Deskripsi Ruang
BUKAN KAMAR 308
Melewati lorong asrama putri lantai tiga, suasana gelap akibat
lampu yang belum dinyalakan serta keheningan yang tercipta karena penghuni
asrama putri yang belum kembali, membuatku ingin segera sampai ke kamarku. Pintu
kayu berukuran 1x2 meter yang berdiri tegak tidak jauh dari tempatku berada berhasil
membuat tanganku bergerak untuk memutar gagangnya. Kesan asing yang tercipta
menyambutku. Pencahayaan yang redup akibat gorden-gorden yang menutupi jendela belum
teribuka, sehingga cahaya matahari yang seharusnya dapat masuk melalui kaca
jendela yang membatasi kamar dengan balkon tidak dapat menerangi kamar berukuran
3x5 meter ini.
Kamar ini berada di bagian gedung sebelah kiri dengan balkon yang
menghadap ke lapangan dalam asrama. Pintu masuk yang berada di paling kanan
berada satu garis lurus dengan pintu belakang, tetapi sayang penglihatanku
terhalang oleh dua benda yang terletak bersebelahan yaitu lemari emapat pintu
dan meja rias lengkap dengan kursinya. Keduanya diletakkan tidak jauh dari
pintu masuk dengan posisi menghadap ke Selatan. Apabila melihat ke samping
kanan terlihat dua tempat tidur tingkat yang sejajar. Tidak lupa pula rak buku
yang berada diantara keduanya.
Jika diperhatikan
secara seksama suasana asing yang tercipta di awal kembali mengganguku. Terlihat
beberapa baju tergeletak dimana-mana. Buku-buku yang seharusnya tertata rapi di
rak buku malahan terlihat menggunung dibeberapa sudut ruangan. Apabila
masuk lebih dalam, beberapa peralatan kosmetik khas perempuan tertata cukup
rapi di atas meja rias. Tidak lupa kipas angin yang berada tidak jauh dari meja
rias berputar lambat mengingat keadaannya yang sudah dipenuhi dengan debu . Beberapa
helai rambut juga terlihat berserakan tepat dilantai depan meja rias. Untung
saja dinding ruangan kamar bercat biru muda ini masih mulus tak bercelah sehingga
kesan rapi masih dapat terlihat.
Saat aku masih
memeperhatikan sisi kamar lainnya, terdengar suara yang menegurku, “Nyari
siapa?”. Aku pun menoleh mencari sumber suara, dan terlihatlah Bia temanku,
berdiri di depan pintu kamar ini dengan raut wajah bingung. “Nan?” suaranya
kembali menyadarkanku. “Bia sendiri ngapain disini? Bukannya ini kamar
tiga-kosong-delapan?” aku menjawab pertanyaannya dengan kembali bertanya
padanya sambil berjalan mendekatinya. “Ini kamar nomor tiga-kosong-empat”
sambil tangannya menunjuk ke papan bertuliskan 304 yang menempel di depan
pintu. “Ups… maaf, kirain ini kamar tiga-kosong-delapan tapi ternyata bukan!”
jawabku sambil tersenyum masam dan berlalu keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar