Kamis, 03 April 2014

Fajar Ramadhan di Penjara Suci- Deskripsi Ruang dan Waktu



Fajar Ramadhan di Penjara Suci
            Melihat jam weker yang ada di atas meja kamarku yang berada di lantai tiga, kurang dua puluh lima menit lagi akan genap menunjukkan pukul empat subuh. Langit jelas masih nyaman dengan gelapnya karena matahari belum waktunya terbit bahkan fajar pun belum menyingsing. Udara dingin nan membuat segar jika terhirup ke dalam paru-paru. Sayup-sayup terdengar alunan nasyid yang dinyalakan dari kantor kesantrian oleh salah satu ustadzah pengasuh yang mendapat giliran piket pagi itu, dan diperdengarkan ke seluruh tempat yang sering disebut-sebut sebagai ‘penjara suci’ oleh para santrinya, melalui pengeras suara yang ada hampir di setiap sudut.
Hiruk-pikuk di tengah kedamaian fajar sekarang ini biasa terjadi pada saat subuh setiap harinya, apalagi pada bulan Ramadhan seperti ini. Assaalaam akan terbangun lebih awal dari lelapnya. Tidak ada lagi santri yang masih nyaman tertidur di kamarnya. Semua pintu dan jendela kamar sudah terbuka lebar bahkan dari satu jam yang lalu menandakan bahwa penghuninya sudah terjaga. Tak lagi sepi seperti sebelumya yang hanya terdengar suara dari roda sepeda pak satpam yang berkeliling pondok ataupun suara kesibukan memasak di resto.
Tempat makan para santri atau yang kami sebut dengan resto, berada kira-kira dua puluh meter tak jauh dari samping kanan asramaku bahkan sudah mulai sepi. Tak ada lagi antrian mengular panjang seperti dua puluh atau tiga puluh menit yang lalu. Hanya tinggal beberapa orang santri yang tengah menyantap habis sahurnya. Pun dengan ibu-ibu yang sudah dari tengah malam tadi sibuk memasak makanan sahur di dapur dan membagikannya kepada para santri yang mengantri, kini sudah mulai perlahan membereskan dan membersihkan sisa-sisa makanan dan wajan-wajan besar yang kotor.
Empat rayon asrama disekeliling resto, termasuk rayon tempat kamarku berada, mulai kosong ditinggal penghuninya. Sebagian santri sudah memenuhi deretan kamar mandi yang ada di samping tiap rayon, menunggu antrian mandi sambil bersenda gurau dengan temannya yang membuat keadaan tambah riuh. Yang lainnya menunggu antrian sembari membaca buku dari pelajaran yang akan diujikan hari ini di kelas nanti. Ada pula yang menunggu gilirannya sambil duduk terkantuk-kantuk memeluk handuk dan peralatan mandinya. Reser voir yang yang ada di samping kamar mandi pun penuh dengan para santri yang mencuci pakaian atau pun menjemur pakaian basah yang selesai dicucinya di jemuran yang berada di antara kamar mandi dan reser voir.
Sekumpulan santri berukuh putih-putih melewati jalan yang ada di depan rayon kamarku. Dari sini dapat kulihat mereka berjalan menuju masjid untuk menunggu waktu subuh. Melewati pepohonan disamping area lapangan olah raga, kelas, taman, dan Assalaam Center yang sekarang ini terlihat agak gelap dan sepi. Lain halnya jika siang hari, tempat-tempat itu pasti akan ramai orang berlalu lalang.
Alunan nasyid yang terdengar dari pengeras suara kini berganti dengan lantunan ayat suci yang menambah segar suasana Ramadhan pagi ini, sekaligus menunjukkan bahwa sebentar lagi akan tiba waktu fajar dan adzan subuh akan segera dikumandangkan. Kamar-kamar di tiap rayon mulai kosong, begitu pula dengan kamar mandi dan reser voirnya. Pastilah berbeda dengan masjid Assalaam yang kini justru mulai penuh dengan santri yang berdatangan.
Pukul empat lewat sepuluh menit pintu resto sudah tertutup dan lampu-lampunya sudah dipadamkan oleh ibu-ibu resto, karena pada saat adzan subuh berkumandang yang bersamaan dengan sampainya aku di masjid, mereka pun akan bergegas menuju masjid untuk menunaikan sholat subuh berjamaah, lalu pulang beristirahat dan mengumpulkan energi untuk kembali lagi ba’da ashar nanti menyiapkan tajil dan makan malam untuk berbuka bagi kami, para santri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar