Aku
pijakan kakiku pada setiap anak tangga. Suasana sangat sunyi dan sepi sehingga
hanya hentakan kakiku yang terdengar. Telapak tanganku penuh dengan debu
setelah menyentuh pegangan tangga. Sebagai siswa baru, aku masih asing dengan suasana
sekolah, jika bukan karena aku telat mengumpulkan tugas di kelas, aku tidak
akan mau pergi ke laboratorium sendirian. Sambil menaiki anak tangga, aku
memperhatikan sebuah lampu yang berada di langit-langit, lampu yang sepertinya
tidak cukup menerangi tangga saat malam hari. Di salah satu sudut langit-langit
terdapat sarang laba-laba. Di dinding terpasang papan bertuliskan “
Laboratorium Biologi “ dengan panah yang menunjuk ke arah sebuah pintu.
Aku
melangkah lebih cepat hingga sampai pada sebuah pintu besar. Aku menarik napas
dalam-dalam, kucoba mengetuk tiga kali secara perlahan. Mungkin karena terlalu
sunyi dan sepi, ketukanku yang pelan pun terdengar nyaring di telingaku. Namun,
tak ada jawaban dari dalam ruangan. Aku beranikan diri untuk membuka pintu. Gagang
pintu sudah mulai berkarat, tidak hanya berkarat, tapi juga terasa dingin.
Suara derit pintu terdengar saat aku membuka pintu. Hawa dingin dari pendingin
udara langsung terasa saat aku masuk ke ruangan, alat pendingin inilah yang
menyebabkan gagang pintu terasa dingin. Ini pertama kalinya aku masuk ke dalam
ruang laboratorium, karena biasanya siswa baru mengerjakan praktikum di kelas.
Kuarahkan
pandanganku ke depan, tepat di atas pendingin udara terdapat sebuah kipas
penghisap dalam keadaan tidak menyala, karena itulah aroma alkohol langsung
menusuk hidungku. Tidak hanya alkohol, aku mencium bau amis, ya bau amis darah.
Baunya membuat perutku mual. Dalam ruangan hanya terdengar suara air menetes,
entah dari mana asal suara itu.
Aku
berdiri tepat di depan pintu masuk. Aku menoleh ke sebelah kiri, terdapat
sebuah kursi kerja berwarna biru tua, dengan roda di kakinya. Sebuah tas laptop
berwarna hitam berada di atas kursi kerja tersebut. Di depan kursi kerja
terdapat sebuah meja kerja. Meja kerja yang terbuat dari kayu, berwarna coklat
dan di atasnya dilapisi kaca dengan alas meja motif batik. Di atas meja, kertas-kertas
laporan praktikum siswa menumpuk dengan rapi, ada tumpukan map yang juga
tertata rapi, laptop berwarna hitam yang masih menyala berada tepat di tengah
meja, dua buah telepon genggam layar sentuh, dan tempat kacamata berwarna
cokelat muda berada di samping laptop. Terlihat papan tanda pengenal di sisi
kanan meja bertuliskan “Mangatas Pakpahan, S.Pd.“
Ada
seseatu yang menarik bagiku, di samping kursi dan meja kerja terdapat sebuah
ruangan yang hanya disekat oleh kaca tembus pandang. Aku bisa melihat dengan
jelas semua benda yang berada di dalam ruangan itu. Ada dua buah torso manusia yang
biasa digunakan untuk mempelajari morfologi dan anatomi manusia. Tidak hanya
torso, ada beberapa toples kaca. Toples kaca berisi serangga yang diawetkan,
sepertinya untuk keperluan praktikum. Aku bisa melihat kupu-kupu yang diawetkan
di dalam salah satu toples kaca. Terdapat juga beberapa tabung reaksi, cawan
petri, pipet tetes, biuret dan alat lainnya yang tersusun rapi di ruangan kaca
tersebut. Sebuah pintu yang terbuka tepat berada di samping ruangan kaca. Di
atas pintu tersebut terdapat tulisan “GUDANG“.
Laboratorium
ini mendapatkan cukup penerangan. Empat buah lampu neon terpasang di
langit-langit. Pagi hari seperti ini, lampu dimatikan untuk menghemat listrik.
Walaupun lampu dimatikan, ruangan masih mempunyai penerangan yang cukup. Sinar
matahari masuk dari jendela yang sengaja tidak dipasang tirai. Sinar
mataharilah yang menerangi ruangan secara alami. Terdapat lima meja praktikum
dengan jarak sekitar satu meter antara meja yang satu dengan meja yang lainnya.
Di setiap meja terdapat satu buah mikroskop. Enam bangku diletakkan dengan rapi
di setiap meja. Meja dan kursi tersebut mengahadap tepat ke depan whiteboard yang berada di dinding
sebelah kananku. “Cara Membedah Katak“ tertulis dengan ukuran lebih besar dibanding
tulisan lainnya yang tertulis di whiteboard.
Akhirnya aku tau asal bau amis darah yang dari tadi sangat menganggu hidungku.
Laboratorium ini baru selesai dipakai praktikum.
Aku
masih memperhatikan sisi kanan dari tempat ku berdiri, terdapat dua wastafel dengan
dua buah botol sabun pencuci tangan terletak beredekatan dengan keran air. Salah
satu keran air tidak tertutup rapat sehingga airnya menetes dan menimbulkan suara.
Satu tempat sampah berwarna pink
berada di bawah wastafel.
Tiba-tiba
tedengar sebuah lagu yang tak asing bagiku, aku sering mendengar orang tuaku
memutar lagu ini, lagu berjudul Fixing A
Broken Heart yang dinyanyikan oleh Indecent
Obsession, lagu dari era 80-an. Suara itu berasal dari sisi kiriku. Aku
kembali melihat ke sisi kiri, aku tersentak ketika melihat di depan meja kerja telah
berdiri seorang lelaki sedang memegang telepon genggam, lelaki berkepala botak
dengan wajah yang mulai keriput, menggunakan kacamata berlensa bulat, tubuhnya
yang tinggi, badan yang sedikit gemuk, dan menggunakan jas lab berwarna putih. Lelaki itu adalah Pak Pahan, guru praktikum
Biologi di sini.
Tak
tinggal diam, aku langsung berkata “Pak, ini laporan saya, maaf saya telat
pak”. Dengan segera aku menutup pintu
laboratorium dan berlari menuruni tangga.
Tiyara Rizqiya Sade
Tidak ada komentar:
Posting Komentar