Laman

Kamis, 03 April 2014

Laboratorium Biologi



Aku pijakan kakiku pada setiap anak tangga. Suasana sangat sunyi dan sepi sehingga hanya hentakan kakiku yang terdengar. Telapak tanganku penuh dengan debu setelah menyentuh pegangan tangga. Sebagai siswa baru, aku masih asing dengan suasana sekolah, jika bukan karena aku telat mengumpulkan tugas di kelas, aku tidak akan mau pergi ke laboratorium sendirian. Sambil menaiki anak tangga, aku memperhatikan sebuah lampu yang berada di langit-langit, lampu yang sepertinya tidak cukup menerangi tangga saat malam hari. Di salah satu sudut langit-langit terdapat sarang laba-laba. Di dinding terpasang papan bertuliskan “ Laboratorium Biologi “ dengan panah yang menunjuk ke arah sebuah pintu.
Aku melangkah lebih cepat hingga sampai pada sebuah pintu besar. Aku menarik napas dalam-dalam, kucoba mengetuk tiga kali secara perlahan. Mungkin karena terlalu sunyi dan sepi, ketukanku yang pelan pun terdengar nyaring di telingaku. Namun, tak ada jawaban dari dalam ruangan. Aku beranikan diri untuk membuka pintu. Gagang pintu sudah mulai berkarat, tidak hanya berkarat, tapi juga terasa dingin. Suara derit pintu terdengar saat aku membuka pintu. Hawa dingin dari pendingin udara langsung terasa saat aku masuk ke ruangan, alat pendingin inilah yang menyebabkan gagang pintu terasa dingin. Ini pertama kalinya aku masuk ke dalam ruang laboratorium, karena biasanya siswa baru mengerjakan praktikum di kelas.
Kuarahkan pandanganku ke depan, tepat di atas pendingin udara terdapat sebuah kipas penghisap dalam keadaan tidak menyala, karena itulah aroma alkohol langsung menusuk hidungku. Tidak hanya alkohol, aku mencium bau amis, ya bau amis darah. Baunya membuat perutku mual. Dalam ruangan hanya terdengar suara air menetes, entah dari mana asal suara itu.
Aku berdiri tepat di depan pintu masuk. Aku menoleh ke sebelah kiri, terdapat sebuah kursi kerja berwarna biru tua, dengan roda di kakinya. Sebuah tas laptop berwarna hitam berada di atas kursi kerja tersebut. Di depan kursi kerja terdapat sebuah meja kerja. Meja kerja yang terbuat dari kayu, berwarna coklat dan di atasnya dilapisi kaca dengan alas meja motif batik. Di atas meja, kertas-kertas laporan praktikum siswa menumpuk dengan rapi, ada tumpukan map yang juga tertata rapi, laptop berwarna hitam yang masih menyala berada tepat di tengah meja, dua buah telepon genggam layar sentuh, dan tempat kacamata berwarna cokelat muda berada di samping laptop. Terlihat papan tanda pengenal di sisi kanan meja bertuliskan “Mangatas Pakpahan, S.Pd.“
Ada seseatu yang menarik bagiku, di samping kursi dan meja kerja terdapat sebuah ruangan yang hanya disekat oleh kaca tembus pandang. Aku bisa melihat dengan jelas semua benda yang berada di dalam ruangan itu. Ada dua buah torso manusia yang biasa digunakan untuk mempelajari morfologi dan anatomi manusia. Tidak hanya torso, ada beberapa toples kaca. Toples kaca berisi serangga yang diawetkan, sepertinya untuk keperluan praktikum. Aku bisa melihat kupu-kupu yang diawetkan di dalam salah satu toples kaca. Terdapat juga beberapa tabung reaksi, cawan petri, pipet tetes, biuret dan alat lainnya yang tersusun rapi di ruangan kaca tersebut. Sebuah pintu yang terbuka tepat berada di samping ruangan kaca. Di atas pintu tersebut terdapat tulisan “GUDANG“.
Laboratorium ini mendapatkan cukup penerangan. Empat buah lampu neon terpasang di langit-langit. Pagi hari seperti ini, lampu dimatikan untuk menghemat listrik. Walaupun lampu dimatikan, ruangan masih mempunyai penerangan yang cukup. Sinar matahari masuk dari jendela yang sengaja tidak dipasang tirai. Sinar mataharilah yang menerangi ruangan secara alami. Terdapat lima meja praktikum dengan jarak sekitar satu meter antara meja yang satu dengan meja yang lainnya. Di setiap meja terdapat satu buah mikroskop. Enam bangku diletakkan dengan rapi di setiap meja. Meja dan kursi tersebut mengahadap tepat ke depan whiteboard yang berada di dinding sebelah kananku. “Cara Membedah Katak“ tertulis dengan ukuran lebih besar dibanding tulisan lainnya yang tertulis di whiteboard. Akhirnya aku tau asal bau amis darah yang dari tadi sangat menganggu hidungku. Laboratorium ini baru selesai dipakai praktikum.
Aku masih memperhatikan sisi kanan dari tempat ku berdiri, terdapat dua wastafel dengan dua buah botol sabun pencuci tangan terletak beredekatan dengan keran air. Salah satu keran air tidak tertutup rapat sehingga airnya menetes dan menimbulkan suara. Satu tempat sampah berwarna pink berada di bawah wastafel.
Tiba-tiba tedengar sebuah lagu yang tak asing bagiku, aku sering mendengar orang tuaku memutar lagu ini, lagu berjudul Fixing A Broken Heart yang dinyanyikan oleh Indecent Obsession, lagu dari era 80-an. Suara itu berasal dari sisi kiriku. Aku kembali melihat ke sisi kiri, aku tersentak ketika melihat di depan meja kerja telah berdiri seorang lelaki sedang memegang telepon genggam, lelaki berkepala botak dengan wajah yang mulai keriput, menggunakan kacamata berlensa bulat, tubuhnya yang tinggi, badan yang sedikit gemuk, dan menggunakan jas lab berwarna putih. Lelaki itu adalah Pak Pahan, guru praktikum Biologi di sini.
Tak tinggal diam, aku langsung berkata “Pak, ini laporan saya, maaf saya telat pak”.  Dengan segera aku menutup pintu laboratorium dan berlari menuruni tangga.

Tiyara Rizqiya Sade

Tidak ada komentar:

Posting Komentar