
dengan jaket tebal milikku sambil menahan dingin. Sesekali juga kendaraan
bermotor lewat dengan pengendaranya yang masih terlihat “muka bantal”. Jika
matahari menunjukkan sinarnya, akan banyak sekali kendaraan dan orang-orang
yang berlalu lalang di jalan ini.
Di
sebelah kananku, kira-kira 15 langkah berdiri bangku kayu panjang kosong yang
gagah namun terlihat kusam. Biasanya bangku itu di duduki para ibu-ibu rumah
tangga yang berkumpul sambil membeli sayuran milik pedagang sayur di tempat
yang sama. Pedagang sayur yang sibuk itu menyapa dan sesekali tersenyum kepadaku
dan ku balas dengan senyuman pula. Di seberang jalan, tepat di hadapanku
berdiri sebuah kedai kopi luas yang selalu ramai dengan anak-anak muda terlebih
ramai ketika malam minggu. Kini kedai itu terlihat hening karena kedai itu
hanya buka sejak pukul 5 sore hingga 2 dini hari.
Di
sebelah kiri rumah kelontong ini adalah sebuah kebun yang penuh dengan
pohon-pohon lebat dengan pembatas dari seng yang mengelilinginya. Terlihat
sangat gelap jika menengok ke arah ini. Hanya samar-samar terlihat tiang listrik
yang berdiri.
“TAP..TAP..”
terdengar suara langkah seseorang yang berlari dari arah sebelah kiri, arah
kebun itu. Cahaya yang belum begitu terang membuat ku sulit untuk melihat siapa
yang berlari. Sedetik, dua detik akhirnya cahaya lampu rumah kelontong ini mengarah
siapa yang membuat suara itu. Terlihat oleh ku seorang kawan yang sejak tadi ku
tunggu, kami bertemu dan mulai perjalanan pagi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar