Kamis, 03 April 2014

deskripsi ruang dan waktu : Perjalananku ke Kampus di Pagi yang Mendung



Perjalananku ke Kampus di Pagi yang Mendung
Sudah pukul 06.45, waktunya saya untuk memulai rutinitas seperti biasa. Kulangkahkan kakiku meninggalkan rumah bercat kuning yang diberi pagar besi hitam menuju tempatku menimba ilmu. Sepanjang perjalanan kutengok kiri dan kanan, sepi sekali. Toko-toko dan warung masih tertutup rapat. Padahal biasanya dijam-jam ini mereka sudah bersiap menjual barang dagangannya. Pagi ini memang mendung, langit yang biasanya biru cerah kini berubah menjadi abu-abu. Matahari pun malu-malu menampakkan dirinya. Cuaca seperti ini membuat setiap orang malas untuk memulai aktifitas. Begitu juga denganku, sebenarnya saya malas harus berangkat pagi-pagi begini. Namun perasaan seperti itu harus saya buang jauh-jauh.
Cuaca panas, mendung atau hujan pun tidak berpengaruh. Seperti biasa, jalanan di pagi hari tetap saja macet. Jumlah kendaraan yang banyak membuat sesak jalanan. Ditambah lagi angkot yang menaikkan atau menurunkan penumpang memperparah kemacetan. Suara gemuruh mesin dan bunyi klakson di sana-sini, terdengar bising di telinga. Mobil dan motor tidak mau mengalah, saling mendahului satu sama lain. Berebut jalanan agar tidak telat masuk kerja, langit yang mendung membuat hari terasa masih pagi padahal sebenarnya beberapa menit lagi jam menunjukkan pukul 07.00.
Tiba juga saya di depan gedung dengan tujuh lantai. Kutengok jam tangan ungu yang kupakai di tangan kiriku. Tepat pukul 07.00. Suasananya masih sepi, hanya beberapa orang yang sudah datang. Kendaraan pun baru ada beberapa yang lewat dan terparkir di parkiran. Padahal biasanya jam segini kampus sudah ramai. Para mahasiswa biasanya duduk-duduk di teras dekat taman sambil mengobrol dengan temannya masing-masing, menunggu kelas dimulai. Begitu pun dengan pintu gedung. Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 namun masih terkunci. Akhirnya saya duduk di teras, menunggu pintu gedung terbuka.
Saya tidak sendiri, ada beberapa orang yang duduk di sebelahku dan sebagian lagi di belakang. Di sebelah kananku ada dua orang mahasiswi, yang satu memakai kerudung biru dan yang satunya lagi memakai pashmina polkadot coklat. Mereka berdua asik mengobrol, sesekali tertawa. Sepertinya mereka teman sekelas karena terlihat begitu akrab. Berbeda dengan seorang mahasiswi di sebelah kiriku. Mahasiswi berkerudung abu-abu itu asik dengan smartphonenya. Di tangannya ada sebuah buku yang cukup tebal, namun saya tidak tahu buku apa itu. Saya duduk lumayan jauh dengannya, jadi saya tidak bisa melihat dengan jelas judul buku itu.
Langit masih mendung. Semilir angin berhembus pelan membuat udara terasa segar. Segar karena belum banyak tercemar oleh asap kendaraan maupun asap rokok. Lihat saja jika hari semakin siang udara akan terasa panas dan bercampur dengan polusi. Membuat pernapasan menjadi sesak. Andai saja udara di Jakarta segar seperti ini, bisikku dalam hati. Halaman gedung ini terlihat bersih. Sepertinya sudah dibersihkan oleh bapak-bapak yang membawa sapu tadi yang kutemui di jalanan depan gedung ini. Begitu pun dengan tong sampah yang sudah terisi penuh. Lima belas menit berlalu, pintu gedung masih tetap terkunci. Suasana sudah mulai ramai, satu per satu orang mulai berdatangan. Dari kejauhan nampak seorang bapak-bapak berseragam hitam, bergegas menuju kemari. Ternyata bapak itu datang membawa kunci pintu gedung tersebut. Akhirnya pintu pun terbuka dan orang-orang yang sudah menunggu cukup lama beranjak dari tempat duduknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar