Deskripsi Ruang dan Waktu
Pagi ini aku terbangun dengan perlahan bersama lantangnya suara
azan subuh. Aku terbangun, terdiam dan terbengong di dalam ruang tengah diatas
kasur gulung berwarna biru tua bergambarkan “Winnie The Pooh”. Saat itu juga
aku terbangun dan duduk terdiam sambil menunggu kesadaranku terkumpul.
Aku melihat kakakku yang bertubuh besar masih tertidur di sebelah
kananku. Badannya yang berbobot 113 kilogram itu masih terbaring tak beraturan
mengacak-acak bantal. Bantal guling yang tertepi ke lantai kamar ini serta
bantal untuk kepala yang malahan berada di bawah kakinya. Meskipun bantel
tersebut tidak terletak pada posisi semula, kakakku tetap saja tertidur pulas
di atas kasur biru itu.
Pagi yang cukup hening pada hari itu. Aku mulai beranjak dari
tempat tidur itu dan berjalan lurus masuk ke dalam kamar mandi rumahku. Aku
mengambil selang air yang ada di hadapanku dan mengangkatnya keatas keluar dari
bak kamar mandi berwarna merah muda itu. Kuputar keran air itu sehingga
keluarlah air dari selang tersebut. “Diingiiin… dingiin sekali air ini!”,
teriakku di dalam kamar mandi kecil itu. Dinginnya air di pagi hari telah
membuatku terbangun penuh dalam kesadaran. Karena itulah aku menjadi bergegas
menyelesaikan kegiatan rutinku di kamar mandi yang sehari-hari aku lakukan. Setelah
aku mencuci muka, menggosok gigi dan berwudhu aku langsung bergegas keluar dari
kamar mandi yang membekukan kulitku dengan air dinginnya itu. Aku membuka pintu
yang berwarna cokelat tua itu dan langsung melompat ke atas keset tua yang
berumur hampir seumuran denganku. Aku menggesekkan kakiku diatasnya dan
langsung bergegas ke ruang belakang rumahku, dimana terdapat jemuran handuk
keluargaku yang berada di samping tangga untuk ke kamar atas. Aku berlari ke
sana untuk mengambil handuk berwarna merah muda dan segera mengelap bagian
tubuhku yang basah dan kedinginan itu sampai mengeting. Sungguh terasa dingin
sekali air pada saat pagi itu.
Setelah aku selesai mengeringkan bagian tubuhku yang basah, aku
terdiam sunyi sesaat karena mendengarkan suatu suara yang sepertinya lazim aku
dengarkan. Aku terhening sesaat dan kemudian aku tersadar bahwa ternyata suara
lembut tersebut ialah suara iqomah telah dikumandangkan. Aku kepanikan, aku
langsung bergegas mengambil sarung yang berada di ruang ibadah dan langsung
berlari keluar rumah dengan terburu-buru sambil menggunakan sarung berwarna
hitam.
Ketika aku membuka pagar rumahku yang berwarna hitam yang berkarat,
aku merasakan hembusan angina kencang yang khas di pagi buta. Hembusan angin
tersebut membuat bulu kudukku berdiri merinding. Pagi itu langitnya masih
berwarna gelap, bersuasana sepi dan hening, akan tetapi aku tidak
mempedulikannya. Sambil aku berlari menuju masjid Nurul Huda yang berada kurang
lebih 50 meter dari rumahku, aku menggesek-gesekkan kedua telapak tanganku
untuk mendapatkan sedikit rasa hangat dari yang aku ciptakan.
Dan pada akhirnya aku sampai ke masjid itu yang berwarnakan cream
dan cokelat berwarna terang yang memang masih baru akhir-akhir ini di renovasi.
kemudian aku masuk masjid tersebut dengan nafas yang terengah-engah dan
bergegas mengikuti sholat subuh yang telah berlangsung satu rakaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar